Selasa, 5 Oktober 1965
Bertepatan dengan hari ABRI ke-20, hari ini jenazah tujuh Pahlawan Revolusi diberangkatkan ke Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, dari MBAD di Jalan Merdeka Utara iringan jenazah dilepas oleh jutaan rakyat Jakarta sepanjang jalan menuju Kalibata. Sementara, suasana kota diselimuti mendung yang diselingi hujan rintik-rintik. Waperdam I Dr. Soebadrio ditunjuk oleh Presiden sebagai Inspektur Upacara dalam pemakaman tersebut.
• Sementara itu upacara pelepasan jenazah di MBAD pagi ini Jendral Nasution, dengan tersendat-sendat mengatakan ;-.. “ fitnah, fitnah adalah lebih kejam dari pembunuhan. Tetapi kita jangan dendam hati. Kami semua sedia juga mengikuti adik-adik, jika memang fitnah itu benar . kami akan buktikan. Hari ini adalah hari angkatan perang yang selalu gemilang akan tetapi kali ini dihinakan oleh khianatan, dihinakan kekejaman,...”
Kamis, 5 Oktober 1967
Hari ini Pejabat Presiden Jendral Soeharto menghadiri dan bertindak sebagai Inspektur Upacara pada siang hari ulang tahun ABRI ke-22 yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta. Dalam amanatnya, Pejabat presiden menegaskan bahwa tugas yang dipukul ABRI masih berat, dan selama 22 tahun ini ABRI telah berusaha melaksanakan tugas itu sebaik-baiknya. Akan tetapi, kata jendral Soeharto, apa yang dapat di sumbangkan ABRI masih terasa kurang bila di bandingkan dengan apa yang diharapkan oleh rakyat.
Sabtu, 5 Oktober 1968
Hari ini segenab bangsa Indonesia, dan khususnya anggota ABRI, memperingatinya ulang tahun ABRI ke-23. Dalam memperingati ulang tahun ABRI pagi ini, Presiden Soeharto menyampaikan bahwa tidak ada alasan untuk menghawatirkan peranan ABRI yang besar dalam berbagai bidang pemerintahan sekarang ini. Presiden mengatakan bahwa peranan yang besar itu “ sama sekali bukan didorong oleh karena itu ABRI haus kekuasaan, melainkan semata-mata untuk memenuhi kehendak rakyat sebagaimana naluri ABRI yang sejak dilahirkan 23 tahun yang lalu selalu tunduk kepada rakyat”.
Minggu, 5 Oktober 1969
Pada upacara peringatan Hari ABRI ke-24 hari ini di Senayan, Presiden Soeharto mengungkapkan perubahan dan penyempurnaan struktur organisasi dan prosedur dalam departemen Hankam. Sebagai langkah pelaksanaan pertama, mulai hari ini ABRI dinyatakan terdiri atas Angkatan Perang Republik Indonesia ( APRI ), dan Kepolisian Negara ( Polri ). Dalam rangka itu, maka sambutan panglima, angkatan diganti dengan kepala staf. Menurut presiden penyempurnaan-penyempurnaan akan melaksanan secara bertahap dengan tujuan mencapai peningkatan integrasi dan konsolidasi dalam tubuh ABRI.
Menjelaskan perubahan-perubahan diatas, presiden mengatakan bahwa Menhamkan/ Panglima ABRI merupakan pembantu presiden dalam masalah pertahanan dan keamanan yang mempunyai wewenang menentukan kebijakan dan starategi serta pimpinan oparasional hankam.
Menhamkam/Pangab dibantu oleh Wakil Panglima Angkatan Bersenjata ( Wapangab ) dan Staf Hankam, yang terdiri dari staf umum, staf departemen dan staf kekaryaan beserta sejumlah badan pelaksana pusat. Untuk melaksanakan operasi-operasi hankamnas disusun komando-komando utama yang telah ada, akan di bentuk wilayah Komando-komando pertahanan yang akan membina dan semua kegiatan operasional atas seluruh potensi Hankamas di dalam wilayahnya. Komando-komando utama itu akan berada langsung di bawah Menhankam/Pangab. Demikian diungkapkanoleh Presiden.
Senin, 5 Oktober 1970
Menhamkam/Pangab dibantu oleh Wakil Panglima Angkatan Bersenjata ( Wapangab ) dan Staf Hankam, yang terdiri dari staf umum, staf departemen dan staf kekaryaan beserta sejumlah badan pelaksana pusat. Untuk melaksanakan operasi-operasi hankamnas disusun komando-komando utama yang telah ada, akan di bentuk wilayah Komando-komando pertahanan yang akan membina dan semua kegiatan operasional atas seluruh potensi Hankamas di dalam wilayahnya. Komando-komando utama itu akan berada langsung di bawah Menhankam/Pangab. Demikian diungkapkanoleh Presiden.
