PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 5 Mei 1966-1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,

KAMIS, 5  MEI 1966
Pimpinan ABRI hari ini mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa Pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, setelah memahami dengan seksama perkembangan keadaan, yang mengejewantahkan suara hati nurani rakyat, dengan khidmat menanggapi dengan pernyataan, sebagai berikut:

  1. Angkatan Bersenjata adalah pengamanan, pengawal revolusi Indonesia, dengan tiga kerangka tujuannya yang hendak dicapai, berdasarkan Pancasila;
  2. Angkatan Bersenjata adalah pengamanan revolusi Indonesia dan pengamanan kewibawaan Presiden, Bung Karno, beserta ajaran-ajarannya dengan itikad baik, sebagai anak kandung revolusi, berani dan jujur dalam memberikan laporan dan pertimbangan kepada pemimpin revolusi Indonesia, untuk mencegah baik sekarang maupun nanti, dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan yang kurang tepat, karena tidak mengejewantahkan suara hati nurani rakyat.
  3. Dalam hubungan itu Angkatan Bersenjata, seperti yang menjadi niat itikad Presiden, Bung Karno, sendiri, juga seperti yang menjadi hasrat suara hati nurani rakyat, hendak menempatkan hakekat kedudukan Presiden yang sebenarnya, menurut kemurniannya asas dan sendi pelaksanaan dari pada UUD 1945;
  4. Untuk pemurnian pelaksanaa yang berasas dan bersendikan kepada UUD 1945, sebagai pengejawantahan suara hati nurani rakyat, Angkatan Bersenjata mendukung kebijaksanaan Presiden, Bung Karno, mengenai:

           a. Rencana ditetapkannya Undang-undang Pemilihan Umum, berdasarkan kekuasaan bersama                 Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat [pasal-pasal 2 ayat (1) dan 19 ayat (1)                                     berhubung dengan pasal-pasal 5 ayat (1) dan 20 ayat (1) UUD 1945];
           b. Rencana ditetapkannya Undang-undang susunan Dewan Pertimbangan Agung, berdasarkan                 kekuasaan bersama Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat “[pasal 16 ayat (1) berhubung                   dengan pasal 5 ayat (1) UUD 1945]”.
           c.  Rencana ditetapkannya susunan sementara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan                                 Pertimbangan Agung untuk pengisian kehampaan akibat petualangan kontra-revolusi G-30-                 S/PKI, berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan sepakat dan sepakat bersama Presiden                   dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-royong;
          d.  Penempatan menurut kemurniannya pelaksanaan yang berasas dan bersendikan kepada                        UUD 1945, daripada fungsinya:
               1. Majelis Permuswaratan Rakyat (Sementara),
               2. Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (Gotong-royong),
               3. Dewan Petimbangan Agung,
               4. Mahkamah Agung,
               5.     Badan Pemerikasaan Keuangan ,
               6. dan lain-lain lembaga.

Demikianlah pernyataan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang ditandatangani oleh Wakil Panglima Besar Kogam (Jenderal AH Nasution), Wakil Perdana Menteri a.i. Menteri Panglima/Angkatan Darat (Letjend. Soeharto), Menteri/Panglima Angkatan Laut (Laksda Muliadi), Menteri/Angkatan Udara (Komodor Rusmin Nuryadin), Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Komjen. Sutjipto Judodihardjo).

Sementara itu untuk menanggapi perkembangan yang berhubungan dengan penundaan persidangan MPRS, Waperdam Letjen. Soeharto dalam pidato melalui RRI dan TVRI, menyatakan bahwa penundaan persidangan MPRS terpaksa dilakukan karena masih diperlukannya usaha kelengkapan dan penyempurnaan lembaga tersebut setelah dihampakan oleh akibat petualangan kontra-revolusi G-30-S/PKI.



JUMAT, 5 MEI 1967
Indonesia mengajukan protes kepada pemerintah RRC sehubungan dengan kampanye anti-Indonesia yang dilakukan untuk mendiskreditkan pemerintah Indonesia di mata Internasional. Nota protes pemerintah Indonesia itu juga menyangkut perlakuan yang tidak wajar terhadap dua diplomat Indonesia yang di-persona non-grata-kan dari RRC.

Pejabat Presiden dalam wawancara dengan harian Politika yang terbit di Beograd mengatakan, bahwa politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif, yang tidak terikat pada ideologi dan politik negara asing. Dengan politik luar negeri yang demikian, Indonesia akan aktif di dalam mengembangkan persahabatan, perdamaian dan kerjasama internasional dan akan selalu menjunjung tinggi kedaulatan setiap negara. penjelasan tentang garis-garis politik luar negeri Indonesia ini telah diberikan Jenderal Soeharto kepada redaktur harian tersebut, Djordje R Kovic, dalam wawacara khusus baru-baru ini di Jakarta.



