PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 11 Mei 1966-1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
RABU, 11 MEI 1966

Simposium Kebangkitan Angkatan ’66 Universitas Indonesia dalam bidang ekonomi menyatakan bahwa kemerosotan ekonomi disebabkan oleh dua hal. Pertama, ekonomi terbengkalai selama bertahun-tahun. Kedua, kepentingan ekonomi dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan lain.




KAMIS, 11 MEI 1967

Dalam rangka persiapan pemilihan umum, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto mengatakan bahwa yang penting dalam pemilihan umum bukanlah peristiwanya saja, tetapi hasil dari pemilihan umum itu, dan jaminan bahwa rakyat bisa memilih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.




SELASA, 11 MEI 1971

Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini, Gubernur Bank Sentral, Radius Prawiro, telah melaporkan tentang krisis uang di Eropa. Dikatakannya bahwa krisis itu tidak akan mempunyai pengaruh terhadap Indonesia, karena transaksi rupiah dikaitkan dengan dolar AS. Bank Indonesia melihat bahwa kita tidak perlu mengambil langkah-langkah tertentu dalam menghadapi krisis keuangan di Eropa, dan bahkan lebih baik bagi kita untuk meneruskan kebijaksanaan sekarang.

Namun demikian Presiden Soeharto menginstruksikan agar BI terus mengikuti dan menilai perkembangan moneter yang terjadi di Eropa, agar kita selalu siap sedia menghadapi segala kemungkinan. Secara khusus, Presiden juga menginstruksikan kepada Departemen Perdagangan untuk memperhatikan harga sembilan bahan pokok seperti gula, ikan asin, dan minyak goreng, yaang akhir-akhir ini dirasakan tidak mantap. Khususnya tentang harga gula, Presiden tidak membenarkan dilakukannya lagi pungutan-pungutan tidak resmi.




KAMIS, 11 MEI 1972

Presiden Soeharto mengadakan serangkaian pertemuan dengan beberapa menteri ekonomi Jepang siang ini. Tampak menemui Presiden Soeharto di Hotel Imperial antara lain adalah Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Kukaei Tanaka, dan Menteri Keuangan Mizuta. Kesemua pembicaraan berkisar pada hubungan ekonomi antara kedua negara. Dikabarkan bahwa dalam pertemuan dengan Menteri Keuangan Mizuta, kepada Presiden Soeharto dijanjikan bahwa Jepang akan memberikan tambahan pinjaman sebesar 200 juta dolar AS dalam rangka IGGI. Bantuan ini antara lain dimaksudkan untuk pembiayaan proyek pembangkit tenaga listrik dan alumunium di Sumatera Utara. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soeharto menegaskan bahwa Indonesia hanya mau menerima loan dengan syarat-syarat yang ringan.

Sesuai pertemuan dengan menteri-menteri ekonomi Jepang, Presiden Soeharto menerima kurang lebih 40 anggota Keidanren. Pada kesempatan ini Presiden telah menjelaskan tentang kestabilan ekonomi Indonesia dan kemungkinan-kemungkinan bagi kerjasama dengan negara lain. Dalam hubungan ini Presiden mengharapkan agar hubungan antara pengusaha-pengusaha Indonesia dan pengusaha-pengusaha Jepang dapat lebih dipererat pada masa yang akan datang.

Pimpinan Keidanren dalam pidatonya menyatakan menyatakan terkesan akan kemajuan-kemajuan yang dicapai Indonesia dan usaha untuk menekan laju inflasi sampai tingkat yang paling rendah. Katanya, kemajuan-kemajuan yang berhasil dicapai itu adalah lebih besar bila dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa negara lain.




JUMAT, 11 MEI 1973

Setelah berada di JawaTengah sejak kemarin, hari ini selama empat jam Presiden Soeharto meninjau perkembangan BUUD di daerah-daerah sekitar Surakarta dan Yogyakarta. Dalam peninjauan ini Presiden memusatkan perhatian pada pelaksanaan teknis dari usaha-usaha yang diselenggarakan dalam rangka BUUD, seperti penyaluran pupuk, selain ingin mengetahui tentang harga beras di pasaran setempat dan kegiatan para tengkulak.