Senin, 5 Oktober 1970
Upacara peringatan hari ABRI yang ke-25 dipusatkan di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta, dimana Presiden soeharto bertindak sebagai inspektur upacara. Dalam amanatnya, Presiden antara lain mengatakan bahwa selama 25 tahun ABRI telah banyak berbuat dalam menegakkan prinsip dan cita-cita kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera, lebih adil untuk kita semuanya. Hal ini dilakukan berdasarkan keyakinan ABRI pada Pancasila dan UUD 1945 serta kecintaanya kepada negara kesatuan RI. Dalam melakasanakan tugas-tugas tersebut ABRI selalu mendapatkan dukungan dari rakyat, karena rakyat tahu bahwa ABRI berjuang untung kepentingan rakyat. Unsur dukungannya rakyat ini merupakan salah satu modal ABRI yang terpenting, yang tidak boleh terlepas dari tangannya.
Menyinggung tentang dwifungsi, Presiden mengatakan bahwa segala yang dilakukan ABRI itu berdasarkan tatacara, berdasarkan aturan permainan. ABRI duduk dalam lembaga perwakilan rakyat di pusat maupun di daerah, menjadi gubernur sampai lurah berdasarkan pilihan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan yang lebih penting lagi ABRI menerima tugas-tugas tersebut karena didorong oleh idealisme perjuangan, bukan karena jabatan, bukan karena ingin menumpuk kekuatan untuk kepentingan sendiri.
Presiden mengingatkan hendaknya tidak ada satu golongan yang berdasarkan kemauannya sendiri ingin mengubah sistem dwifungsi ini. Desakan semacam ini, dapat menumbuhkan sentimen-sentimen ABRI untuk melakukan tundakan-tindakan yang tidak demokratis. Namun, presiden juga menambahkan adalah tugas ABRI untuk menjaga jangan sampai pelaksanaan dwifungsi itu menimbulkan ekses-ekses negatif atau pun keluar dari relnya, dan menyentuh bidang-bidang yang tidak perlu.
Selasa, 5 Oktober 1971
Menhamkan/Pangab Jendral Soeharto dalam amanatnya pada peringatan hari ABRI ke-26 hari ini mengatakan bahwa tugas angkatan perang dan kepolisian RI dalam pembangunan sungguh tidak ringan. Angkatan perang dan kepolisian RI, menurut jendral Soerhato, harus menjadi kekuatan pembaharu masyarakat, sehingga bangsa indonesia tumbuh menjadi bangsa yang modern. Jendral soeharto selanjutnya mengatakan bahwa harus menunjang pelaksanaan pembangunan ekonomi. Menyinggung tentang turut sertanya ABRI dalam kegiatan politik, pemerintahan dan pemnbangunan, dikatakannya oleh presiden bahwa hal itu adalah untuk bersama-sama rakyat menegakkan pembangunan dan membina kehidupan politik yang demokratis berdasarkan pancasila. Ditegaskannya bahwa hal itu bukan untuk kepentingan ABRI, bukan pula untuk mempertahankan kekuasaan, apalagi untuk mendirikan rezim militer. Dikemukakan pila bahwa pelaksanaan peranan ABRI sebagai kekuatan sosial politik dan pengkaryaan anggota-anggota ABRI pada tugas tugas sipil, harus dilaksanakan dengan landasan serta arah suksesnya pembangunan dan kehidupan demokratis itu. Jendral soeharto menilai peranan ABRI sebagai usaha untuk mengembalikan tegaknya wibawa dan kemampuan aparatur sipil.
Bertepatan dengan Hari ABRI ke-26 ini Menhamkam/Pangab meresmikan kembali penggunaan nama sebutan Tentara Nasional Indonesia bagi angkatan perang RI. Menurut Jendral Soeharto sebutan TNI mempunyai arti yang lebih besar dan luas, karena akan terus mengingatkan tunas-tunas muda angkatan perang kepda keperibadiannya dan mengingatkan generasi-generasi bangsa muda kepada dasar dan cita-cita kemerdekaan. Oleh sebab itu perubahan sebutan Angkatan perang menjadi TNI bukanlah sekedar perubahan nama, tetapi harus berarti pembaruan jiwa.
Kamis, 5 Oktober 1972
Presiden Soeharto menolak anggapan bahwa pemeliharaan stabilitas nasional sekarang ini terlalu ketat, dan tidak memungkinkan adanya perubahan-perubahan sosial dan politik, pengalaman menunjukkan bahwa pencegahan sebelumnya lebih penting, sebab kita tidak boleh mengambil resiko apapun terhadap kemungkinan terjadinya gejolak-gejolak sosial-politik baru. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto dalam amanatnya pada hari ulang tahun ABRI ke-27 hari ini.
• Bertepatan dengan peringatan Hari ABRI, Presiden Soeharto hari ini meresmikan Museum ABRI di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Museum ini diberinya nama Satria Mandala. Dalam museum ini terdapat visualisasi perkembangan ABRI dari tahun 1945 hingga sekarang.
