PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Pak Harto 1 Desember 1965 - 1 Desember 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Rabu, 1 Desember 1965

Menpangad Letjen. Soeharto mengatakan bahwa kita perlu mencurahkan perhatian sebesar-besarnya pada pembinaan mental/spritual dan kesejahteraan anggota, karena hal itu merupakan salah satu modal utama yang menentukan bagi suksesnya tugas-tugas pokok yang dibebankan kepada kita. Demikian antara lain dikatakan oleh Jenderal Soeharto pada serah terima jabatan Direktur Perlengkapan AD dari Brigjen Hartono Wirjodiprodjo kepada Kol. Soejanti di Jakarta.

Menpangad Letjen Soeharto pagi ini memberikan sambutannya pada Musyawarah Nasional Pertanian Rakyat yang sudah beralangsung sejak 29 November yang lalu di Jakarta. pada kesempatan itu Jederal Soeharto mengatakan bahwa G-30-S/PKI mempunyai tiga macam rencana gerakan operasi. Yang pertama, yaitu yang dinamakan Ampera I, adalah gerakan “coup” di pusat pemerintahan sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh bekas Letkol. Untung. Kedua, Ampera II, yaitu pembunuhan besar-besaran ini maka diharapkan akan timnul suasana ketakutan yang hebat dalam masyarakat. Ketiga, Ampera III, yaitu pembentukan suatu kabinet baru yang komposisinya sesuai dengan keinginan mereka.

Kepada para peserta Musyawarah Nasional itu Jederal Soeharto mengharapkan agar mereka tidak ragu-ragu lagi di dalam memberikan penilaian terhadap G-30-S/PKI. Mereka juga diminta untuk terus waspada terhadap segala sesuatu yang mungkin dilancarkan oleh sisa-sisa G-30-S/PKI, terutama dalam bidang pangan.

Presiden/Panglima besar KOTI Bung Karno malam ini memimpin sidang terbatas KOTI yang berlangsung di war room SAB.  Sidang kali ini antara lain membahas persoalan dalam negeri, yaitu mengenai penyelesaian oknum-oknum yang terlibat dalam G-30- S/PKI,  Diputuskan bahwa siapa-siapa yang terbukti bersalah akan segerah dihadapkan ke muka pengadilan.  Untuk pelaksanaan penyelesaian ini maka akan dibentuk  Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilud)

Kamis, 1 Desember 1986

Pemerintah didesak untuk mencabut kembali Keppres No. 223/1966 yang merehabilitasi Partai Murba. Desakan ini datang dari organisasi–organisasi masa NU (GP Ansor. Sarbumusi, Pertanu, PMII, IPNU dan IPPNU) yang mengeluarkan pernyataan sikap tentang rehabilitasi Partai Murba. ada beberapa alasan yang tersebut dari pernyataan sikap kelompok organisasi massa NU ini; yaitu bahwa, pertama, Sidang Umum 1V MPRS telah melarang setiap kegiatan untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran komunis, Marxisme/Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Kedua, Partai Murba  adalah suatu partai politik yang berdasarkan Marxisme.  Ketiga, rehabilitasi Partai Murba bertentangan dengan ketetapan  No, XXV/1966 dan memberi peluangnya muncul “neo- komunisme” Dengan  alasan-alasan tersebut, organisasi-organisasi massa  NU  menyatakan menolak direhabilitsikannya, atau didrikannya partai/organisasi massa apapun sebelum adanya perundang –undangan yang mengatur tentang kepartaian, keormasan dan kegolongan–karyaan.

Kamis, 1 Desember 1977

Presiden Soeharto hari ini menerima Duta Besar RI untuk Singapura, Hertasning, di Bina Graha. Setelah menjumpai Presiden Soeharto, Hertasning  mengatakan kepada pers bahwa pemerintah Singapura telah mengubah sikapnya mengenai masalah Timor-Timur, dan bahkan akan mendukung Indonesia dalam forum internasional yang membahas masalah tersebut. Presiden menyambut baik perubahan sikap Singapura mengenai masalah Timor-Timur itu.  Bahkan Presiden menilai bahwa dukungan Singapura itu merupakan wujud dari kekompakan ASEAN.

Ketua MPR/ DPR  Adam  Malik  dalam pertemuan dengan para eksponen  Angkatan 66 Bandung yang diadakan  di Gedung  MPR/DPR Jakarta menegaskan bahwa kepada para anggotanya  majelis tersebut. Jika pertanggungan-jawab itu diberikan kepada anggota-anggota  MPR,  maka  hal itu akan menimbulkan masalah,  bagaimana kalau  anggota tesebut meninggal apakah tidak akan ada pertanggungjawaban. Oleh karena itu pertanggungjawaban tetap kepada  MPR sebagai  suatu lembaga selalu akan ada.

