PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 13 April 1966 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 13 April 1966

Kementrian Luar Negeri RRC telah menyerahkan nota kepada Duta Besar RI di Peking, yang meminta Pemerintah Indonesia agar segera mempersiapkan kapal-kapal untuk mengangkut warganegara RRC yang ingin pulang atas kemauan mereka sendiri. Nota tersebut juga menuduh ABRI melindungi kekejaman terhadap orang-orang berkebangsaan RRC.

Selasa, 13 April 1971

Masih berada di Palu, pagi ini Presiden Soeharto bertatap muka dengan tokoh-tokoh agama se-sulawesi Tengah. Pada pertemuan ini, Presiden Soeharto mengharapkan mereka untuk dapat mengupayakan agar lebih kurang 20.000 rakyat yang tak beragama menjadi pemeluk salah satu agama. Untuk itu Presiden Soeharto berjanji akan memberikan bantuannya lewat Menteri Dalam Negeri. Akhirnya Presiden Soeharto menyerahkan bantuan sebanyak Rp50 juta kepada para pemuka agama tersebut untuk dimanfaatkan bagi usaha pembangunan bagi bidang spiritual.
Setibanya di Kendari siang ini Pesiden Soeharto memberikan amanat kepada para penyambutnya. Disini Presiden Soeharto mengatakan bahwa kemerdekaan kita capai sekarang ini haruslah diisi dengan pembangunan, yaitu untuk mencapai keadilan dan kemakmuran atas dasar Pancasila dan UUD 1945. Pada kesempatan ini Presiden juga menyinggung masalah pemilihan umum. Presiden juga mengatakan bahwa pemilihan umum adalah proyek nasional yang sangat penting yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketetapan MPRS. Oleh karena itu ia mengharapkan agar rakyat Sulawesi Tenggara menggunakan hak pilih mereka dalam pimilihan umum nanti.

Kamis, 13 April 1972

Hari ini para ketua umum dari empat partai Islam Indonesia yaitu, NU, Parmusi, PSSI, dan Perti, menghadap Presiden Soeharto dalam bentuk konfederasi, yang diberi nama Kelompok Persatuan Pembangunan. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto menyambut gembira lahirnya kelompokini dan memberikan doa restunya. Presiden mengharapkan agar kelopok ini dapat memikirkan soal-soal yang berhubungan dengan haluan Negara sehingga bisa menjadi bahan untuk sidang umum MPR yang akan datang.
Rabu, 13 April 1977

Kepala Dinas Pertanian Timor Timur bersama rombongan petani daerah tersebut telah diterimaPresiden Soeharto di Bina Graha hari ini. Setelah berjumpa dengan Presiden Soeharto, Kepala Dinas Pertanian Timor Timur, Vernao Verdial, mengatakan bahwa mereka menerima banyak sekali petunjuk dari Kepala Negara tentang bagaimana melaksanakan pertanian di provinsi tersebut. Dalam pertemuan itu pula para petani telah meminta kepada Presiden untuk bersedia menjadi Bapak Petani bagi rakyat Timor Timur. Maksud pemberian gelar itu ialah untuk mendorong agar rakyt Timor Timur aktif dalam sector tersebut. Permohonan rakyat tersebut disetujui oleh Presiden Soeharto dan malahan ia tidak berkeberatan gambarnya di pasang disetiap kabupaten sebagai Baoak Petani bagi Timor Timur saja, akan tetapi juga bagi seluruh petani Indonesia. Pada kesempatan itu ia menjanjikan akan memberikan alat-alat pertnian untuk membantu rakyat di Timor Timur.