Rabu, 5 Oktober 1973
Dalam amanatnya pada peringatan hari ABRI ke-28 diparkir timur, senayan, Jakarta, pagi ini. Presiden Soeharto menekankan bahwa keutuhan ABRI lebih diperlukan pada tingkat perjuangan bangsa dewasa ini dimana ABRI memikul tugas sebagai kekuatan pemantap dan penggerak. Menurut presiden, keutuhan itu lebih diperlukan, sebab sejak awal tahun 1966 ABRI dengan sadar memikul tanggungjawab politik yang lebih besar. Artinya. ABRI ikut serta dalam mensukseskan pelaksanaan program-program nasional dalam bidang yang sangat luas ruang lingkupnya. Hal ini dilakukan dengan satu tujuan yaitu, untuk memperkokoh pelaksanaan pancasila dan UUD 1945, untuk kesejahteraan dan kemajuan seluruh bangsa Indonesia.
Selanjutnya ditekankan oleh presiden bahwa di dalam melaksanakan tugas keamanan dan pertahanan nasional, ABRI tidak hanya mengandalkan diri pada kekuatan senjata, melainkan juga harus berusaha untuk mengembangkan asas-asas dan nilai luhur bangsa kita sendiri yang tersimpul dalam pancasila. Ditegaskannya pula bahwa penerapan pancasila dan UUD 1945 dalam seluruh segi kehidupan bangsa kita inilah yang akan merupakan jaminan bagi tumbuhan dan keselamatan bangsa kita seterusnya. Demmikian antara lain yang dikemukakan presiden.
Sabtu, 5 Oktober 1974
Pagi ini hari ABRI ke-29 diperingati secara nasional dalam suatu upacara di parkir timur senayan , jakarta. Presiden soeharto bertindak sebagai inspektur upacara dalam acara peringatan tersebut, dalam amanatnya mengatakan antara lain bahwa bangsa indonesia tidak terkotak-kotak atau terbagi-bagi dalam generasi yang berlainan. Apalagi ABRI, kata kepala negara, tubuhnya tidak terbagi oleh generasi yang lebih muda.
Selanjutnya presiden menegaskan bahwa tahun tahun ini merupakan tahun peralihan generasi. Semangat perjuangan dan cita cita yang besar bersumber pada nilai-nilai 45 harus dipelihara dan diperkuat, tidak hanya oleh ABRI, melainkan juga oleh seluruh bangsa indonesia. Nilai-nilai 45 itu bahkan harus diteruskan dari generasi ke generasi; demikian penegasan Presiden Soeharto.
Minggu, 5 Oktober 1975
Presiden Soeharto mengatakan bahwa ABRI harus berani melihat kembali kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, disamping itu harus berani pula melihat keberhasilan, kekurangan, dan ketertingglannya. Dorongan terhadap ABRI ini dikemukakan kepala negara dalam konteks kejuangan,, dimana seorang pejuang harus memiliki cita-citannya denngan segala usaha serta memiliki pengabdian yang bertekat mewujudkan prinsip dan cita-citanya itu. Demikian antara lain diamanatkan oleh kepala negara yang bertindak sebagai inspektur upacara pada perayaan ulang tahun ABRI ke-30 pagi ini Parkir, Timur, Senayan, Jakarta.
Selasa, 5 Oktober 1976
Ulang tahun ABRI yang ke-31 , pagi ini diperingati dalam suatu upacara di Parkir Timur, Senayan, Jakarta. Dimana Presiden Soeharto bertindak sebagai inpektur upacara dalam amanatnya, kepala negara antara lain mengatakan bahwa peloporan ABRI bukan didasarkan atas paksaan dengan mengandalkan kekuatan senjata, melainkan dengan bekal dan menyebarkan kemurnian semangat 45 adalah kesetiaan pada dasar-dasar dan tujuan kemerdekaan, serta kemampuan untuk mempertahankan dan mewujudkan tujuan kemerdekaan, serta kemampuan untuk menundukan tantangan-tantangan dalam mewujudkannya cita-cita itu.
Lebih jauh dikatakan oleh Presiden bahwa sepanjang hasil pemeriksaan hingga sekarang tidak ada kesatuan ABRI yang kecil sekalipun yang terlibat dalam “Gerakan Sawito” yang baru-baru ini diumumkan oleh pemerintah. Namun demikian dimintanya agar segenap prajurit ABRI senantiasa waspada, karna setiap ada gerakan ilegal dan instruksional dari manapun datangnya, selaluu diusahakan agar ada oknum atau satuan ABRI yang mendukungnya.
Dalam hubungan ini, Presiden Soeharto menegaskan bahwa setiap langka ketatanegaraan harus kita tempuh melalui jalan jalan konstruksional, termasuk mengenai tatacara penggantian presiden yang sedang memegang tampuk pemerintahan negara “ini tidak berlaku pada saat sekarang saya percaya oleh MPR untuk menjadi presiden Republik ini” akan tetapi juga harus tetap berlaku untuk masa-masa akan datang dan selamanya”.
Rabu, 5 Oktober 1977
Peringatan hari ABRI hari ini dipusatkan di Senayan, dimana Presiden Soeharto bertindak sebagai inspektur upacara. Dalam amanatnya Presiden mengemukakan bahwa sebagai kekuatan politik, gagasan dan pikiran ABRI mengenai mengenai masalah kenegaraan tetap disalurkan melalui cara demokrasi dan konstitusional. Juga dingatkan bahwa selama ini ABRI tidak pernah memaksakan kehendaknya. Hal itu menunjukan bahwa ABRI sebagai pengawal Pancasila dan UUD 1945, tetap menjunjung ciri-ciri demokrasi bangsa kita, yaitu mufakat melalui musyawarah.
