PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 17 November 1965 - 17 November 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 17 November 1965

Pagi ini berlangsung rapat umum kaum buruh di lapangan benteng, Jakarta. Rapat umum tersebut dihadiri oleh kurang-lebih 100.000 oarang buruh yang tergabung dalam beberapa organisasi buruh, seperti KBM, Saburmusi, Kubu Pancasila, KBKI, Kespekri, Sentral Organisasi Buruh Pancasila, Gasbiindo, GOBSI Indonesia, Kongkarbusoksi, dan KB1M. Rapat umum tersebut mengeluarkan resolusi yang berbunyi:

1.    Beretekad bulat menumpas habis sampai ke akar-akarnya petualang kontrev Gestapu yang didalangi/dilakukan/didukung oleh PKI serta organisasi-organisasi masanya, yang nyata-nyata melakukan penyelewengan, terhadap revolusi 17 Agustus 1945.

2.    Memohon kepada Presiden Soekarno untuk membersihkan kabinet dan rapat-rapat revolusi lainya dalam segala tingkat dari unsur-unsur/oknum-oknum kontrev, karena untuk ini mutlak diperlukan pembantu-pembantu Presiden yang tidak diragukan kesetiaannya kepada Presiden soekarno.

3.    Meminta Presiden Soekarno untuk memberikan penjelasan politik terhadap petualang kontrev Gestapu dan pembubaran PKI, SOBSI, serta organisasi-organisasi massanya, termasuk Bakperi, sehingga semua kekuatan disatupadukan guna mengemban Ampera, mengamankan revolusi Indonesia yang anti-Nekolim  dan anti-Feodal

4.     Mohon kepada Presiden Soekarno agar didalam segala kegiatan revolusi dapat ditempatkan wakil-wakil buruh progresif-revolusioner sebagai sokoguru revolusi, khususnya, bidang ekonomi, dapat diikut sertakan didalam task force-task force  ekonomi, sehingga secapa positif lebih memperhebat usaha-usaha mempertinggi produksi, mengamankan alat-alat didalam produksi, demi tercapainya prinsip berdikari dibidang ekonomi.

Jum’at, 17 November 1966

Penjabat Presiden dalam amanat tertulisnya pada pembukaan musyawarah kerja nasional dan simposisium budaya dan festival seni dari Ikatan Seniman Budayawan Muhammadiyah (ISBM) seluruh Indonesia di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, mengatakan bahwa melalui seni budaya hendaknya dapat dibina masyarakat yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang cinta kepada tanah air dan bangsanya, yang menjunjung tinggi dan akhlak kemanusiaan, yang berani berjuang untuk keadilan dan kebenaran, serta berjiwa dinamis untuk kemajuan lahiriah dan batiniah.

Senin, 17 November 1969

Presiden Soeharto mengeluarkan keputusan Presiden No. 93 tahun 1969 tentang pembentukan Panitia Dana Pengasuhan Putera-Puteri Pedalaman Irian Barat. Lembaga ini dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto, dengan dibantu oleh sektor I/Irian Barat. Adapun tugas lembaga ini adalah menyelenggarakan pengurusan dana serta segala bentuk sumbangan lainya sebangai usaha untuk meningkatkan kehidupan putera-puteri pedalaman Irian Barat.

Jum’at, 17 November 1972

Sore ini Presiden Soeharto berunding dengan Presiden Franz Jonas di Istana Habsbrug. Tidak ada pemberitaan resmi mengenai pembicaraan kedua negara tersebut. Akan tetapi diduga kedua kepala negara telah membicarakan kemungkinan-kemungkinan untuk memperluas kerjasama yang selama ini telah ada diantara kedua bangsa.

