PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 23 Oktober 1967 - 23 Oktober 1986

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Senin, 23 Oktober 1967


Pejabat Presiden mangadakan kunjungan kerja di Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara. Dalam rangka kunjungannya di Makassar hari ini Pejabat Presiden mengadakan pertemuan dengan pimpinan daerah Sulawesi Selatan di gedung DPRD tingkat I. Dalam pertemuan itu Jenderal Soeharto antara lain mengatakan bahwa pimpinan daerah harus memusatkan perhatian pada pembangunan daerah terutama pembangunan prasarana ekonomi yang erat hubunganya dengan minat luar negeri dalam penanaman modal asing.
Sementara itu Pejabat Presiden dalam amanat tertulisnya pada pembukaan Kongres VII GP Ansor di Jakarta, mengatakan bahwa diantara Orde Baru tidak perlu lagi membicarakan masalah Ideologi, Sebab kita telah mempunyai satu Ideologi, yaitu Pancasila.

Kamis, 23 Oktober 1969

Sejumlah 39 departemen termasuk lembaga-lembaga negara lainnya, telah mengajukan permintaan penambahan pegawai baru sebanyak 28% dari jumlah 512.000 pegawai negeri, yang digaji pusat berdasarkan perhitungan pada bulan maret 1969, atau sebanyak 143.360 orang. Akan tetapi Presiden Soeharto., di dalam rapat Sub-Dewan yang membahas masalah kepegawaian hari ini di Istana Merdeka, meminta agar penambahan pegawai harus lebih teliti, karena menurut pendapatnya mungkin pegawai negeri yang ada sekarang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Presiden menggariskan bahwa pemenuhan pegawai harus dilakukan secara rasional, dalam arti jumlah pegawai disesuaikan dengan volume tugas dan kerjaan yang mereka lakukan. Rapat ini dihadiri oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat Idham Chalid, Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Mursalin, Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, Kas Hankam Letjen. Soetmiri, Kepala Urusan Pegawai Sujono, dan Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro.


Jum'at, 22 Oktober 1970


Presiden Soeharto meresmikan sumur minyak " Shinta I" di Laut Jawa, di lepas pantai sebelah tenggara Sumatera, atau 90 kilometer dari Jakarta. Sumur minyak ini dimungkinkan oleh kerjasama antara pertamina dan IIAPCO ( perusahaan minyak AS) , dengan ketentuan modal dan bagi hasil 65% untuk Indonesia dan 35%  IIAPCO. Dlam amanatnya, Presiden mengatakan behwa berhasilnya pengeboran minyak di lepas pantai merupakan peristiwa sangat penting dan yakin bahwa pada akhir Pleita I Indonesia akan mencapai target produksi dua sampai tiga juta barel perhari. kepada seluruh karyawan Pertamina Presiden mengharapkan agar tidak berkecil hati terhadap sorotan-sorotan atas perusahaan negara ini. Ia yakin bahwa sorotan-sorotan tersebut akan hilang bila Pertamina terus dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.


Senin, 23 Oktober 1978

Presiden dan Ibu Soeharto pukul 08.15 pagi ini meninggalkan Jakarta meuju Pontianak. Dalam kunjungan kerja di Kalimantan Barat, Sampai Besok siang, Kepala Negara meresmikan sejumlah proyek pembangunan.
Di Pontianak, pagi ini secara sekaligus meresmikan Proyek Pengukur Alur Sungai Kapus Kecil, Pusat Listrik Tenaga Disel dan Siantan, Pasar kapus Indah, jalan raya yang menghubungkan Ngabang dengan Sanggau beserta sejumlah jembatan, dan Masjid Mujahidin. Acara peresmian ini berlangsung dari halaman Masjid Mujahidin.
Dalam sambutannya ketika meresmikan proyek-proyek tersebut, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa disamping kegairahan untuk bekerja keras, diperlukan pula kesadaran untuk hidup berdisiplin. Tanpa disiplin masyarakat , bukan saja kita tidak akan menikmati ketertiban tetapi juga tidak akan menikmati hasil telah kita capai dan hasilkan sendiri. Oleh karena itu, Kepala Negara mengharapkan agar masalah peningkatan kesadaran hidup berdisiplin benar-benar diperhatikan demi ketertiban dan kelancaran hidup masyarakat sendiri. Demkian Presiden.
Sore ini Presiden dan Ibu Soeharto menyaksikan pengarangan tanaman anggrek yang terdapat di Kalimantan Barat. kemudian bertepatan di Gedung Kesenian Arena Remaja, Kepala Negara dan Ibu Soeharto menghadiri acara kesenian. Pada acara kesenian ini, Presiden menerima hadiah berupa sebuah gitar buatan Pontianak dari pimpinan orkes Akcaya yang memeriahkan malam kesenian itu.