Dalam pertemuan dengan unsur-unsur Pemerintah Daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Gedung Negara, Yogyakarta, Presiden menawarkan kerjasama dalam usaha penyaluran beras kepada para pedagang, penggilingan dan tengkulak bahan makanan. Pada kesempatan itu Kepala Negara telah membantah pendapat yang mengatakan bahwa dengan kebijaksanaan pengadaan pengannya Pemerintah hendak mematikan kegiatan mereka selama ini bergerak di bidang perdagangan dan penggilingan beras.

Presiden menjelaskan bahwa usaha membentuk cadangan beras nasional hanya memerlukan 10% saja dari kebutuhan yang diperkirakan berjumlah 14,8 juta ton setahun. Hal ini diperlukan sebagai jaminan didalam pengendalian harga beras; jaminan ini akan diperkuat lagi dengan bantuan pangan dari luar negeri.

Selanjutnya Presiden menyerukan kepada aparat pemerintah agar mereka-mereka yang telah bergerak dalam bidang perberasan sebagai pedgang, penggiling ataupun tengkulak diajak dalam kegiatan penyaluran beras yang dewasa ini mulai dijalankan oleh BUUD. Akan tetapi apabila ajakan ini tidak mereka hiraukan dan jika usaha mereka menimbulkan hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran penyaluran beras kepada masyarakat, maka aparat pemerintah diminta oleh Presiden untuk melarang usaha-usaha tersebut.

Ditegaskan oleh Kepala Negara bahwa BUUD tidak didirikan untuk sementara, melainkan akan dipelihara dan disempurnakan terus, sehingga akan menjadi landasan pengembangan ekonomi desa yang kuat. Menurut Presiden, selama Panca Usaha di bidang pertanian dan usaha intensifikasi masih berjalan, selama itu pula BUUD tetap diperlukan. BUUD nanti tidak hanya digunakan sebagai alat untuk meningkatkan produksi padi, tetapi juga untuk meningkatkan produksi palawija dan pengembangan.




KAMIS, 11 MEI 1978

Presiden Soeharto telah meminta Masyarakat Perkayuan Indonesia (MPI) menyediakan kayu/bahan bangunan untuk pedesaan. Diharapkannya bahwa kayu/bahan bangunan itu dapat disalurkan melalui BUUD/KUD, sehingga harganya tetap layak dan terjangkau oleh rakyat. Demikian dikemukakan Kepala Negara kepada Dewan Pimpinan Harian MPI yang menghadapnya di Cendana pagi ini. Pimpinan MPI yang hadir dalam pertemuan itu adalah Taswin, Bob Hasan, Ir. Sadikin, Sutara, Firmansyah, dan J Sumandap.

Pada kesempatan itu Kepala Negara menegaskan sekali lagi bahwa ekspor kayu log bukanlah tujuan akhir Indonesia. Yang menjadi tujuan utama kita, demikian Presiden, adalah membangun industri perkayuan sendiri, sehingga hasil ekspor kita menjadi lebih berarti. Untuk itu diperlukan penumpukan dana untuk investasi yang akan dicapai melalui ekspor kayu dalam log.




JUMAT, 11 MEI 1979

Jam 14.30 siang ini Presiden Soeharto meninggalkan Jakarta menuju Denpasar, dalam rangka pembicaraan tidak resmi dengan Perdana Menteri Australia, Malcom Fraser. Di lapangan udara Ngurah Rai, sore ini Presiden menjemput kedatangan PM Fraser yang tiba dari Manila dengan pesawat angkatan udara Australia.

Petang ini berlangsung pembicaraan tahap pertama antara kedua pemimpin di Pertamina Cottege di Pantai Kuta. Selesai pembicaraan tersebut keduanya bersantap malam bersama; acara kemudian diteruskan malam kesenian.