Sore ini Presiden soeharto bertemu dengan pengusaha-pengusaha Austria. Pada kesempatan itu Presiden mengajak pengusaha-pengusaha tersebut untuk menanamkan modal meraka di Indonesia. Dalam hubungan ini Presiden mengatakan bahwa kesempatan untuk menanam modal di Indonesia masih terbuka luas. Indonesia dewasa ini sedang menyempurnakan prosedur penanaman modal, sehingga akan memperlancar pelaksanaan penanaman modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Rabu, 17 November 1976


Pukul  10.00 pagi ini Presiden Soeharto berangkat menuju Jawa Barat dan Jawa Tengah, dalam rangka  kunjungan kerja in cognito. Dalam kunjungan tidak resmi ini, Kepala Negara meninjau daerah-daerah pedesaan di kedua provinsi itu sampai dengan tanggal 21 November. Dengan didampingi oleh sejumlah kecil pengawal, berdialog dengan para petani, pedagang kecil serta guru di daerah-daerah pedesaan yang dilaluinya.

Jum’at, 17 November 1978

Direktur Jenderal Bea dan Cukai menghadap Presiden soeharto di Cendana. Pada kesempatan itu Kepala Negara telah meminta semua petugas Bea Cukai untuk memeberikan pelayanan yang cepat bagi pengeluaran barang impor jenis bahan baku dan penolong untuk keperluan industri dalam negeri. Dengan pelayanan cepat akan dapat dihindari beban tambahan biaya produksi bahan dalam negeri, karena ongkos gudang dapat ditekan, serta kemungkinan hilang dan rusaknya barang digudang pelabuhan dapat diperkecil.

Kepala Negara juga mengharapkan agar para petugas Bea dan Cukai dapat terus meningkatkan kewaspadaan dalam penyelesaian barang impor, sehingga barang impor tidak merusak harga barang dalam negeri. Untuk itu setiap petugas Bea dan Cukai diperintahkan untuk menetapkan Bea masuk dan pungutan impor lainya sesuai dengan jenis (tarif), harga

Dalam pertemuan itu, Presiden juga memerintahkan agar usaha pemberantasan penyeludupan terus ditingkatkan, kerna barang seludupan akan menggangu perkembangan industri dalam negari. Demikian dikatakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Tahir, sesuai menghadap Kepala Negara.

Sabtu, 17 November 1979

Presiden Soeharto dan rombongan pagi ini tiba di lapangan udara Kolombo, Katunakaye, dan disambut oleh Presiden republik Demokrasi Sosial Sri Lanka dan Nyonya Jayewadene, serta para penjabat tinggi lainya. Setelah memeriksa barisan kehormatan, Presiden dan rombongan menuju istana kepresidenan.

Sore ini Presiden soeharto mengadakan  pembicaraan dengan Presiden Jayewardene. Fokus pembicaraan mencangkup masalah-masalah bilateral dan Internasional. Dalam pembicaraan masalah internasional, kedua telah menyinggung penyelesaian masalah Kamboja; dalam hal ini Presiden Jayewarende ingin mengetahui pandangan Indonesia. Menyangkut hubungan bilateral, kedua negarawan membahas cara-cara untuk meningkatkan hubungan perdagangan. Antara lain telah disinggung mengenai kemungkinan bagi sri Langka untuk mengimpor semen, baja, dan kayu dari Indonesia.

Selajutnya Presiden Soeharto menegaskan bahwa kita perlu terus bergandengan tangan dalam mengusahakan terciptanya perdamaian dunia yang mantap, sebab, demikian Kepala Negara, tanpa perdamaian, maka pembangunan masyarakat kita akan selalu terganggu.

Selasa, 17 November 1981

Hari ini Presiden soeharto meresmikan penggunaan bendungan serba guna Wonogiri, Jawa Tengah. Bendungan yang diberi nama “ Gajah Mungkur” ini merupakan pengembangan untuk memanfaatkan sumber-sumber air Bengawan Solo dan anak-anak sungainya. Dengan adanya bndungan ini, maka banjir yang kerap melanda wilayah aliran sungai ini dapat dikendalikan, disamping kita dapa menambah jaringan irigasi, dan membangun pembangkit listrik tenaga air.

Menyambut peresmian waduk ini, Kepala Negara mengatakan bahwa untuk memenfaatkan dan mengembangkan sumber air dari sebuah sungai saja, kita perlukan waktu yang lama disertai dengan kerja keras dari beribu-ribu orang serta modal yang besar. Padahal, demikian Presiden, pengembangan dan pemanfaatan sumber-sumber air Bengawan Solo ini, baru merupakan satu masalah dari sekian banyak masalah pembangunan. Sedang pembangunan yang kita lakukan ini, tidak saja menangani satu atau dua ataupu beberapa masalah, tetapi beratus-ratus bahkan beribu-ribu masalah beras dan kecil. Dan masalah-masalah yang harus kita tangani juga tidak akan pernah selesai, sebab pembangunan selalu membawa persoalan-persoalan dan tuntutan-tuntutan baru.

