PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 7 Agustus 1968 - 7 Agustus 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 7 Agustus 1968
Jam 9.00 pagi ini, Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan para menteri luar negeri negara-negara ASEAN bertempat di Istana Merdeka, Jakarta. Para menteri luar negeri ASEAN berada di Jakarta dalam rangka menghadiri konferensi tingkat menteri negara-negara ASEAN ke-2 di Jakarta.

Kamis, 7 Agustus 1969
Presiden Soeharto pagi ini mengadakan inspeksi ke Departemen Perdagangan, Bulog, Entreport Umum dan lembaga penelitian Bulog di Tambung (Bekasi). Pada kesempatan ini Presiden telah mengungkapkan pembicaraannya dengan Presiden Nixon baru-baru ini. Dalam pembicaraan tersebut Nixon menanyakan kepadanya mengenai musuh paling besar bagi Indonesia. Pertanyaan ini dijawab dengan Presiden Soeharto bahwa musuh Indonesia paling besar ialah kalau Pelita gagal. Dijelaskan oleh Presiden kepada Nixon kalau Pelita gagal, maka rakyat tidak percaya lagi pada kepada pemerintah dengan segala rencana pembangunannya dan tidak percaya lagi pada dirinya sendiri.
Dalam sambutan tertulisnya pada pembukaan Konferensi Kerja Nasional Kepariwisataan di Pandaan,
Jawa Timur, Presiden Soeharto memperingatkan agar dalam memanfaatkan keuntungan-keuntungan
ekonomis dari kegiatan kepariwaisataan, kita tetap mampu mempertahankan nilai-nilai luhur dari
kepribadian nasional kita. Ketinggian mutu kesenian dan kebudayaan daerah maupun nasional harus
dipertahankan dan ditingkatkan, dan nilai-nilai moral dan kesusilaan harus tetap di junjung tinggi.

Selasa, 7 Agustus 1973
Hari ini Presiden Soeharto memimpin sidang paripurna kabinet di gedung utama Sekeretariat Kabinet. Sidang yang berlangsung mulai pukul 10.00 pagi itu antara lain memutuskan bahwa Pemerintah tidak akan mengubah kurs mata uang rupiah terhadap dolar. Ini berarti bahwa kebijaksaan yang telah diberlakukan semenjak bulan Agustus dua tahun yang lalu masih tetap dipertahankan. Dengan demikian, kurs US$1 adalah RP415.-.
Masih menyangkut bidang ekonomi, sidang paripurna kabinet juga telah membahas masalah pangan. Dalam hal ini telah diputuskan bahwa pemerintah akan meneruskan upaya untuk mengimpor beras dari luar negeri.
Sidang juga telah mendengarkan laporan Panglima Kopkamtib, Jenderal Soemitro, mengenai peristiwa yang terjadi di Bandung pada tanggal 5 Agustus yang lalu. Dalam kerusuhan itu telah terjadi berbagai tindak kekerasan dan perusakan. Sidang memutuskan bahwa pemerintah akan menindak semua pihak yang terlibat dalam peristiwa itu. Selain menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut, Presiden Soeharto menekankan perlunya integrasi nasional; Kepala Negara menyerukan agar masyarakat menghindari hal-hal yang merugikan integrasi. Demikian disampaikan oleh Menteri Penerangan Mashuri SH sesuai sidang.

Rabu, 7 Agustus 1974
Pukul 09.30 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto mendarat di lapangan udara Tabing, Padang, untuk memulai kunjungan kerja satu hari penuh di Provinsi Sumatera Barat. Selama di Sumatera Barat, Kepala Negara meninjau proyek jalan Sawah Tambang Lubuk Linggau, dan meresmikan proyek Pasar Atas Bukittinggi. Malam ini Presiden dan rombongan menginap di Bukittinggi.