Menurut kepala negara, sejarahlah yang telah melahirkan peranan kembar ABRI, yang kemudian mendapat tempat dalam kehidupan bangsa dan negara indonesia yang kemudian dikenal dengan nama Dwifungsi ABRI. Tetapi ia menegaskan bahwa Dwifungsi sama sekali tidak berarti bahwa ABRI mencampuri atau mengambil alih urusan sipil, lebih-lebih sidang atau urusan yang telah berjalan dengan baik. Namun dudukannya seorang anggoota ABRI dalam jabatan sipil harus dapat menjadi teladan, baik dalam sidang maupun ideologi, dalam semangat pengabdiannya, dalam disiplin, maupun dalam kehidupan teknis. Demikian antara lain dikatakan oleh presiden soeharto.
Kamis,5 Oktober 1978
Pagi ini di Parkir Timur Senayan, berlangsung peringatan hari ABRI ke-33. Pada peringatan ini Presiden Soeharto telah bertindak sebagai inpektur upacara. Dalam amanatnya Presiden mengajak segenab warga ABRI untuk mempersiapkan dan menghayati kemanunggalan ABRI dengan rakyat.
Dikatakannya bahwa kemanunggalannya itu telah terwujud dalam kehidupan bangsa kita sekarang dan seterusnya. Kemanunggalan itu harus makin diperkuat demi suksesnya tugas sejarah diletakkan diatas pundak ABRI.
Dikatakannya bahwa kemanunggalannya itu telah terwujud dalam kehidupan bangsa kita sekarang dan seterusnya. Kemanunggalan itu harus makin diperkuat demi suksesnya tugas sejarah diletakkan diatas pundak ABRI.
Selanjutnya presiden mengatakan bahwa bagi ABRI tidak ada pilihan lain kecuali ikut mempelopori pengalaman pancasila yang isi dan semangatnya tidak asing bagi prajurit ABRI. Menurut kepala negara membela pancasila yang menjadi ikrar setiap prajurit ABRI dalam sapta marga tidak lain harus juga berarti mengamalkan pancasila. Pancasila akan tetap tegak, apabila setiap manusia indonesia menjadi benteng yang tangguh dalam mengmalkan pancasila. Dan untuk menjadikan setiap manusia Indonesia indonesia tangguh menjadi benteng pancasila, demikian presiden, setiap anggotanya ABRI harus menjadi contoh yang baik melaksanakan P4.
Jum’at, 5 Oktober 1979
Ulang tahun ABRI yang ke-34 hari ini diperingati dalam sebuah upacara di Parkir Timur, Senayan, Jakarta. Dimana Presiden Soeharto bertindak sebagai inspektur upacara, dalam amanatnya, Presiden Soeharto mengatakan, ABRI harus menempatkan diri dan memainkan peranan yang tepat dalam situasi nasional, regional, dan internasional sekarang ini. Hal ini karena ABRI merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional baik sebagai kekuatan pertahanan-keamanan maupun sebagai kekuatan sosial.
Selanjutnya Presiden berbicara secara panjang lebar menganai pengabdian ABRI. Dikatakannya bahwa kepribadian ini lahir dan berkembang dari sejarah perjuangan ABRI sendiri. Karena itu ABRI adalah kekuatan bangsa yang mendukung dan berjuang untuk cita-cita kemerdekaan. Menurut presiden, disinilah letak susana kerohanian dan sumber sejarah yang melahirkan Dwifungsi ABRI. Peranan ABRI sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan dan sebagai kekuatan sosial kekuatan sosial ini teelah dilaksanakan sejak pemula, jauh sebelum dikenal istilah Dwifungsi ABRI.
Diuraikan oleh Presiden bahwa pada tahun perang kemerdekaaan , disamping bertempur ABRI juga ikut membangun pemerintahan gerilya, menerjunkan diri di lapangan pendidikan. Menggerakkan rakyat kan produksi dan sebagainya .jika ABRI melakukan operasi penumpasan dan pemberontaknya, maka hak itu tidak saja dilakukan melaksanakan kewajiban sebagai alat pertahan-keamanan, akan tetapi juga didorong oleh panggilan tugas sebagai pejuang yang harus menyelamatkan dasar dan cita-cita kemerdekaan, sesudah pemberontakan dipsdsmksn, ABRI segera melakukan rahabilitasi sosial untuk pemilihan rakyat pada kehidupan yang hormat. Demikian kepala negara.
Minggu, 5 Oktober 1980
Pagi ini Presiden Soeharto bertindak sebagai inspektur upacara pada peringatan Hari ABRI yang ke-35 yang dipusatkan di Jalan Tol Jagorawi. Peringatan hari ulang tahun ABRI kali ini merupakan upacara terbesar yang pernah diselanggarakan, dengan menggelarkan kekuataan ABRI.