Rabu, 17 November 1982

Gubernur Irian Jaya yang baru, Izaac Hindom, pagi ini menghadap Kepala Negara di Cendana. Setelah menghadap, ia mengatakan bahwa pada prinsipnya Presiden sependapat dengan dengan pemerintah daerah agar Provinsi Irian Jaya di kemudian hari dapat dikembangkan menjadi tiga provinsi.Dikemukakan oleh Gubernur Hindom bahwa dengan hanya satu provinsi sekarang ini, maka dirasa sangat berat untuk menangani wilayah yang begitu luas dengan medan yang sangat sulit.

Kamis, 17 November 1983

Presiden Soeharto hari ini mengeluarkan Keputusan Presiden No. 60 Tahun 1983 tentang pokok-pokok dan susunan organisasi ABRI. Dalam Keppres ini organisasi ABRI disusun dalam tiga tingkatan, yaitu tingakat Angkatan dan Polri, dan tingkat Komando Utama Operasionil. Juga ditetapkan bahwa pembantu pimpinan ABRI terdiri dari dua orang kepala staf, yaitu Kepala Staf Umum dan Kepala Staf Sosial Politik, serta seorang Inspektur Jendral dan Perbendaharaan.

Sabtu, 17 November 1984


Selama satu jam pagi ini Presiden Soeharto menerima Duta Besar RI untuk Australia, Agus Marpaung  SH, di Cendana. Duta Besar Marpaung menghadap Kepala Negara untuk meminta petunjuk sebelum ia ke posnya di Canberra. Setelah meghadap ia meningkatkan usaha diplomasi perjuangan untuk memelihara hubungan baik serta membangun lebih banyak jembatan hubungan antara Indonesia dan Australia.

Senin, 17 November 1986

Inspektur Jenderal Pembangunan karnodo menghadap Presiden soeharto pagi ini di Bina Graha. Pada kesempatan itu ia memberikan laporan mengenai hasil kunjungan  kerjanya di Jawa Barat, antara lain meninjau lokasi letusan Gunung Galinggung didaerah Tasikmalaya.

Menaggapi laporan tersebut, Kepala Negara menganjurkan agar keperluan pasir untuk kegiatan-kegiatan pembangunan di Jakarta lagi diambil dari Tanggerang, karena dapat merusak lingkungan. Sebagai gantinya, pasir untuk kebutuhan pembangunan kota Jakarta didatangkan saja dari Gunung Ganlunggung, yaitu pasir muntahan Gunung berapi itu.

Selasa, 17 November 1987

Menteri Luar negeri Filipina, Raul Manglapus, pada jam 09.00 pagi ini mengunjungi Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia menemui Kepala Negara untuk membicarakan masalah penyelenggaraan KTT ASEAN ketiga, yang akan berlangsung di Manila pada pertengahan Desember yang akan datang. Dalam pertemuan itu, Presiden sekali lagi menegaskan bahwa ia akan menghadiri KTT, dan sejak semua sama sekali tidak ada keraguan dalam dirinya tentang hal itu. Sekeluar dari kamar kerja Kepala Negara, Menteri Filipina itu mengatakan bahwa pemerintah Filipina sangat berterima kasih atas konfirmasi yang diberikan Presiden Soeharto. Dikatakanya bahwa pemerintahnya menganggap Presiden soeharto sebagai pemipmpin penting di Asia Tenggara.

Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan Presiden OPEC yang juga Menteri Perminyakan Nigeria, Rilwanu Lukman, Menteri Perminyakan Venezuela, Arturo Hernandes Grisanti, dan Sekertaris Jenderal OPEC, Fadhil al-Cahalabi, di Bina Graha. Dalam pertemuan ini Presiden Soeharto di dampingi Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto.