Kamis, 7 Agustus 1975
Dengan menumpang pesawat Fokker-28, Presiden Soeharto berangkat ke Medan dari lapangan udara Halim Perdanakusuma dalam rangka peresmian sejumlah proyek pembangunan di Sumatera Utara. Proyek-proyek tersebut adalah Pusat Kesenian Tapian Daya, Trans Sumatra Microwave, dan pabrik plywood PT Raja Garuda Mas yang terletak di Besitang.
Ketika meresmikan Pusat Kesenian Tapian Daya, Kepala Negara mengatakan bahwa membina kebudayaan dan kesenian nasional adalah sangat penting. Dalam hubungan ini, kemampuan yang bertambah besar dalam bidang ekonomi akan dimanfaatkan pula untuk kesejahteraan rohani. Maka arah dan bimbingan menuju kesejahteraan rohani diarahkan kepada sumbernya, yaitu warisan kebudayaan nasional kita yang indah dan luhur. Kemudian ditegaskannya bahwa pembangunan Tapian Daya merupakan bagian dari pembangunan bangsa kita
Sementara itu, ketika meresmikan Trans Sumatra Microwave secara simbiolis di Gubernuran Sumatera Utara, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan selesainya proyek ini maka hubungan telepon antara kota-kota besar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali semakin lancar. Untuk menandai peresmian Trans Sumatra microwave itu Presiden telah berbicara melalui telepon dengan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, Gubernur Jawa Timur, Mohammad Noer, dan Gubernur Bali, Sukarmen.

Sabtu, 7 Agustus 1976
Setiba di Salatiga pagi ini Kepala Negara secara serentak meresmikan 13 pabrik yang dibangun dengan PMDN dan PMA. Pabrik-pabrik yang diresmikan itu meliputi tiga industri tekstil, Sembilan aneka industri dan kerajinan, satu industri logam dan mesin. Upacara peresmian yang ditandai dengan penekanan tombol oleh Presiden dan pengguntingan oleh Ibu soeharto itu berlangsung di pabrik tekstil PT Tiga Manunggal Syntetic Industries.
Sore ini Presiden Soeharto meresmikan dua industri kayu lapis di Gresik. Pabrik-pabrik yang diresmikan itu adalah milik PT Nusantara Plywood dan PT Sumber Mas Surabaya Plywood. Setelah peresmian, Presiden dan Ibu Soeharto melakukan peninjauan di kedua industri itu. 

Kamis, 7 Agustus 1978
Menteri PAN, Sumarlin, dan Wapangab, Laksamana Sudomo, menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Diantara masalah-masalah yang dilaporkan kepaa Kepala Negara pada kesempatan itu adalah menyangkut kasus-kasus yang ditangani oleh Opstib, dan tunggakan-tunggakan perkara.
Usai menghadap presiden, Sumarlin menjelaskan kepada Pers bahwa selama Juli 1978 Team Opstib telah menangani 170 kasus yang melibatkan 230 orang. Dari 230 orang itu yang telah dikenakan tindakan administratif adalah 202 orang, sedangkan 28 orang sisanya dikenakan hukuman. Mengenai masalah tunggakan perkara, dikatakannya bahwa Presiden telah memberikan petunjuk agar masalahnya segera diselesaikan, sehingga masyarakat dapat merasakan adanya kepastian hukum dan jaminan keadilan.

Kamis, 7 Agustus 1980
Pagi ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima Menteri PPLH, Prof. Dr. Emil Salimin. Setelah menghadap Presien, Email Salim mengatakan bahwa Kepala Negara menginstruksikan para direktur jendral untuk untuk lebih meningkatkan pengawasan langsung terhadap proyek-proyek APBN. Menurut Email Salim, instruksi ini perlu dikeluarkan oleh Presiden, mengingat adanya temuan dilapangan yang memperlihatkan perlu ditingkatkannya pengawasan langsung oleh para direktur jenderal terhadap proyek-proyek pembangunan.