Sabtu, 1 Desember 1979

Pukul 11.00 pagi ini, selama satu jam Presiden Soeharto menerima Panglima Kopkamtib, Laksamana Sudomo, di Bina Graha. Usai menghadap Kepala Negara, ia mengatakan bahwa Presiden akhir-akhir ini merasakan adanya pemberitaan sementara pers yang kurang obyektif, tidak profesional,  dan mencampuradukan antara fakta dengan opini. Sehubungan dengan kecenderungan itu. Presiden mengharapkan agar bidang kehumasan yang terdapat di departemen atau lembaga pemerintah non-departemen  meningkatkan mutu dan bekerja sama dengan kalangan pers.

Senin, 1 Desember 1980

Presiden beserta Ibu Soeharto dan rombongan pukul 12.10 waktu setempat tiba di New Delhi, ibukota India, setelah terbang selama kurang dua jam dari  Karachi, Pakistan, Di  Lapangan udara Palam, Presiden dan Ibu Soeharto disambut upacara kenegaraan oleh Presiden India  dan Nyonya Sanjiva Reddy, serta PM Indira Gandhi.

Membahas pidato selamat datang yang diucapkan Presiden Reddy di lapangan udara Palam itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa dalam pandangan Indonesia, India bukanlah hanya negara dan bangsa yang mewarisi sejarah dan kebudayaan yang tinggi, yang  telah berhubungan dengan Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Lebih dari itu, India juga  merupakan sahabat dekat yang bantuan dan rasa kesetiakawanannya yang tulus. Yang telah diberikannya tatkala Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan, tidak akan dapat dilupakan.  Selanjutnya Presiden Soeharto berharap agar kedua masing-masing  dan juga memberi peranan bagi kebikan dunia, Demikian antara lain pidato Presiden.

Sore ini di New Delhi, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan empat mata denga PM Indira Gandhi. Pembicaraan yang merupakan babak pertama itu membahas masalah-masalah hubungan dan kerjasama  antara kedua negara. Pembicaraan resmi babak kedua dilakukan besok pagi.
Dalam pada itu. Perundingan antara para menteri yang menyertai Presiden juga telah berlangsung dengan rekan-rekan mereka dari India.Menteri Koorinator bidang Ekuin,  Widjojo Nitisasto, mengadakan perundingan dengan menteri perdagangan India,  Pranab  Mukerjee,  sedangkan Menteri Luar Negeri  Mochtar Kusumaatmadja  juga  berunding dengan Menteri Luar Negeri  Narasimha Rao.
Malam ini Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan menghadiri santap malam kenegaraan yang diselengggarakan oleh Presiden  dan Nyonya Sanjiva Reddy. Memberikan sambutan pada jamuan itu Presiden Soeharto mengatakan bahwa dalam kunjungannya yang pertama kali ini ke India ini, ia tidak merasa  asing, karena India telah sanagt dikenal oleh rakyat Indonesia dan merupakan sahabat tradisionalnya. Lebih jauh dikatakannya bahwa dalam kunjungannya kali ini makan persahabtan  diantara kedua bangsa bertambah erat. Saling pengertiannya bertambah dalam dan kerjasama makin terbukanluas dalam masa-aamsa yang akan datang.

Dibagian lain pidatonya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa hubungan kerjasama erat antara kedua negara masih juga bertambah dengan catatan-catatan sejarah tatkala kedua negara berdiri didepan barisan yang melahirkan  Konfrensi Asia-Afrika  yang memberi pengaruh besar bagi lahirnya negara-negara merdeka di kedua benua. Dan sejarah juga mencatat bahwa akar-akar kekuatan non-blok justru telah mulai tertanam sejak Konfrensi Asia–Afrika yang pertama itu, Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto.