Kepada para tamunya, Presiden soeharto menyatakan mendukung sepenuhnya usaha-usaha yang dilakukan OPEC untuk mengupayakan tercapainya stabilitasi harga minyak yang masih terus berfluktiasi dewasa ini. Dikatakanya Indonesia bisamemahami keinginan beberapa anggota OPEC untuk menaikan harga patokan OPEC menjadi US$18,- per barel, namun yang lebih penting adalah jangan sampai harga patokan itu merusak pasaran.


Rabu, 17 November 1988

Kepala Negara menginstruksikan Jaksa Agung untuk mengusut secara tuntas pelaku utama penyebar isu lemak babi. Yang menjadi pertimbangan Presiden dalam hal ini ialah bahwa isu tersebut meresahkan masyarakat dan para pengusaha, sehingga bisa menggangu perekonomiaan negara. Demikian diungkapkan Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono setelah menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Ditambahkan oleh Jaksa Agung bahwa orang-orang sengaja berbuat sengaja itu dapat dikategori sebagai tindak pidana subversi sebab isu-isu itu menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan terhadap masyarakat maupun industri.

Sabtu 17 November 1990


Presiden Soeharto dan Presiden yang Shangkun pagi ini menyaksiakan penandatanganan “Memorandum of Understanding”  dan “Agreed Minutes” hasil pembicaraan tentang kerjasama ekonomi dan perdagangan. Penandatanagan itu dilakukan oleh Menko Ekuin Radius Prawiro dan menteri  Perdaganagan Luar Negara Zheng Tao Bin atas nama pemerintah masing-masing. MOU ini memuat kesepakatan kedua pemerintah untuk membentuk komisi bersama dalam bidang ekonomi, perdegangan dan kerjasama teknik.

Pada akhir kunjungan Presiden Soeharto di Beijing telah dikeluarkan sebuah pernyataan bersama. Pernyataan bersama  itu antara lain menyatakan kesepakatan kedua pihak bahwa normalisasi hubungan diplomatik pada tanggal 8 Agustus yang lalu telah memebawa hubungan bilateral kepada  tahapan baru yang memebuka kesempatan-kesempatan untuk memperluas  hubungan dan kerjasama  di antara kedua Negara. Kedua belah pihak mengulangi lagi komitmen mereka untuk mematuhi Dasar Sila Bandung dan Lima Prinsip Hidup berdampingan  Secara Damai Secara Damai sebagai landasan bagi pengembangan jangka panjang hubungan kerjasama yang bersahabat antara kedua negara.

Kedua negara menyatakan keyakinan bahwa terdapat potensi  besar untuk mengembangkan kerjasama ekonomi , perdagangan, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua negara juga sepakat untuk membuka bidang baru bagi kerjasama atas dasar persamaan dan saling menguntungkan. Disepakati pula untuk menjejaki kemungkinan mengembangkan kerjasama dan peluncuran satelit. Selain itu juga disepakati untuk meningkatkan tukar menukar antara kunjungan antara pejabat pemerintah dan swasta kedua negara. Dalam hubungan ini, Presiden Soeharto telah mengundang Presiden Yang Shangkun untuk berkunjung ke Indonesia; undangan mana diterima dengan baik.

Minggu, 17 November 1991

Sehubungan dengan terjadinya insiden Dili pada hari ini selasa yang lalu, Siang ini Menteri/Sekertaris Negara menyampaikan pernyataan pemerintah. Antara lain dikatakannya bahwa pemerintah menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut, yang telah menimbulkan korban baik dikalangan anggota masyarakat maupun diantara aparat keaamanan. Disamping setelah jatuh korban, pemerintah juga mencatat dengan rasa prihatin yang mendalam dengan adanya provokasi-provokasi yang dipersiapkan terlebih dahulu oleh unsur-unsur tertentu.

Presiden menginstruksikan agar penaganan masalah ini dilakukan dengan ceramat dan kordinasi yang sebaik-baiknya. Untuk itu akan dibentuk suatu Komisi Penyelidik Nasional, dibawah pimpinan seorang Hakim Agung dan terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman, Markas Besar ABRI, serta anggota DPR dan DPA.


Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Andrianto