Sabtu, 7 Agustus 1982
Hari koperasi ke-35 pagi ini diperingati dalam suatu upacara sederhana di Istana Negara. Dalam kata sambutannya, Presiden Soeharto menyeruhkan kepada pimpinan dan pengurus koperas serta para pencinta dan anggota-anggota koperasi untuk terus membangkitkan kesadaran dan kepercayaan masyarakat kepada koperasi. Kepala Negara menandaskan, kesadaran dan kepercayaan masyarakat kepada koperasi itu akan bangkit jika koperasi benar-benar dirasakan manfaatnya dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanpa adanya kesadaran dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi, maka koperasi tidak akan memiliki kekuatan, sekalian Pemerintah memberikan bantuan yang sangat besar.
Diingatkan pula bahwa koperasi yang bernafaskan semangat kekeluargaan dan gotong royong serta dijadikan salah satu sokoguru ekonomi social itu harus dapat bergerak maju dengan segala kreativitas sendiri dengan tanggung jawab segenap anggota. Kecintaan kepada koperasi juga perlu ditanamkan pula dikalangan generasi muda an seluruh lapisan masyarakat dengan membangun dan mengembangkan koperasi di lingkungan masing-masing.

Rabu, 7 Agustus 1985
 Menteri Perekonomian Republik Federal Jerman, Martin Bangemann, diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini. Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Menteri Sumarlin itu telah dibicarakan kemungkinan-kemungkinan peningkatan hubungan kerjasama ekonomi dan perdagangan antara kedua negara.
Usai pertemuan, Sumarlin mengatakan bahwa peningkatan hubungan ekonomi dengan Jerman Barat itu sangat penting, mengingat impor Indonesia dari sana lebih besar dari pada ekspornya. Dalam hubungan ini Indonesia juga mengharapkan Jerman Barat dapat mempengaruhi MEE untuk meningkatkan sistem preferensi umum kuota bagi kayu, yang berjumlah 82.000 ton untuk ASEAN, dan meningkatkan ekspor tekstil Indonesia atau ASEAN ke MEE.

Jumat, 7 Agustus 1987
Presiden Soeharto telah menerima berbagai laporan mengenai peristiwa Mekkah baik dari pihak Arab Saudi, Iran maupun dari KBRI di Riyad. Kepala Negara sangat menyayangkan terjadinya peristiwa berdarah itu, karena kejadian itu menunjukkan kepada dunia bahwa diantara ummat islam tidak ada persatuan dan persahabatan.
Emikian diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja di Departemen Luar Negeri hari ini.

Senin, 7 Agustus 1989
Gubernur Bengkulu, Razie Yahya, pukul 10.00 pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Cendana. Kepadanya dan para pejabat lainnya, Kepala Negara mengingatkan agar pandai-pandai mengendalikan diri sehingga tidak terpengaruh oleh tiga godaan yang dapat menjerumuskan mereka. Menurut Presiden, ketiga godaan itu menyangkut ambisi mengejar derajat atau kepangkatan, harta dan wanita.   