Kamis, 13 April 1978 

Pemerintah Indonesia  dan Amerika Serikat,pagi ini di  Departemen  Luar Negeri  telah menandatangani  persetujuan  bantuan sebesar  U$$29,9 juta untuk tahun 1977/1978. Bertindak  mewakili pemerintah   masing-masing  dalam acara  penandatanganan  itu  adalah Menteri  Luar Negeri  Mochtar Kusumaatmadja   dan  Duta  BesarAmerika  Serikat  untuk Indonesi,  edward Masters. Bantuan  yang diberikan Amerika  Serikat  itu bersifat lunak dengan jamgka  waktu pembayaran  selama 40 tahun,termasuk masa tenggang  10 tahun. Bunga  ditetapkan  sebesar 2% per tahun  selama masa tenggang  dan 3% per tahun  untuk masa  sesudahnya. Bantuan  ini dimaksudkan  untuk membantu pengembangan  pedesaan, penelitian pertanian dann peningkatan produksi.

Senin,13 April 1981

Bertempat di istana  Negara,  pukul 09.00  pagi ini Presiden  Soeharto membuka  sidang istimewa  Organisasi  Antar  Parlemen  ASEAN( AIPO). Dalam sambutannya, presiden  mengatakan  bahwa kita  semua  perlu membangun  tata dunia  baru yang lebih adil,khususnya  di bidang ekonomi,yang dapat menjamin  perbaikan  kehidupan   rakyat-rakyat di negara-negara yang miskin dan sedang berkembang. Hal ini memerlukan kemauan politik semua negara.
Selanjutya  dikatakan bahwa dalam  tata dunia  baru itu semua  bangsa perlu saling percaya,perlu saling bekerjasama  dan bantu membantu  untuk kemajuan dan kesejateraan  rakyat  masing-masing,atas dasar landasan  politik saling hormat menghormati  kedaulatan  masing-masing  dan saling  tidak mencampuri  urusan  dalam negeri  msing-masing. Ditegaskan  oleh Kepala Negara  bahwa  dengan jalan ini maka  semua bangsa bukan saja  akan dapat  mengurus   dirinya  sendiri  dannbertanggungjawab  akan masa depannya sendiri  menurut  jalan  yang ditentukannya  sendiri,  tetapi bagi negara-negara yang tertinggal  dan sedang  berkembang  juga memperoleh kesempatan  yang lebih luas untuk memajukan  dirinya   dan meningkatkan  kesejateraannya.pada  akhirnya,semua  bangsa  akan dapat  memikul  kewajibannya  bersama untuk menjaga perdamaian  dunia  dan menciptakan kesejaeraan.

Rabu,13 April 1983

Bertempat  di Istana  Negara,  pagi ini presiden Soeharto  melantik tiga  orang   duta besar baru. Ketiga  duta  besar  itu adalah duta  Besar Mohammad  Sabir  untuk  Iran, Duta  Besar  Argentina  merangkap Chili,   dan  Paraguay,serta Duta Besar Rachmat  Sukartiko  untuk Bangladesh.
Dalam amanatnya  kepala Negara  mengingatkan bahwa  pelaksanaan politik luar negeri  yang bebas  dan aktif  sama sekali tidak gampang, lebih –lebih dalam situasi  dunia  seperti  sekarang ini Dikatakanya bahwa pelaksanaan politik luar negeri hanya akan sukses jika  ada dukungan  dari keberhasilan  kita  di dalam  negeri. Dan  keberhasilan  di dalam  negeri itu  terutama tergantung  pada keberhasilan kita  didalam  melaksanakan  pembangunan  untuk meningkatkan  kemajuan dan kesejateraan  rakyat.
Sehubungan  dengan pukulan  keras  yang dialami  komoditi  ekspor  indonesia  akhir-akhir  ini,  presiden mengatakan  bahwa  peningkatan ekspor  merupakan  salah satu kegiatan yang mendapat  perhatian khusus  dari Pemerintah.oleh karena itu dimintanya agar para duta besar ikut menangani  masalah yang penting ini secara aktif.