Salah satu acara yang menarik adalah peragaan terjun bebas dari ketinggian 12.000 kaki oleh anggota Kossanda. Begitu mereka mendarat dalam jarak 20 meter dari tribun kehormatan, salah seorang dari mereka menyelamatkan wing kehormatan ke dada Presiden, sementara yang lainnya menyampaikan rangkaian bunga anggrek kepada Ibu Soeharto.
Kepala negara dalam amanatnya antara lain mengatakan bahwa dalam zaman pembangunan masyatrakat modern, kemanunggalan ABRI dan rakyat desa yang kini harus kita pertahankan. Karena itulah, gerakan ABRI masuk desa yang kini sedang kita galakkan lagi merupakan bagian yang penting untuk memperkuat emanunggalan ABRI dan rakyat itu. Apapun yang dikerjakan ABRI dalam gerakan masuk desa ini yang paling utama adalah agar rakyat merasa benar-benar tentram hatinya. Pendek kata, demikian ditegaskannya presiden, ABRI harus tetap berada di hati rakyat dan dicintai rakyat, karena pada rakyat itulah kekuatan ABRI.
Senin, 5 Oktober 1981
Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini menghadiri acara peringatan Hari Ulang Thun ABRI ke-36 yang di pusatkan di Cilegon, Jawa Barat. Presiden bertindak selaku inspektur upacara, dalam amanatnya mengatakan bahwa segala masalah dan tantangan yang dihadapinya, Republik Proklamasi dapat tetap tegak seperti sekarang ini, anatara lain adalah berkat pengawalan yang setia dari ABRI. Di sana-sini dalam sejarah pertumbuhannya, ABRI memang pernah mengalami berbagai luka pada tubuhnya. Namun secara keseluruhan ABRI tetap utuh dan setia kepada pancasila dan UUD 1945, melindungi rakyat dan membentengi negara dari segala macam ancaman.
Selanjutnya dikatakan oleh kepala negara bahwa jika ABRI tetap utuh sampai sekarang, kekuatan pokok keutuhan itu adalah kesetiaan ABRI pada cita-cita rakyat, cita-cita Proklamasi kemerdekaan, jika ABRI berhasil menunaikan panggilannya tugas membela keselamatan rakyat dan melindungi kedaulatan negara. Dengan kemanunggalan ABRI dan rakyat, dan melaksanakan dwi-fungsinya, maka peranan dan kegiatan ABRI sebagai pejuang dan prajurit harus sekaligus merupakan pengalaman Pancasila dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam rangka ini, demikian ditegaskan Presiden, maka peranan ABRI sebagai pejuang dan sebagai prajurit tidak akan meluncur pada kekuasaan yang militeris, otoriter atau totaliter, sebaliknya. ABRI justru berjuang untuk ikut mendorong pertumbuhan kehidupan Demokrasi pancasila dan kehidupan konstitusional berdasarkan UUD 1945.
Selasa, 5 Oktober 1982
Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini mennghadiri upacara peringatan hari ulang tahun ABRI ke-37 ABRI yang berlangsung di Pangkalan Udara Utama Iswahyudi, Madiun Jawa Timur. Dalam amanatnya Presiden antara lain mengatakan bahwa sejalan dengan kemajuan pembangunan kita maka ABRI sekarang makin bertambah kuat. Kita telah memiliki angkatan bersenjata yang kemampunyai personil yang terlatih baik dan sistem persenjataan yang mutakhir di darat, laut dan udara. Kita sudah mempunyai angkatan bersenjata yang kemampuannya yang telah kita capai baru merupakan sistem pertahanan keamanan yang kita bangun, yaitu sistem pertahanan keamanan yang didasarkan pada segenap dukungan potensi nasional secara semesta. Demikian presiden.
Rabu, 5 Oktober 1983
Presiden dan Tien Soeharto pagi ini menghadiri acara upacara Hari Ulang Tahun ABRI ke-38 yang berlangsung di Lapangan Parkir Timur, Senayan, Jakarta. Selain parade dan defile, peringatan ulang tahun ABRI kali ini dimeriahkan pula dengan pameran ini diresmikan oleh Presiden dengan menekan tombol sirine, sementara Ibu Tien melakukan pengguntingan pita.
Dalam amanatnya di depan para anggota ABRI dan undangan lainnya, kepala negara megatakan bahwa dengan kesadaran akan tugas sejarah yang diemban, maka ABRI dengan rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya. Inilah yang menjadi kunci dari mantapnya stabilitas nasional selama ini. Disatu pihak, dengan dwifungsi itu ABRI ikut mengembangkan demokrasi Pancasila dan pihak lain, ABRI secara sadar menghindarkan dari ekses-ekses negatif peranan ABRI dalam pembangunan seperti yang mejadi pengalaman negara-negara lain yang sering melahirkan militerisme, indonesia, dwifungsi ABRI tidak pernah dan tidak akan menjurus kepada militerisme, otoritisme, dan totaliterisme itu, justru karena ABRI adalah kekuatan pendukung dan pembela ideologi negara, pancasila. Yang telah menjadi Sumpah ABRI dalam saptamarga. Demikian antara lain amanat Presiden Soeharto.
Jum’at 5 Oktober 1984
Berkenaan dengan Hari ABRI ke-39, pagi ini Presiden Soeharto bertindak selaku inspektur upacara pada peringatan yang berlangsung di Parkir Timur, Senayan, Jakarta. Mulai pukul 08.00 acara ini antara lain ditandai dengan defile dan pengnugrahan tanda kehormatan Satya Lencana kepada prajurit teladan.
Dalam amanatnya, kepala negara telah mengajak kita semua untuk merenungkan dengan dalam hakikat perjuangan mempertahankan dan menegakkan Pancasila. dikatakannya bahwa jika dalam dalam babak perjuangan dahulu, ABRI bersama-sama seluruh kekuatan bangsa kita telah berhasil dalam babak perjuangan pembangunan sekarang dan selanjutnya, bersama-sama dengan seluruh bangsa kitapun ABRI harus berhasil sebagai pengalaman Pancasila.
Ini berarti, di satu pihak, dengan rasa tanggungjawab yang sebesar besarnya ABRI harus melindungi rakyat, bangsa dan negara kita terhadap Pancasila. Dan di lain pihak, ABRI harus mampu menjadi stabilisator dan dinamisator dalam pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila.
Kesetiaan ABRI terhadap Pancasila tidak pernah goyah sedikit pun di masa lampau sampai hari ini. Kesetiaan ABRI terhadap Pancasila itu tidak pernah akan goyah hari esok dan sepanjang masa. ABRI harus timbul tenggelam bersama-sama Pancasila itu. ABRI harus timbul tenggelam bersama rakyat yang berjiwa Pancasila.
Kemanunggalan ABRI dengan rakyat merupakan benteng yang paling kuat untuk menyelamatkan dan mengamalkan pancasila secara lestari. Karena rakyat harus memelihara kewaspadaan yang tinggi memisahkan ABRI dengan rakyat.
Sabtu, 5 Oktober 1985
Pukul 08.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri upacara peringatan Hari ABRI ke-40 yang dilangsungkan di Lapangan Udara Kemayoran , Jakarta, hari ulang tahun ABRI kali ini ditandai dengan parade, defile, dan fly-pass. Pada peringatan ini Presiden Soeharo selaku inspektur upacara.
Dalam amanatannya, kepala negara mengatakan bahwa kita tidak menutup mata terhadap kekhawatiran di sementara kalangan di luar negeri dan juga dalam negeri. Bahwa Dwifungsi ABRI serta peranannya sebagai stabilisator suatu hari akan melahirkan pemerintah yang militeris, otorier, atau totalier. Kekhawatiran semacam itu tidak beralasan. Sejarah membuktikan bahwa dalam saat yang sulit sekalipun, dalam saat negara dan bangsa kita diharapkan kepada bahaya yang mengancam keselamatan pancasila, ABRI tidak memikirkan dan bertinda militeristis.sebaliknya ABRI justru membangkitkan dan mengajak semua kekuatan rakya untuk bangkit bersama menegakkan pancasila dan bertindak sesuai dengan semangat Pancasila.
Dikatakannya lebih jauh oleh Presiden bahwa semua itu hanya bisa dipahami apabila orang memahami jiwa dan semangat ABRI sebagai pejuang, sebagai pendukung dan pembeka ideologi negara, pancasila. ABRI justru ikut mendorong pertumbuhan demokrasi pancasila dalam rangka pengalaman Pancasila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan. ditegaskannya kembali bahwa ABRI tidak akan tergelincir kepada militerisme, otoritisme, dan totaliterisme, karena semuanya itu bertolak bekang dengan demokrasi pancasila. Demikian antara lain dikatakan Presiden.
Minggu, 5 Oktober 1986
Presiden Soeharto bertindak selaku Inspektur Upacara dalam upacara peringatan Hari ABRI ke-41 yang diadakan di Perkair Timur Senayan, Jakarta. Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa karena Saptamarga sudah menjadi darah daging ABRI, maka proses modernisasi dan profesionalisasi prajurit ABRI tidak akan melemahkan semangat kejuangan ABRI,baik sebagai kekuatan hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik. Ditegaskannya bahwa Dwifungsi ABRI akan senantiasa melekat pada ABRI, karena setiap Prajurit ABRI pertama-tama haruslah seorang warga negara yang baik, kemudian ia juga harus seorang patriot sejati dan selanjutnya ia masih dituntut sebagai ksatria yang utama, maka barulah ia seorang prajurit ABRI.
Dikemukakan pula oleh Presiden bahwa pengalaman ABRI dalam perjalanan proses modernisasi seperti itu merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi proses modernisasi bangsa kita yang dewasa ini juga sedang berlangsung dengan cepat di segala bidang dan lapisan masyarakat kita. Lebih jauh ditegaskannya bahwa memiliki ABRI yang telah makin maju dan selalu siap siaga akan memberikan perasaan aman kepada seluruh bangsa.