Selasa, 7 Agustus 1990
Pagi ini, pada jam 10.30, Soeharto dan PM Li Peng mengadakan pembicaraan empat mata di Istana Merdeka. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir tiga jam itu telah dibicarakan berbagai aspek hubungan antara kedua negara, masalah-masalah regional dan internasional. Menyangkut hubungan bilateral, PM Li Peng menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan mencampuri masalah dalam negeri Indonesia. Dikatakannya pula bahwa negaranya tidak akan menggunakan orang-orang cina perantauan untuk kepentingan RRC. Dia menghendaki orang Cina yang telah menjadi warganegara Inonesia agar menjadi warganegara yang baik.
Diantara masalah regional yang dibicarakan oleh kedua pimpinan itu adalah soal penyelesaian konflik di Kamboja. Dalam hal ini, pemerintah RRC menyambut baik peranan Indonesia serta mendukung upaya-upaya yang telah dilakukan ASEAN untuk menyelesaikan masalah itu. Menyangkut masalah internasional, keduanya sependapat mengenai adanya berbagai masalah yang memperihatinkan, disamping terdapat harapan-harapan baru.
Kedua kepala pemerintahan merasa puas akan hasil pembicaraan yang mereka lakukan. keduanya menilai normalisasi hubungan antara Indonesia dan RRC itu penting, bukan saja bagi kedua negara, melainkan juga bagi perkembangan dunia pada umumnya. Dalam pertemuan itu PM Li Peng menyampaikan undangan kepada Presiden Soeharto untuk mengunjungi RRC. Undangan itu diterima dengan baik oleh Presiden dan akan dilaksanakan pada waktu yang dianggap tepat oleh kedua negara.
Pada pukul 20.00 malam ini, bertempat di Istana Negara, Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan jamuan makam malam untuk menghormat kunjungan PM Li Peng dan Nyonya Zhu Lin. Acara santap malam yang  dilengkapi dengan pertunjukan kesenian Indonesia itu baru berakhir pada jam 23.30 mejelang tengah malam. Sebelum santap malam, dilakukan tukar menukar cinderamata. Presiden Soeharto menghadiahkan PM Li Peng sebuah keris bali dan sebaliknya PM Li Peng memberikan lukisan besar burung dan kembang serta replika ginseng kuning keemasan. Ibu Tien menyerahkan seperangkat alat makan ukiran Yogyakarta kepada Nyonya Zhu Lin serta seperangkat alat makan ukiran dari kota Gede Yogyakarta. Dari isteri pemimpin RRC, Ibu Soeharto menerima kain sutera Cina dan buku-buku.
Menyambut tamunya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa sejarah hubungan antara kedua negara memang mengalami pasang surut.selama seperempat abad terakhir banyak perubahan penting terjadi antara lain kedua negara. Juga di dunia. Tidak adil dan tidak relistis jika kita yang hidup dimasa sekarang dan generasi-generasi berikutnya memikul terus beban yang diwariskan oleh sejarah masa lampau.
Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa kita sepakat untuk mengambil pengalaman-pengalaman yang paling berharga dari sejarah hubungan antara kedua negara  itu. Kita sepakat menggunakan pengalaman yang berharga itu untuk mengisi lembaran baru hubungan antara kedua bangsa dan negara kita di masa dating.
Presiden menegaskan bahwa kita masing-masing bertekad untuk menegakkan kembali hubungan antara kedua bangsa dan negara dengan berperang teguh pada prinsip-prinsip Dasar Sila Bandung. Kita masih menambahkannya dengan prinsip-prinsip hidup berdamping secara Damai, yang antara lain menegaskan bahwa hubungan antara negara harus berlandaskan pada prinsip saling menghormati kedaulatan dan tidak mencampuri urusan alam negeri masing-masing. Lebih jauh kepala Negara mengatakan bahwa dengan itu kita sepakat untuk bersama-sama memasuki tahap baru dalam hubungan antara kedua bangsa dan negara kita dengan semangat baru, dengan langkah-langkah baru dan dengan tujuan-tujuan baru.

Jum’at 7 Agustus 1992
Presiden Soeharto hari ini memutuskan untuk memberikan tanda penghargaan kepada atlet-atlet yang meraih medali pada Olimpiade Barcelona, Spanyol, karena partisipasi mereka yang sangat membanggakan. Dalam hubungan ini Kepala Negara telah memerintahkan Menko Polkam sudomo, selaku pimpinan Dewan Tanda_Tanda Kehormatan untuk meneliti jenis tanda penghargaan serta penerima tanda penghargaan itu.
Presiden Soeharto hari ini menetapkan penangguhan pelaksanaan UU No.14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan angkutan jalan selama satu tahun. Keputusan ini dikeluarkan mengingat pelaksanaan undang-undang tersebut masih memerlukan pemahaman, kesiapan dan persiapan yang lebih baik. Persiden beranggapan bahwa baik aparatur maupun masyarakat belum siap meneriam undang-undang itu dan pelaksanaannya masih memerlukan waktu serta penjelasan yang lebih lama dan intensif agar masyarakat memahami tujuan baik dari undang-undang itu.
           
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo