PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 13 Oktober 1965 - 13 Oktober 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Rabu, 13 Oktober 1965

Hari Rabu siang ini Pangkostrad, Mayjen. Soeharto, menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka untuk melaporkan tentang perkembangan keamanan setelah terjadinya peristiwa G-30-S/PKI. Kepada para wartawan Jenderal Soeharto menjelaskan bahwa tertangkapnya bekas Letkol. Untung belum berarti bahwa tugas pengamanan telah selesai. Hal ini karena masih ada beberapa pelaku yang belum tertangkap, di samping masih banyak yang berada diluar pengawasan. Ditambahkan pula oleh Pangkostrad bahwa situasi keamanan di daerah-daerah telah mencapai banyak kemajuan, sebab kesatuan-kesatuan yang semula terlibat dalam petualangan G-30-S/PKI, kini telah sadar dan kembali ke jalan yang benar.

Senin. 13 Oktober 1969

Sidang paripurna kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pagi ini memutuskan bahwa pemerintah akan memberi dua bulan gaji kepada pegawai negeri, para pensiunan, dan anggota ABRI sebagai tunjangan hari raya. Pemerintah juga akan mengimpor beras untuk dapat memenuhi kebutuhan pada hari lebaran.

Dalam sidang kabinet kali ini Presiden Soeharto mengemukakan gagasan untuk meningkatkan kehidupan 400.000 rakyat Irian Barat yang masih hidup dalam keadaan tebelakangan di pedalaman. Gagasan itu akan dilaksanakan dengan mengadopsi 200.000 anak-anak Irian Barat setiap tahun dan mencari ayah angkat bagi mereka. Gagasan ini dinamakan “Proyek Perikemanusiaan”.

Selasa, 13 Oktober 1970

Pangdam VI/Siliwangi, Mayjen. AJ Witono menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha hari ini sehubungan dengan terjadinya kerusuhan yang telah mengakibatkan meninggalnya seorang mahasiswa ITB baru-baru ini. Witono melaorkan bahwa situasi kota Bandung sekarang sudah semakin tenang.

Sidang terbatas hari ini memutuskan bahwa Presiden Soeharto tidak akan menghadiri peringatan 25 tahun berdirinya PBB. Ketidakhadiran Presiden adalah sehubungan dengan berbagai kesibukan Presiden di dalam negeri. Sebagai gantinya, Presiden menunjuk Menteri Luar Negeri Adam Malik untuk mewakili Indonesia.

Sabtu, 13 Oktober 1973

Pemerintah hari ini menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk berusaha sekeras-kerasnya menghentikan perang Arab-Israel yang tengah berlangsung saat ini. Pemerintah juga menyatakan bahwa rasa simpati yang sedalam-dalamnya dari seluruh rakyat Indonesia menyertai bangsa Arab yang berjuang untuk memperoleh kembali wilayah negaranya. Pernyataan sikap Pemerintah Indonesia itu dibacakan oleh Menteri Luar Negeri a.i., Oemar Senoadji, seusai menghadap Presiden Soeharto di Cendana pagi ini.

Senin, 13 Oktober 1975

Menteri Luar Negeri Adam Malik menghadap Kepala Negara pagi ini di Bina Graha. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir satu jam itu antara lain telah dibicarakan persoalan Timor Portugis.

Usai pertemuan dengan Menteri Adam Malik, Presiden menerima Raj Bahadur Menteri Pariwisata Sipil India, yang dalam hal ini bertindak sebagaiutusan khusus PM Indira Gandhi. Kedatangan Raj Bahadur adalah untuk menyampaikan surat PM India kepada Presiden Soeharto. Pada kesempatan ini Bahadur telah membicarakan dengan Presiden Soeharto pandangan kedua negara tentang Gerakan Non-Blok dan masalah-masalah yang dihadapinya.