SELASA, 5 MEI 1970
Presiden Soeharto memimpin sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi di Bina Graha, Jakarta, Jakarta. presiden menginstruksikan Menteri Keuangan Ali Wardhana untuk meneliti laporan pelaksanaan APBN tahun 1969/1970, karena masih ada perbedaan dalam pelaksanaan anggaran tersebut. Selain itu ia meminta Menteri Perindustrian M Jusuf agar penanaman modal asing tidak mengganggu perkembangan usaha nasional, dan menginstruksikan diadakannya koordinasi terhadap penanaman modal asing dalam negeri (PMA dan PMDN) yang sudah mendapat izin. Dalam sidang ini diambil keputusan untuk membentuk Badan Penanaman Modal Asing yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Sadli.



RABU, 5 MEI 1971
Pagi ini jam 09.00 WIB Presiden Soeharto menerima kedatangan Menteri Luar Negeri Australia, LHE Bury, di Istana Merdeka. Hubungan ekonomi kedua negara merupakan pokok pembicaraan dalam pertemuan itu. Selain itu, Menteri Luar Negeri Bury menyampaikan undangan pemerintah Australia kepada Presiden Soeharto menerima baik undangan ini namun belum dapat menentukan waktu kunjungannya.

Sementara itu di tempat yang sama, pukul 12.00 siang, Presiden dan Ibu Tien Soeharto telah menerima sebanyak 40 orang tuna netra yang tergabung dalam Federasi Kesejahteraan Tuna Netra Indonesia. Mereka memohon kesediaan Presiden untuk menjadi pelindung organisasi tersebut. Presiden menyatakan kesediaannya, dan mengatakan bahwa sebagai Kepala Negara ia wajib melindungi semua semua organisasi yang tidak bertentangan dengan cita-cita perjuangan rakyat. Ia juga mengatakan bahwa semua warganegara Indonesia, baik yang lengkap pancainderanya maupun yang tidak, mempunyai hak yang sama dalam mengenyam hasil persuangan rakyat, yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.



JUMAT, 5 MEI 1972
Pagi ini bertempat di Istana Merdeka Presiden Soeharto menerima PM Malaysia Tun Abdul Razak beserta isterinya, Toh Puan Rahah. Oleh karena kunjungan Tuan Abdul Razak ini merupakan kunjungan tidak resmi, maka tidak diadakannya pembicaraan resmi antara kedua negarawan.



SABTU, 5 MEI 1973
Presiden Soeharto malam ini di Palembang menjamu Perdana Menteri Tun Abdul Razak. Perdana Menteri Malaysia itu, hari ini tiba di Palembang untuk beristrahat dan akan kembali ke negerinya besok pagi. Kesempatan yang baik ini dipergunakan oleh kedua negara serumpun. Diantara hal yang dibicarakan adalah masalah yang dihadapi kedua negara sehubungan dengan penglepasan cadangan timah oleh Amerika Serikat, serta soal prduksi karet sintesis oleh negara maju.

Sementara itu, tadi pagi Presiden Soeharto mengunjungi proyek persawahan pasang surut di Delta Upang, lebih kurang 80 kilometer sebelah utara kota Palembang. Disini Presiden sempat berdialog dengan para petani setempat yang terdiri atas transmigran. Kepada para transmigran tersebut, Presiden menjanjikan akan memberikan bibit itik unggul yang akan dapat meningkatkan penghasilan mereka.



SENIN, 5 MEI 1974
Presiden Soeharto hari ini menyerukan agar para pemimpin pemerintahan dan pemuka masyarakat menghayati aspirasi yang hidup dalam masyarakat, sehingga mereka dapat berbicara secara langsung dengan rakyat yang mereka pimpin. Kalau ingin berhasil, maka semua pemimpin perlu mendalami pandangan masyarakat Indonesiayang beragama. Dikemukakannya pula bahwa dalam usaha manusia untuk mencari kebutuhan hidup, aspirasi keagamaannya dan spritualnya tidak dapat dipisahkan atau diabaikan. Itulah sebabnya mengapa perlu sekali digali ajaran agama-agama untuk mendorong berhasilnya pembangunan. demikian inti sambutan tertulis Presiden Soeharto dalam menyambut Konferensi Besar Jamiah Nahdatul Ulama di Jakarta; sambuta tersebut dibacakan oleh Menteri Agama, Mukti Ali.



KAMIS, 5 MEI 1977
Presiden Soeharto menginstruksikan supaya dalam persiapan musim tanam 1977/1978 yang akan dimulai pada tanggal 1 Oktober yang akan datang, intensifikasi penanaman padi gadu lebih ditingkatkan lagi, sehingga target dapat dicapai. Menteri Pertanian Thojib Hadiwidjaja mengatakan hal ini kepada wartawan di Bina Graha selesai melapor kepada Presiden mengenai hasil intensifikasi pertanian pada musim tanam 1976/1977.



