Rabu, 6 April 1966
Pers RRC, Harian Peking, memuat berita tentang perkembangan terakhir di Indonesia. Pada umumnya surat kabar ini bahwa pemerintah RI telah dikuasai kekuatan-kekuatan kanan. Presiden Soekarno telah terpaksa melepaskan hak-hak prerogatifnya, kata surat kabar tersebut. Sementara itu Radio Peking telah memperhebat kampanye anti-Indonesia dalam siaran-siaran internasionalnya dengan fitnah-fitnah dan hasutan-hasutan bukan saja terhadap ABRI tetapi juga terhadap Presiden Soekarno.
Senin, 6 April 1970
Presiden memulai kunjungan incognito ke Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kunjungan yang diadakan bertepatan dengan awal pelaksanaan tahun kedua Pelita I ini, merupakan inspeksi langsung Presiden Soeharto di daerah pedesaan. Tempat-tempat ysng ditinjau hari ini adalah desa-desa Binong, Subang, Sindang, dan Kertasmaya, semuanya semuanya di Provinsi Jawa Barat. Ditempat-tempat tersebut Jenderal Soeharto berdialog dengan para petani, disamping melihat secara langsung pembangunan jalan, pengairan, dan irigasi di pedesaan Jawa Barat itu. Malam ini Presiden bermalam di desa Tambi, sebuah desa di daerah Indramayu, dan meninjau akibat banjir disana.
Kepada para korban banjir di daerah tersebut Presiden menyumbang sebanyak tiga juta rupiah untuk pngembangan palawija di daerah Jatibarang, Kabupaten Inramayu. Pada waktu mnyerahkan bantuan-bantuan tersebut Kepala Negara sempat secara tidak langsung mengkritik pejabat-pejabat di daerah itu, sebab setelah diperiksa ternyata ada penderita bencana banjir yang hingga kini baru menerima setengah kilogram beras, padahal bantuan Gubernur Jawa Barat sudah diserahkan tanggal 13 maret yang lalu. Oleh karena itu Presiden mengharapkan agar bantuan yang diberikan itu bisa segera mencapai rakyat yang menderita.
Kepada para pejabat di daerah-daerah yang ditemuinya, Presiden berpesan agar didalam menunaikan tugas, betul-betul kompak dan efektif, terutama dalam pembinaan rakyat. Sebab bila tidak kompak maka yang menjdai korban adalah rakyat, yaitu para petani sendiri. Para pejabat diminta oleh Presiden agar membantu menyukseskan Bimas di daerahnya. Namun dipesankan agar pelaksanaanm Bimas agar jangan sekali-kali dipaksakan kepada rakyat. Rakyat seharusnya diberi bimbingan dan penerangan sehingga memahami tujuan Bimas, yaitu untuk meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani.
Kamis, 6 April 1972
Presiden Soeharto hari ini secara diam-diam telah mengadakan peninjauan ke pelabuhan Tanjung Priok. Berlainan halnys dengan innspeksi-inspeksi sebelumnya, dalam peninjauan ini Presiden tidak menyertakan seorang wartawan pun. Dalam hubungan ini patut diketahui bahwa sejak beberapa waktu yang lalu, pemerintah melakukan penertiban di pelabuhan ini.
Selasa, 6 April 1976
Dalam rangka upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, hari ini Presiden menetapkan bahwa semua departemen/instansi/lembaga/bendaharawan/perusahaan milik negara wajib menyampaikan bahan-bahan keterangan untuk keperluan prpajakan kepada departemen keuangan no. 14 tahun 1976 yang dikeluarkan pada hari ini. Dalam keputusan Presiden ini juga pemerintah melarang penggunaan anggaran belanja untuk enam hal berikut.
Pertama, perayaan/peringatan hari besar/hari raya/hari ulang tahun/hari jadi departemen/lembaga/jawatan dan sebagainya. Kedua, pemberian ucapan selamat, hadiah tanda mata, karangan bunga dan sebagainya untuk pelbagai peristiwa. Ketiga, pesta untuk pelbagai peristiwa. Keempat, pekan olahraga pada pelbagai departeen/lembaga. Kelima, iklan ucapan selamat dan sebagainya. Keenam, lain-lain pengeluaran untuk kegiatan/keperluan yang sejenis/serupa dengan hal tersebut di atas.