Senin, 5 Oktober 1987
Presiden Soeharto pagi ini menghadiri upacara peringatan Hari ABRI ke-42 yang berlangsung di Parkir Senayan, Jakarta. Upacara yang dipimpin oleh Presiden selaku Inspektur Upacara itu berlangsung secara sederhana tanpa diwarnai dengan kegiatan dengan kegiatan kirab seperti tahun lampau. Selesai memberikan amanatnya, presiden menerima defile seluruh pasukan mimbar upacara, didampingi oleh panglima ABRI dan kepala staf ketiga angkatan dan Polri.
Dalam amanatnya kepala negara antara lain mengatakan bahwa kita menyadari bahwa tahun-tahun mendatang merupakan tahun dengan ujian dan tantangan berat. Apirasi dan harapan rakyat akan meningakat. Aspirasi dan harapan itu mendapat suran dan tanggapan yang sebaik-baiknya, sehingga dapat menjadi kekuatan positif yang akan mendorong kemajuan da tidak menjadi sumber kerawanan.
Dikatakannya, dalam suasana aspirasi dan harapan yang meningkat itu, kita dihadapkannya pada masalah-masalah sosial ekonomi yang harus dapat kita tangani dengan baik. Terutama masalah kesematan kerja, pendidikan dan kesehatan, perumahan dan lain sebagainya. Ujian dan tantagan kita pasti akan berambah berat, karena semuanya itu kita akan hadapi dalam suasana perekonomian dunia yang serba taidak menetu.
Dalam mengahadapi tugas ebsar pembangunan bangsa di masa datang, terutama dalam kurun waktu penetapan landasan landasan dan persiapan memasuki tahap tanggal untuk mmewujudkan masyarakat pancasila yang kita cita-citakan, ABRI perlu terus menerus meningkatkan peranan dwifungsi yang makin berbobot. Tradisinya yang tertanam dimasa lampau sebagai kekuatan pejuang harus diperkuat. Kemampuan profesional sebagai tuntunan masa depan harus makin meningkat . singkatnya, dalam menghadapi tugas masa depan harus penuh tantangan dan perubahan, ABRI harus terus meningkatkan kualitas profesional sejajar dengan meningkatkan kualitas kejuangannnya.
Rabu, 5 Oktober 1988
Pagi ini Presiden Soeharto bertindak sebagai Inspektur Upacara pada peringatan Hari ABRI ke-43 yang berlangsung di lapangan Parkir Timur Senayan Jakarta. Dalam amanatanya, Presiden antara lain mengatakan bahwa sejara dan pertumbuhan bangsa, kita sejak proklamasi kemerdekaan penuh dengan ujian yang besar dan berat. Semuanya itu kita anggap sebagai bagian dari perkembangan dan pertumbuhan bangsa kita, agar kita dapat menjadi bangsa yang kukuh kuat. Karna itulah kita harus mengambil pelajaran yang sebaik baiknyya dan sebijaksananya dari semua pengalaman sejarah kita masa lampau.
Dikatakannya pula, kita harus nberani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Dengan yang mengatakan yang benar adalah benar, kita akan terus melanjutkannya dengan penuh keyakinan. Dengan yang mengatakan yang salah adalah salah , kita dapat menghindarkan kesalahan yang sama dengan penuh kesadaran. Dengan sikap itu pelajaran yang kita petik dari sejarah masa lampau akan memberi makna yang positif bagi kita semua, bukan menjadi beban yang berkepanjangan.
Kami, 5 Oktober 1989
Presiden Soeharto hari ini bertindak sebagai Inspektu Upacara dalam peringan hari ABRI yang ke-44 di Parkir Timur Senayan Jakarta. Dalam amanatnya kepala negara antara lain mengatakan bahwa dalam mengatakan tugas tugas besar dimasa yang akan datang, kita tetap memerlukan stabilitas. Namun dimana mika masyarakat dengan prakarsa dan kreatifitasnya perlu terus dikembangkan, agar kita memiliki tenaga yang besar untuk tinggal landas.
Dikatakannya bahwa pembangunan itu sendir telah melahirkan kekuatan kekuatan baru dan aspirasi aspirasi baru. Ini juuga harus disalurkan dan di serasikan agar menjadi kekuatan positif untuk membangun. Karna itu, demikian presiden, stabilitas yang kita perlukan bukanlah stabilitas yang statis, melainkan stabilitas yang dinamis, yang sehat dan sesuai dengan tuntutan kemajuan pembangunan.
Kepala negara mengukapkan rasa syukurnya bahwa dalam memelihara keamana dan stabiitas itu ABRI telah melaksanakan dengan sebaik baiknya dengan tetap memberi peluang bagi dinamika dan kreatifitas masyarakat. Dimasa yang akan datang, ABRI harus lebih mengembangkan lagi stabilitas yang sehat dan dinamis itu.