Kamis, 13 Oktober 1977

Pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan Emir Qatar di Istana Doha. Hal-hal yang dibahas dalam pertemuan itu meliputi hubungan bilateral, maslah Timur Tengah dan soal-soal Internasional lainnya. Kedua kepala negara sepakat tentang maslah keamanan, stabilitas dan perdamaian yang hakiki, dimana tujuan-tujuan yang mulia itu tidak mungkin dapat diwujudkan di wilayah Timur Tengah apabila Israel tidak mengundurkan diri dari seluruh wilayah Arab yang didudukinya terasuk Baitul Makdis  dan dipulihkannya semua hak sah rakyat palestina serta keleluasaan menggunakan hak mereka untuk menentukan nsib mereka sendiri.

Kepada Emir Qatar, Presiden Soeharto menjelaskan tentan perkembangan terakhir di Asia Tenggara, khususnya menyangkut ASEAN dan maslah Timor Timur. Dalam hubungan ini, Sheikh Khalifah Bin Hamad al Thani menyatakan dukungan Qatar sepenuhnya atas posisi Indonesia dalam masalah Timor Timur, dan menekankan bahwa masalah tersebut adalah persoalan dalam negeri Indonesia.

Presiden Soeharto beserta rombongan sore ini tiba di Abu Dhabi, dan disambut oleh Presiden Emirat Arab, Sheikh Zayet bin Sultan al Nhyan. Di lapangan udara, tidak diadakan upacara kebesaran militer, sebab ini merupakan protokoler yang berlaku di negara tersebut.

Hari ini Presiden Soeharto meninjau kota Al Ain yaitu tempat kelahiran Presiden Emirat. Kota tersebut terletak sekitar 60 kilometer dari Abu Dhabi. Di kota ini Presiden Soeharto dan Sheikh Zayet bersembahyang Jumat.

Pembicaraan resmi kedua belah pihak dimulai malam ini. Namun sebelumnya telah diadakan jamuan makan kenegaraan oleh Sheikh Zayet bin Sultan al Nahyan sebagai penghormatan kepada Presiden Soeharto.

Jumat 13 Oktober 1978

Pukul 19.00 malam ini, bertempat di Cendana, Presiden Soeharto menerima 98 orang Perintis Kemerdekaan dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pada kesempatan ramah tamah, Kepala Negara mengatakan bahwa para Perintis Kemerdekaan tidak perlu berkecil hati melihat kenyataan bahwa masyarakat adil dan makmur yang menjadi tujuan proklamasi kemerdekan sampai sekarang ini masih belum terwujud. Sekalipun demikian, kata Presiden, bangsa Indonesia harus mensyukuri hasil-hasil pembangunan yang dicapai selama sepuluh tahun terakhir ini, yang antara lain berupa menurunnya jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan. Kini tinggal 30% saja dari seluruh bangsa Indonesia yang miskin, demikian dikatakannya.

Senin, 13 Oktober 1980

Menteri Penerangan Papua Nugini, Clement Poye, pagi ini diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Dalam pertemuan yang singkat itu, Presiden telah menjelaskan tentang fungsi Departemen Penerangan di Indonesia, terutama untuk menggairahkan pelaksanaan pembangunan dan untuk terus menerus memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Juga dikatakan oleh Presiden bhwa Indonesia dalam perjalanan sejarahnya tidak hanya menunjukkan keberhasilan dan kemajuan, tetapi juga pernah membuat kesalahan-kesalahan. Menurut Presiden dalam hal ini Papua Nugini lebih beruntung, karena dalam berbagai usaha pembangunan akan dapat menghindari kesalahan dengan mempelajari kekeliruan yang pernah dibuat Indonesia.

Rabu, 13 Oktober 1982

Pukul 09.00 pagi ini bertempat di KBRI Washington, Presiden dan Ibu Soeharto beramahtamah dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan itu, Presiden antara lain menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak begitu terganggu oleh resesi ekonomi dunia, karena ketahanan ekonomi Indonesia kuat berkat hasil-hasil pembangunan yang dicapai selama ini. Setelah menguraikan tentang pembangunan yang sedang berlangsung di tanah air, Presiden membantah anggapan-anggapan sementara kalangan bahwa kunjungannya ke Amerika Serikat dan negara-negara lain sekarang ini adalah untuk mencari bantuan atau mengemis dana. Dijelaskannya bahwa kunjungan ini perlu dilakukan untuk peningkatan ekspor non-migas, sehingga ketergantungan kita pada ekspor minyak makin dapat diperkecil.