SABTU, 5 MEI 1979
Presiden Soeharto pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Korea, Young Hun Hahm. Presiden mengatakan bahwa hubungan antara Indonesia dan Korea Selatan berlangsung dengan baik karena keuda negara sama-sama menginginkan berdiri tegak sebagai negara merdeka yang mampu memikul tanggungjawab penuh atas jalan dan masa depannya sendiri, saling menghormati keadulatanm dan berkehendak membangun kerjasama yang saling bermanfaat. 

Menurut Kepala Negara, asas-asas yang demikian akan menjadi kekuatan penting bagi keakraban dan persahabatan antara keuda negara di masa datang. Ia juga mengungkapkan keyakinannya bahwa apabila asas tersebut berkembang merata di seluruh dunia, maka perdamaian, kesejahteraan dan keadilan pasti tidak lagi hanya menjadi impian manusia. Dan pengembangan asas-asas tersebut bertambah penting artinya, sebab dunia kita dewasa ini sedang penuh dengan berbagai kemungkinan yang mecemaskan. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto.

Usai menerima surat-surat kepercayaan dari Dita Besar Korea Selatan itu, Presiden menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Hongaria, Frigyes Puja, di Istana Merdeka. Setelah menemui Kepala Negara, Mentri Luar Negeri Puja mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut telah dibicarakan hubungan bilateral dan situasi yang memburuk di Indocina.



SENIN, 5 MEI 1980
Presiden Soeharto memberikan 20.000 sak semen kepala rakyat Jawa Barat. Hari bantuan tersebut diserahkan oleh Kepala Biro Proyek-proyek Bantuan Presiden, Zahid Husein, dalam suatu acara di pabrik semen PT Indocement di Cibinong, Bogor. Menurut Zahid Husein bantuan ini merupakan bantuan kedua untuk rakyat Jawa Barat, karena tahun lalu Presiden juga telah memberikan bantuan semen sebanyak 70.000 sak.

Presiden Soeharto atas nama pemerintah dan rakyat Indonesia serta sebagai pribadi telah menyampaikan rasa belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Presiden Yugoslavia, Josef Broz Tito. Seperti diketahui, Presiden Tito adalah seorang pejuang dan salah seorang pendiri Gerakan Non-Blok.



SELASA, 5 MEI 1981
Presiden Soeharto hari ini menegaskan bahwa pengawasan langsung dari atasan kepada bawahan harus makin digalakkan sebagai usaha untuk menegakkan disiplin. Pengawasan ini ditujukan pada pengembangan sistem kelembagaan, misalnya saja dalam elaksanaan APBN. Sehubungan dengan itu, Kepala Negara menunjuk Wakil Presiden untuk memberikan penjelasan-penjelasan kepada pejabat eselon I. Demikian dikatakan Menteri PPLH, Emil Salim, setelah diterima Presiden hari ini.

Presiden Soeharto memberikan bantuan 496 ekor sapi kepada para petani di tujuh kabupaten di Jawa Barat. Sapi-sapi tersebut hari ini diserahkan oleh Zahid Husein, Kepala Biro Proyek-proyek Bantuan Presiden, kepada Wakil Gubernur Jawa Barat, Ir. Suhud Warnaen, di Cisarua, Bogor. mengatakan bahwa sampai tahun kedua Pelita III ini Oresiden Soeharto telah menyebarkan sekitar 12.000 ekor sapi ke seluruh nusantara dalam upaya untuk meningkatkan populasi ternak dan gizi masyarakat.



SENIN, 5 MEI 1984
Di Cendana siang ini, Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan Presiden Komisi Masyarakat-masyarakat Eropa (MME), Gaston E Thorn. Gaston Thorn berada di Indonesia dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan antara MME dan Indonesia. Selama di Indonesia Gaston Thorn akan mengadakan pembicaraan dengan beberapa Menteri Kabinet Pembangunan . dalam kunjungan kepada Presiden Soeharto, ia didampingi oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja.



SENIN, 5 MEI 1986
Dalam rangka pelaksanaan Pemilihan Umum 1987, pagi ini pukul 10.00 di Cendana, Presiden Soeharto dan Ibu Tien menerima para petugas Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) yang diantar oleh Lurah dan Camat Menteng, serta Wali Kota Jakarta Pusat, A Munir. Setelah memeriksa kartu pemilih itu dengan teliti, Presiden dan Ibu Soeharto membubuhkan tandatangan mereka pada kartu masing-masing.