Jum’at 5 Oktober 1990
Pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri upacara peringtan Hari ABRI yang ke-45 berlangsung di Lapangan Parkir Timur, Senayan, Jakarta. Acara ini melibatkan sebanyak 7.000 anggota ABRI dari ketiga angkatan dan Polri. Dalam amanatnya kepala negara mengatakan bahwa kendati proses alih generasi dari generasi 45 kepada generasi penerus telah tuntas dilaksanakan, namun kesadaran dan tanggung jawab ABRI dalam melestarikan nilai-nilai perjuangan 45 serta kesetiaanya kepada cita cita kemerdekaan tetap tinggi. Kepribadian ABRI sebagai prajurit pejuang dan pejuang prajurit juga berhasil dipertahankan. Bahkan kemampuan profesionalnya dapat ditingkatkan sesuia dengan kemajuan zaman. Semua itu menujukan bahwa selain dapat melaksanakan tugas dengan sebaik baiknya, ABRI juga berhasil mempersiapkan generasi yang kan meneruskan perjuangannya.
Sabtu,5 Oktober 1991
Pagi ini pukul 08.00, Presiden Soeharto menghadiri acara peringata Hari ABRI yang ke-46 di parkir Senayan, Jakarta. Dalam amanatnya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa dengan arif dan bijaksana ABRI harus memahami tanda tanda zaman. Ada pula saat saat ABRI harus “ing ngarso sungtulodo” ada pula saat saat ABRI harus : tutuwurihandayani” .
Dibagian lain amanatnya, dewasa ini kita telah di ambang era baru dalam pembangunan, yaitu era tinggal landas. Era baru ini menghendaki keterlibatan aktif, kreatif, dinamis dari seluruh kekuatan pembanguna bangsa kita, yang telah mulai tumbuh dan berkembang dalam proses pembangunan nasional. Kekuatan kekuatan pembangunan ini memerlukan ruang gerak yang cukup untuk untuk menumbuhkan prekarsa dan kreatifitas.
Menurut kepala negara, membangkitkan prakarsa dan kreatifitas masyarakat ini sejala dengan hakikat pembangunan nasional kita, yaitu pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat indonesia. Pembanguna nasional kita memang bertujuan untuk meningkatkan harta dan martabat manusia indonesi. Ini berarti, pembanguna kita haru berorientasi kemanusiaan sumber daya manusia indonesia sendiri.
Oleh karna itu, seluruh jajaran keluarga besar ABRI diminta kepla negara untuk mengamankan kebijaksanaan nasional itu dikatakan lebih jauh oleh presiden bahwa pengamanan itu diwujudkan dengan menciptakan ruang gerak, kondisi dan peluang yang diperlukan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kreatifitas dan prakarsa kekuatan kekuatan pembanguna bangsa kita. Pengaman itu juga dilakukan dengan mendaya gunakan seluruh kemampuan keluarga besar ABRI sendiri untuk mensukseskan tercapainya saran pembangunan. Ditegaskan oleh kepala negara bahwa tugas ini adalah tugas sejarah yang besar bagi generasi penerus ABRI.
Senin, 5 Oktober 1992
Presiden dan Ibu Soeharto yang didampingi oleh Pangab ABRI dan serta ketiga saf angkatan dan kapolri pagi ini mengahadiri peringatan Hari ABRI ke-47 yang berlangsung dilapangan parkir senyan timur jakarta. Pada kesempatan itu kep;a negara mengatakan bahwa perlu adanya peningkatan kualitas fungs sosial ABRI secara terus menerus dalam mendukung tercapainya sasaran pembangunan nasional pada babak baru mendatang. Dalam tahun mendatang, kata presiden, peranan ABRI sebagai stabilisator dan dinamisator perlu dialihkan titik beratnya kebudang bidang pembangunan nasional.
Dikatakan pula bahwa ABRI adalah potensi modern dalam masyakat dan bangsa indonesia dalam membangun . ABRI merupakan kekuatan bangsa yang terdidik dan terlatih seta mahir dalam berorganisasi dalam mengangani perlatan tekonologi tinggi. Apalagi dalam masyarakat yang modern ditandai dengan makin menonjolnya spesialisasi, maka kemampuan ABRI amat dibutuhkan untuk memajuan bangsa.
Lebih jauh dikatakan presiden bahwa masalah pertahanan keamanan yang menjadi porsi terbesar tugas ABRI, tidaklah berdiri sendiri. Masalah tersebut berkaitan dengan bidang politik, ekonomi, sosial budaya didalam maupun diluar negri. Karna itu ABRI dalam mengemban tugasnya itu senantiasa mempertahankan watak dan tradisinya. Sebagai pejuang. Justru dengan sebagai pejuang yang bertanggungjawab itulah ABRI selalu tanggap dan peka terhadap masalah yang dihadapi bangsa. Dengan penuh kehati hatian dan kewaspadaan dengan arifan dan keteguhan, ABRI melaksanakan peranannya sebagai kekuatan perjuangan dibidang sosial, politik dan sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan .
• Presiden dan Ibu Tien Soeharto sore ini tiba di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, untuk menghadiri puncak perayaan 25 tahun kenaikan takhta Sultan Hassanal Bolkiah. Malamnya Kepala Negara dan rombongan beserta para pemimpin ASEAN lainnya menghadiri jamuan makan kenegaraan yang diadakan di Istana Nurul Iman, Bandar Seri Begawan. Acara ini ditutup dengan acara kesenian yang dibawakan oleh para artis setempat, disamping oleh artis-artis dari negara-negara ASEAN lainnya, termasuk dari Indonesia.