Jam 10.35 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto dilepas secara resmi oleh Menteri Luar Negeri dan Nyonya George Schultz di Washington Monument Grounds. Dari sini, dengan menumpang helikopter, Presiden dan Ibu Soeharto terbang ke Pangkalan Udara Andrews, dan selanjutnya dengan pesawat DC-10 Garuda meneruskan perjalanan ke Florida dan Houston.

Sabtu, 13 Oktober 1984

Pukul 09.00 pagi ini, di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Ketua Kamar Dagang dan Industri Austria, Rudolf Sallinger, yang didampingi oleh Ketua Umum Kadin Indonesia, Sukamdani S Gitosardjono. Hadir pula dalam pertemuan tersebut Dita Besar Austria, Ernst Illsinger. Dalam pertemuan ini telah dibahas usaha-usaha untuk lebih meningkatkan hubungan perdangan antara kedua negara. Pada kesempatan itu Rudolf Sallinger menyampaikan kenang-kenangan berupa turbin generator 300 KVA, atas nama Pemerintah Austria. Sebagai balasan Presiden Soeharto menyampaikan satu set buku berjudul 30 Tahun Indonesia Merdeka.

Presiden memberi petunjuk kepada Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras, Hasjrul Harahap, agar segera mengadakan semacam seminar untuk membahas upaya-upaya peningkatan pendapatan petani tembakau, yang umumnya mempunyai lahan sempit, supaya mereka dapat menikmati harga tembakau yang baik. Ini merupakan tanggapan Kepala Negara atas laporan Menteri Hasjrul harahap pagi ini di Bina Graha, mengenai hasil lawatannya kedaerah penghasil tembakau.

Selain itu Ir. Hasjrul Harahap melaporkan juga kepada presiden mengenai tanaman kapas yang sudah mencapai 250.000 HA dalam repelita IV, swhingga dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 1 juta kepala keluarga. Masalah yang dihapai dalam hal ini ialah bibit kapas yang masih di impor. Untuk itu presiden meminta agar PT. Kapas indah dan PT. Perkebunan mengimpor bibit kapas unggul dalam upaya peningkatan pembibitan dalam negri. 

Senin, 13 Oktober 1986

Pukul 09.00  pagi ini, Presiden dan Ibu Soeharto menjemput kedatangan perdana menteri india dan nyonya Sonia Gandi dipelabuhan udara internasional Halim perdanakusuma. Kunjungan PM rajiv Ghandi ini merupakan balasan atas persinggahan singkat presiden soeharto di new delhi pada bulan november tahun yang lalu. Setelah acara penyambutan secara kebesaran militer, PM Rajiv Ghandi dan isterinya langsung menuju istana merdeka untuk mengadakan kunjungan kehormatan Presiden dan Ibu Soeharto. 

Pukul 14.00 siang ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan PM Rajiv Ghandi. Dalam pembicaraan yang berlangsung selama dua jam itu, banyak masalah bilateral, regional, dan internasional yang telah disinggung dan keduanya mencapai kata sepatakat. 

Kesepatakan itu antara lain menyangkut persoalan keberadaan gerakan non-blok. Keduanya sepakat bahwa gerakan itu perlu diselamatkan dan diarahkan kembali pada perjuangan semula, dan untuk  itu keduanya akan terus bekerjasama. Dalam hubungan ini presiden menjelaskan latar belakang keinginan indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT non-blok pada tahun 1989. Diterangkan oleh kepala negara bahwa Indonesia mau menjadi tuan rumah bukan hanya sekedar tuan rumah, melainkan untuk memurnikan dan menyelamatkan arah gerakan non-blok yang pembentukannya ikut dipelopori oleh Indonesia itu. 