Sebelumnya, pada jam 09.00, Presiden telah menerima kunjungan kehormatan Menteri Luar Negeri Birma, U Ye Goung, yang diantar oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja. Usai pertemuan tersebut, Mneteri Mochtar menyatakan bahwa tamunya menyampaikan salam dari Presiden U San Yu dan Ketua Partai Sosialis Birma, Ne Win, untuk Presiden Soeharto. Juga dikemukakannya bahwa dalam pertemuan itu Menteri Luar Negeri Birma telah menyatakan keinginannya untuk meningkatkan perdagangan dengan Indonesia. Dalam hubungan ini Birma berminat untuk membeli kelapa sawit dan cengkeh dari Indonesia.

Menteri Luar Negeri Birma juga mengemukakan pendapatnya kepada Presiden tentang Gerakan Non-Blok. Dikatakannya bahwa gerakan itu sudah tidak murni lagi, sehingga Birma menarik diri keluar dari Gerakan Non-blok. sebagaimana di ketahui, Indonesia berusaha untuk memperbaiki keadaan ini dari dalam.



SELASA, 5 MEI 1987
Presiden dan Ibu Soeharto siang ini berkunjung ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita untuk melihat hasil operasi “anak biru” yang merupakan kerjasama antara rumah sakit tersebut dengan team dokter dari royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia. Seperti diketahui, anak biru adalah anak yang memiliki kelainan jantung sejak lahir; karena kekurangan oksigen, maka bibir dan kukunya berwarna biru.

Di Rumah Sakit tersebut, Presiden dan Ibu Soeharto bercakap-cakap dengan beberapa pasien anak-anak dengan penuh ramah dan kasih sayang Usia pasien-pasien tersebut adalah antara 3,4 sampai sembilan tahun.



JUMAT, 5 MEI 1989
Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan PM Takeshita di Istana Merdeka pagi ini. Pembicaraan yang dimulai pada jam 09.30 dan berakhir pada pukul 12.00 siang itu berlangsung dalam dua babak. Peserta dalam pembicaraan babak pertama adalah terbatas, sementra pertemuan babak kedua melibatkan lebih banyak pejabat tinggi dari kedua negara.

Disamping masalah bilateral, pembicaraan antara kedua kepala pemerintahan itu juga mencakup berbagai masalah regional, Takeshita mengatakan bahwa Jepang mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang diambil ASEAN dalam rangka membantu menyelesaikan masalah Kamboja. Sedangkan masalah Internasional yang dibahas adalah mengenai perubahan besar dalam hubungan Timur-Barat.

Menyangkut hubungan bilateral Indonesia-Jepang, Presiden Soeharto meminta PM Takeshita untuk mengurangi tarif bea masuk ekspor barang-barang Indonesia ke negara itu. Sementara itu menjanjikan akan mempelajari persoalan tersebut, PM Takeshita menyatakan pula kesedihan pemerintahnya untuk mengabulkan permintaan bantuan yang diajukan pemerintah Indonesia sebesar US$2 miliar untuk tahun anggaran 1989/1990. Ia juga memberikan jaminan kepada Presiden bahwa kebjikasanaan Jepang terhadap Indonesia tidak akan berubah sekalipun nnti ia tidak akan lagi menjadi perdana menteri.



SABTU, 5 MEI 1990
Selama hampir tiga jam, mulai pukul 10.00, pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dua babak dengan PM Kaifu di Istana Merdeka. Dalam pembicaraan tersebut, kedua pemimpin pemerintahan itu telah dimembahas berbagai masalah bilateral, disamping masalah regional dan internasional. Kepada PM Toshiki Kaifu, Presiden menjelaskan mengenai berbagai kesulitan yang dihadapi Indonesia dalam melaksanakan pembangunan. misalnya apresiasi nilai sejumlah mata uang asing terhadap dollar Amerika yang telah memberatkan beban pembayaran utang luar negeri, ditambah lagi dengan bunganya. Kemerosotan harga minyak di pasaran internasional telah pula menyebabkan penerimaan luar negeri, ditambah lagi dengan bunganya. Kemerosotan harga minyak di pasaran internasional telah pula menyebabkan penerimaan luar negeri Indonesia menjadi berkurang.

Disamping itu Presiden juga menguraikan tentang kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan masih perlunya bantuan luar negeri untuk memperlancar jalannya pembangunan. presiden juga menyatakan menyambut baik keinginan Universitas Kyoto untuk mendirikan salah satu radar raksasa di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, untuk menjaga kelestarian hutan dan upaya menjaga keadaan cuaca di dunia. untuk itu diharapkan agar pemerintah Jepang dapat membantu pembangunannya, mengingat terbatasnya keuangan Indonesia.

Dalam pembicaraan tersebut, PM Kaifu menyatakan kesediaannya secara umum membantu Indonesia untuk memperlancar pembangunannya. Akan tetapi ia belum dapat menentukan jumlah yang akan diberikan, termasuk bantuan khusus, karena akan diperinci dalam sidang IGGI yang akan datang di Den Haag. 


Penyusun Intarti, S.Pd