Selasa, 1 Desember 1981

Di Bina Graha pagi ini. Presiden Soeharto pimpinan pleno dan harian Masyarakat Perkayuan Indonesia (MPI) yang dipimpin oleh Sukamdani S Gitosardjono.  Dalam pertemuan tersebut Presiden menyatakan harapannya agar para pengusaha perkayuan yang tergabung dalam MPI lebih dahulu memikirkan usaha membuka kesempatan kerja, baru setelah itu memikirkan keuntungan, Diharapakan pula oleh Kepala Negara supaya  dalam melakukan usaha pengelolaan hutan, MPI selalu mendasarkan diri pada pasal 33 UUD 1945. Ini berarti bahwa meskipun dunia mengalami Krisis, MPI harus dapat mengatasinya dan mengusahakan indusrti kayu dimana koperasi dapat ikut memainkan peranan.
Selain Sukamdani, dari pimpinan MPI tampak hadir Taswin  A Natadiningrat, Firmansjah,A Baramuli SH,M Hasan , HA Rustam Effendi, Drs. Sutara Martadisastra, dan lain- lain.

Rabu, 1 Desember 1982

Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin di Bina Graha. Setelah membahas masalah-masalah ekonomi baik secara mikro maupun secara makro. Sidang berkesimpulan bahwa meskipun resesi  ekonomi dunia masih terus berlangsung, akan tetapi tidak berarti bahwa Indonesia harus mengundurkan pembangunannya.  Untuk itu Indonesia harus berusaha sekuat tenaga, dan dengan berbagai akal. Agar tetap dapat meningkatkan pembangunan. Dengan demikian kapasitas produksi dari sektor industri harus terus dipacu, sehingga ekspor non-migas dapat ditingkatkan.

Sabtu, 1 Desember 1984

Presiden Soeharto memberikan sambutan tertulis pada peringatan “Hari Solidaritas Internasional Palestina” kepala perwakilan RI untuk  PBB, Ali Alatas,  Presiden Soeharto menegaskan bahwa rakyat dan pemerintah Indonesa tetap tidak goyah sikapnya didala mendukung rakyat Palestina dibawah kepemipinan PLO,  ditegaskannya bahwa rakyat dan pemerintah Indonesia mendukung rakyat palestina dalam perjuangan untuk kembali mewujudkan hak-kak sah mereka, termasuk hak untuk kembali ketanah airnya, hak nuntuk menetukan nasib sendiri dan membentuk sebuah negara di bumi mereka sendiri.  Demikian antara lain pesan tertulis Presiden Soeharto

Selasa, 1 Desember 1987

Bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto pagi ini membuka Musyawarah Nasional ke 8  Korps Cacat Veteran RI. Musyawarah Nasinal yang akan berlangsung sampai tanggal 4 Desember itu diikuti oleh 197 peserta, diantaranya utusan Korps Cacat Veteran Belanda.

Dalam amanatnya, Kepala Negara  antara lain mengatakan bahwa dengan melaksanakan pembangunan hampir dua puluh tahun lamanya, kita dapat memajukan semua segi kehidupan bangsa kita,  akan tetapi ia mengingatkan bahwa kita masih harus terus berjuang agar kebutuhan dasar manusia Indonesia dapat terpenuhi. Diingatkannya pula bahwa pembangunan juga berarti menyiapkan diri untuk menjawab tantangan dan kebutuhan masa depan.  Karena itu, kita harus melanjutkan pembangunan pertanian. Kitapun harus mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sebab dari sekarang kita sudah menyadari bahwa dalam abad ke -21 kehidupan manusia akan ditentukan oleh penguasaan atas ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selasa, 1 Desember 1992

Hari ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara pembukaan Musyawarah  Nasional Persatuan Radio Swasta Siaran Niaga Indonesia (PRSSNI) yang diadakan di Istana Negara.  Dalam sambutannya, Kepala Negara mengingatkan bahwa radio siaran swasta mengemban tanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang sedang mengalami perubahan.  Dampak informasi sedikit atau banyak akan mempengaruhi kehidupan sosial., politik, ekonomi, serta kebudayaan.  
Dikatakannnya bahwa para pengelola radio siaran swasta harus ikut memacu proses pendewasaan masyarakat agar masyarakat mampu mencerna setiap informasi yang diterima serta tidak mudah terpengaruh oleh informasi negatif.

Sehubungan dengan berkembangnya isyu dalam masyarakat pada akahir-akhir ini mengenai tidak sehatnya sejumlah bank swasta, hari ini presiden Soeharto memerintahkan Menko Polkam Sudomo untuk meneliti dan menyelesaikan hingga tuntas isyu yang merugikan itu.  Kepala Negara mengatakan hal itu ketika menerima Menko Polkam Sudomo  hari ini di Istana Merdeka Sudomo mengatakan bahwa setelah munculnya kasus Bank Summa, kemudian timbul isyu mengenai tidak sehatnya sejumlah bank swasta nasional.

Sumber : Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6