Selasa, 23 Oktober 1984

Presiden soeharto mengadakan pembicaraan degan Sultan Hassalnal Bolkiah selama satu setengah jam di Istana Merdeka pagi ini. Dalam pembicaraan yang berlangsung secara akrab dan bersahabat itu, kedua pimpinan bertukar pikiran mengenai masalah bilateral, regional, dan Internasional. Kepada Sultan Brunei, Presiden antara lain menjelaskan selama berdasarkan Pancasila, Indonesia tidak akan menjadi negara ekspanisois atau mengganggu kemerdekaan bangsa lain. Dalam hal ini Presiden menguraikan tentang sikap dan posisi Indonesia yang dikaitkan dengan sejarah perjuangan serta prinsip yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang menyangkut hubungan  antar bangsa.
Sebaliknya Sultan Brunei Darussalam menyatakan penghargaan dan pengertian atas penjelasan pandangan Presiden Soeharto dari pembicaraan itu ternyata bahwa kedua pimpinan mempunyai pandangan yang sama dalam masalah-masalah Internasional., termasuk Kamboja, Afghanistan, dan Timur Tengah.



Rabu, 23 Oktober 1985

Pukul 09.00 pagi ini, selama lebih kurang dari tiga perempat jam Kepala Negara menerima 14orang pimpinan Pacific Lighting Coporation. Pimpinan rombongannya yang didampingi oleh Direktur Utama Pertamina adalah Presiden Direktur Perusahaan tersebut, Paul A Miler. Kunjungan mereka kepada Presiden Soeharto ini bersifat kehormatan, dalam rangka menghadiri pertemuan dewan pimpinan perusahaan yang diselenggarakan di Indonesia. Inilah pertama kalinya perusahaan itu menyelenggarakan sidang dewan pimpinannya di luar Amerika Serikat. Dalam pertemuan itu Kepala negara teelah memberikan penjelasan mengenai seluk beluk pembangunan yang sekarang ini sedang berlangsung di Indonesia. Secara cukup terperinci Presiden menguraikan tentang proses dan prospek pembangunan ekonomi.


Kamis, 23 Oktober 1986

Siang ini di Pulau Bunyu, kalimantan Timur, Presiden Soeharto meresmikan pabrik methanol Bunyu. Pabrik  methanol pertama yang dimiliki Indonesia ini memproses bahan baku gas alam, yang selama ini terbuang, menjadi bahan baku kimia yang dibutuhkan oleh industri kimia, farmasi, plastik, dan lain sebagainya. Ikut menyaksikan peresmian pabrik methanol ini antara lain Meko Ekuin, Ali Wardhana, Menteri Sekertaris/Negara Sudarmono, Menteri Pertambangan dan Energi a.i., JB Sumarlin, dan Panglima ABRI, Jenderal LB Murdani.
Presiden Soeharto menilai pabrik ini mempunyai beberapa arti penting bagi pembangunan nasional. Pertama, dengan memproduksinya pabrik ini, maka bertambahlah bahan baku industri kimia yang kita hasilkan sendiri. hal ini juga berarti bahwa ketergantungan industri kimia kita dari impor methanol telah dapat diatasi, yang sekaligus berarti penghematan devisa. Kedua, bahan yang diolah oleh pabrik ini bukan saja gas alam yang ikutan yang berasal dari sumber-sumber minyak bumi lainnya. Ketiga, pengalaman berharga yang diperoleh dalam keseluruhan proses pembangunan pabrik yang dirancang berdasarkan teknologi canggih akan menjadi modal kemampuan bagi ahli-ahli kita untuk melanjutkan pembangunan industri petrokimia kita di masa depan.



Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Andrianto
Editor : Sukur Patakondo