Untuk menghormat kunjungan Perdana Menteri Rajiv Ghandi, malam ini presiden dan ibu soeharto mengadakan jamuan santap malam kenegaraan di istana negara. Acara jamuan yang mulai pada jam 20.00 itu dilengkapi dengan pertunjukan tari-tarian dari berbagai daerah, sehingga baru berakhir menjelang tengah malam. 

Memberi kata sambutan pada jamuan makan malam itu, presiden Soeharto mengatakan rasa syukurnya atas terhindarnya Rajiv Gandhi dari percobaan pembunuhan beberapa waktu yang lalu. Dikatakannya bahwa setelah peristiwa tersebut PM India tetap melakukan lawatan ke Indonesia, hal itu merupakan bukti dari tekat kedua negaara untuk makin meningkatkan hubungan yang akrab . lebih jauh dikatakan oleh Kepala Negara bahwa sebagai sesama negara yang sedang membangun, kedua negara mempunyai kepentingan utama untuk meningkatkan kerjasama, baik dalam rangka internasional maupu  internasional dalam rangka bilateral. Secara internasional kerjasama antara kedua negara makin terasa nyata .ditengah-tengah suasana dunia yang serba tidak menentu dan penuh kerawanan. 

Dikemukakan pula oleh Presiden bahwa Indonesia mengikuti dengan penuh harapan perkembangan yang terjadi di Asia Selatan, terutama atas berhasilnya negara-negara di kawasan itu membentuk kerjasama regional dengan tujuan yang tidak jauh berbeda dari tujuan ASEAN di kawasan ini. Dikatakannya bahwa jika kedua organisasi regional yang berdekatan ini dapat mengembangkan kerjasama yang lebih luas, maka manfaatnya bukan dirasakan oleh negara-negara dikedua kawasan yang besar jumlah penduduknya itu, tetapi juga dapat memberi sumbangan bagi ketentraman dan kesejahteraan dunia. 

Jum’at 13 Oktober 1989

Pukul 19.00 malam ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden dan Ibu Soeharto menerima kunjungan perpisahan Paus Paulus II. Dalam pertemuan yang berlangsung selama setengah jam, Pauss antara lain mengatakan kepada kepala negara bahwa pembanguna di indonesia telah membawa banyak hasil. Dikatakannya bahwa ia merasakan kunjungannya di daerah daerah sangat berguna baginya karna telah memungkikannya menyaksikan segi-segi kehidupan bangsa indonesia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. 

Sabtu, 13 Oktober 1990

Presiden dan Ibu Soeharto melakukan kunjungan kerja di Medan sepanjang pagi dan siang ini dalam rangka peresmian sejumlah proyek pembangunan. Proyek-proyek yang diresmikan Kepala Negara di Belawan itu adalah 21 pabrik pengolah minyak kelapa sawit ( CPO, crude palm oil ) dan minyak inti sawit ( PKO, palm kernel oil ), serta 33 pabrik lain dan sebuah kawasan industri. Proyek yang tersebar di tujuh provinsi itu dibiayai oleh investasi sebesar Rp,596 miliar dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 18.232 orang. Dari proyek ini pemerintah mengharapkan masuknya devisa sebanyak US$ 575 juta setiap tahun. 

Selasa, 13 Oktober 1992

Presiden Soeharto pagi ini  di Bina Graha menerima Menteri Tenaga Kerja Cosmos Batubara. Ia menghadap Kepala Negara untuk melapor tentang unjuk rasa para pekerja, masalah tenga kerja asing serta mengenai masalah pemberian penghargaan dibidang KB pada berbagai perusaahan di Semarang. 

Dalam pertemuan itu Presiden memberikan petunjuknya agar departement tenaga kerja semakin memasyarakatkan ketentuan upah minimum sehingga bisa menghindari terjadinya gejolak. Sedangkan mengenai tenaga kerja asing, kepala negara menggariskan agar proses Indonesianisasi semakin ditingkatkan, sehingga pada akhirnya para pekerja Indonesia mampu menggantikan tenaga kerja asing tersebut.       

Sumber : Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1 - 6