Kamis, 13 April 1988

Presiden Venezuela,Dr  Jaime Lusinchi, pukul 10.00 pagi ini tiba di Jakarta dalam rangka  kunjungan kenegaraan  selama satu hari.Ia akan meninggalkan Jakarta  besok pagi  pada pukul 09.00.setiba  di Istana  Merdeka ,ia disambut dengan hangat oleh presiden  Soeharto dalam suatu upacara   kebesaran  militer.
Siang ini presiden  Soeharto mengadakan pembicaraan  resmi dengan presiden  Lusinchi  Merdeka. Pembicaraan  yang berlangsung  dalam suasana yang terbuka dan bersahabat  itu berkisar  pada masalah hubungan kedua negara, minyak bumi, dan masalah-masalah  internasional. Dalam pembicaraan itu, kedua pemimpin  sepakat  untuk meningkatkan  lagi berbagai usaha sehingga  harga  minyak  bumi dapat  mencapai  tingkat yang wajar  dan stabil. Untuk  itu perlu adanya persatuan di antara negara-negara OPEC  dan mengadakan  dialog  dengan   negara-negara  non-OPEC  sendiri perlu  memegang  teguh segala keepakatan  yang pernah  dicapai  agar  terhindar  dari perpecahan.

Malam ini  presiden Soeharto mengadakan  jamuan  makan  malam  kenegaraan distana  Negara   untuk menghormat  kunjungan  Presiden  lusinchi  dan rombongan. Dalam  pidato  sambutannya, Presiden  Soeharto  mengharapkan  agar kunjungan   ini dapat lebih meningkatkan  lagi hubungan  perahabatan, saling pengertian  dan kerjasama  antara  kedua negara  mempunyai kemampuan  dan kesempatan  untuk itu,  baik dalam  kerjasama  bilateral  maupun  dalam kerjasama multilateral.
Secara khusus  dikatakannya  bahwa sebagai sesama anggota  Kelompok  77, kedua  negara perlu meningkatkan peranan  yang memadai  dalam memperjuangkan  kepentingan dunia  ketiga. Sebagai sesama anggota OPEC kedua negara perlu memperkuat  kerjasama  agar  harga minyak  bumi  mencapai  kemantapan  pada tingkat  yang layak. Ia menilai kerjsama  Venezuela  dan  Indonesia  dalam OPEC ini sebagai  kerjasama  yang historis,karena  itu kesamaan pandangan  antara kedua negara  dalam hal ini perlu diperkukuh  lagi di tahun-tahun mendatang.

Kamis,13 April 1989

Pada jam 20.00 malam ini,  kepala  Negara menerima kunjungan  Menteri  Luar Negeri Negara perjuangan  Afganistan ,Gulbuddin Hekmatyar, di Cendana. Dalam pertemuan  yang  berlangsung  selama  setengah  jam itu,Presiden didampingi  oleh Menteri  luar Negeri  Ali  Alatas. Usai  pertemuan, tidak  dikeluarkan  sesuatu  pernyataan  oleh pihak mujahidin  ataupun Indonesia,tentang  pertemuan  tersebut.

Sabtu,13 April 1991

Pukul 10.30  pagi ini,Jaksa Agung  Singgih  SH  diterima Presiden  Soeharto  selama  setengah   jam  di cendana. Setelah  bertemu  kepala Negara ,ia mengungkapkan  pendapat  presiden  bahwa  setiap orang boleh saja mendirikan berbagai  macam  organisasi, asalkan  menurut  ketentuan  hukum yang berlaku. Tidak disebutkan  oleh Jaksa  Agung  apakah  pendapat  itu ada  kaitannya dengan lahirnya “Forum Demokrasi” yang  diketuai  oleh  Abdurrachman  Wahid, Ketua  PB NU,   baru-baru ini.

Senin,13 April 1992

Presiden Soeharto  berpendapat  bahwa laporan  akhir  KPN  (komisi  Penyelidik  Nasional) mengenai  peristiwa  12 November 1991 di Dili dapat  disebarluaskan  kepada  kalangan terbatas. Demikian  dikatakan Menteri /Sekertaris  Negara, Moerdiono ,hari ini . Dikatakannya  pula bahwa  Presiden  menyatakan  kepuasan  dan rasa terima kasihnya  atas  hasil kerja KPN  itu.


Penyusun Intarti, Publikasi Lita,SH.