Rabu, 6 April 1977
Presiden Soeharto pagi ini di Balai Sidang Senayan, Jakarta, membuka Kongres Anggrek ASEAN ke-2 dan Temu Karya Nasional Kontak Tani. Dalam amanatnya diantara lain mengatakan bahwa tanaman anggrek memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat diusahakan secara besar-besaran sehingga menjadi semacam perkebunan, dan dapat pula diusahakan secara kecil-kecilan sebagai industri rumahtangga dan sebagai sumber penghasilan tambahan. Demikian antara lain dikemukakan Presiden Soeharto
Kamis, 6 April 1978
Bertempat di Bina Graha, pada pukul 10.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima Direktur Utama Pertamina, Piet Haryono, dan pimpinan Caltex Indonesia, Julius Tachja. Pembicaraan terfokus pada
masalah pemasaran minyak Indonesia. Setelah menghadap Kepala Negara, Piet Haryono mengatakan bahwa pemasaran minyak di luar negeri mengalami kelesuan dibandingkan dengan keadaan tahun 1974. Akan tetapi ditekankan oleh Piet Haryono bahwa keadaan pasar tersebut belum begitu buruk, sehingga Indonesia tidak perlu mengurangi produksi minyaknya. Sementara itu pihak Caltex telah menyanggupi untuk bekerjasama dengan pertamina di bidang produksi dan penjualan minyak. Dibidang produksi Caltex akan melakukan secondari recovery di sumur-sumur tua milik Caltex. Untuk keperluan itu Caltex akan menginvestasikan modalnya sebesar US$78 juta, dalam bidang pemasaran, Caltex bersama-sama Pertamina sedang menjajaki kemungkinan-kemungkinan pemasaran minyak Indonesia di negara-negara lain.
Rabu, 6 April 1983
Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang berlangsung di Bina Graha mulai jam 10.00. didalam sidang yang berlangsung selama lebih kurang tiga jam itu, Kepala Negara telah menginstruksikan agar segala bentuk pungutan, resmi atau tidak, yang dapat mengganggu kelancaran produksi dan distribusi setelah dikeluarkannya kebijaksanaan devaluasi harus dihapuskan. Demikian antara lain diputuskan dalam sidang hari ini. Sementara itu, seuasai sidang, menteri perdagangan mengumumkan bahwa departemennya akan mengeluarkan pedoman kenaikan harga barang-barang strategis sebagai akibat dari dikeluarkannya kebijaksanaan devaluasi itu.
Sabtu, 6 April 1985
Presiden Soeharto memberikan bantuan sebesar Rp5 juta untuk Masjid An-Nur 16 Ulu di Palembang. Atas nama Presiden, bantuan tersebut hari ini diserahkan oleh Wali Kotamadya Palembang, Cholil Azis SH, kepada pengurus Masjid An-Nur.
Senin, 6 April 1987
Atas nama pemerintah, Presiden Soeharto hari ini mengirimkan karangan bunga kepada 17 orang kecelakaan pesawat DC-9 Garuda yang kini masih dirawat di Rumah Sakit Elizabeth, Medan. Mengungkapkan rasa simpatinya, Kepala Negara mendoakan agar para korban tersebut lekas sembuh.
Pesawat DC-9 Garuda dengan nomor penerbangan GA 035 itu meledak dan terbakar sewaktu hendak mendarat di bandar udara Polonia, Medan, dua hari yang lalu. Pesawat tersebut datang dari Banda Aceh dalam penerbangan menuju Jakarta via Medan.
Rabu, 6 April 1988
Secara berturut-turut, pagi ini Kepala Negara menerima surat-surat kepercayaan dari duta besar Aljazair dan inggris yang baru. Kedua upacara tersebut berlangsung di Istana Merdeka.
Ketika menerima surat kepercayaan dari duta besar Aljazair Ahmed Amine Kherbi, Presiden Soeharto menyatakan kegembiraannya bahwa hubungan kerjasama dan persahabatan antara kedua bangsa yang telah terjalin erat selama ini dapat terus dibina dan ditingkatkan, baik secara bilateral maupun multilateral. Selanjutnya dikatakan oleh Kepala Negara bahwa sesama negara yang sedang membangun kita sama-sama memperjuangkan terwujudnya dunia yang penuh kemajuan dan keadilan. Perjuangan negara-negara yang sedang membangun masih akan berjalan panjang dan penuh ujian. Dunia masih jauh dari suasana damai, padahal perdamaian itu akan membantu kelancaran pembangunan bangsa-bangsa. Keadaan dunia masih juga penuh dengan ketidakpastian. Karena itu, demikian Presiden diperlukan sodaliras yang kuat dikalangan negara-negara yang sedang membangun untuk meningkatkan perjuangan guna mewujudkan dunia yang damai, maju dan adil.
Kamis, 6 April 1989
Selama setengah jam, pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Kehakiman Ismail Saleh di Bina Graha. Ismail Saleh menghadap Kepala Negara untuk menyampaikan laopran tentang penyelesaian perkara-perkara penyelundupan
.
Pada kesempatan itu, Presiden menyerukan para hakim untuk mengambil keputusan yang benar-benar setimpal dalam mengadili perkara penyelundupan, dalam rangka mengamankan perekonomian dalam negeri dan pembangunan nasional. Ditegaskannya bahwa hakim di negara sedang membangun harus dapat menangkap isyarat, bisa membaca situasi serta terpanggil untuk memutuskan perkara penyelundupan seadil-adilnya, dalam arti keputusan itu dapat ikut mengamankan jalannya pembangunan.
Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.