SENIN, 11 MEI 1981

Presiden Soeharto menginstruksikan agar semua bentuk perjudian dihapuskan di seluruh Indonesia. Demikian dikatakan Menteri Hankam/Pangab, Jenderal M Jusuf setelah diterima Kepala Negara di Bina Graha pagi ini. Presiden Soeharto memberikan bantuan 283 ekor sapi kepada Provinsi Jambi. Sapi-sapi tersebut hari ini tiba di tempat karantina Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung, Jambi.



JUMAT, 11 MEI 1984

Pada jam 09.00 pagi ini, Presiden dan Ibu Soeharto hari ini menerima kunjungan kehormatan Wakil Presiden Amerika Serikat dan Nyonya Bush di Istana Merdeka. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto melakukan tukar pikiran dengan Wakil Presiden George Bush. Dalam pertemuan itu Geoerge Bush telah memberi jaminan bahwa adanya hubungan baik AS dan RRC Cina tidak akan merugikan hubungan AS dengan negara-negara ASEAN.

Kepada Wakil Presiden Bush, Presiden Soeharto telah memberikan penjelasan mengenai mengapa Indonesia masih belum menormalisasi hubungannya dengan RRC. Selain itu juga dijelaskan mengenai sikap ASEAN mengenai penyelesaian masalah Kamboja.




SABTU,11 MEI 1985

Pukul 09.30 pagi ini Presiden Soeharto menginspeksi kapal keruk timah “Singkep I” yang sedang dibangun di Galangan Kapal PT Kodja Indonesia di Tanjung Priok, Jakarta. Kapal keruk yang dibangun dengan biaya sebesar Rp28 miliar itu setelah selesai akan dioperasikan dalam penambangan timah di perairan Karimun Kundur, Riau.

Pada kesempatan itu Menteri Perindustrian Hartarto menjelaskan kepada Presiden bahwa rancang-bangun dan perekayasaan untuk pembuatan berbagai jenis kapal sampai dengan ukuran 9.000 ton bobot mati sudah dapat dikerjakan oleh galangan kapal dalam negeri. Akan tetapi rancang-bangun kapal dengan ukuran yang lebih besar, kita masih memakai rancangan dan bantuan teknis dari luar negeri. selain Menteri Hartarto, tampak mendampingi Kepala Negara dalam peninjauan itu Menteri Koordinator bidang Ekuin, Ali Wardhana, serta Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto.

Presiden Soeharto hari ini memberikan bantuan keuangan sebesar Rp10 juta untuk pembiayaan pembangunan Masjid Al Ikhlas di Kelurahan Bayamsari, Semarang. Bantuan ini telah serahkan oleh Walikota Semarang, H Iman Suprapto, kepada panitia pembangunan masjid tersebut, atas nama Presiden.




SENIN, 11 MEI 1987

Selama hampir satu jam, pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Pertanian Achmad Affandi di Cendana. Menteri Affandi menghadap Kepala Negara untuk melapor tentang perkembangan produksi beras dalam tahun 1987. Disampaikannya bahwa Departemen Pertanian memperkirakan produksi beras tahun ini akan mencapai 27,305 juta ton. Hasil ini akan lebih tinggi daripada tingkat produksi tahun yang lalu, sekalipun beberapa daerah dilanda kekeringan dan hama tikus. Kedalam perkiraan produksi sebesar itu belum lagi diperhitungkan hasil Supra Insus di jalur utara Jawa Barat seluas 270.000 hektar.



KAMIS, 11 MEI 1989

Selama satu jam lebih, Presiden Soeharto pagi ini menerima Duta Besar AS untuk Indonesia, Paul D Wolfowitz di Bina Graha. Duta Besar Wolfowitz datang untuk pamit sehubungan dengan berakhirnya tugasnya di Indonesia. Selesai pertemuan tersebut telah dibahas berbagai masalah, baik yang menyangkut keadaan di Indonesia, kawasan Asia Tenggara maupun situasi dunia pada umumnya.

Kepala Negara menganjurkan kepada para pengrajin cenderamata untuk memproduksi barang-barang yang sesuai dengan selera pasar, baik di dalam maupun di luar negeri. barulah dengan demikian apa yang mereka produksi akan benar-benar menguntungkan dan tidak sia-sia. Pesan tersebut disampaikan Presiden kepada pada pengurus Yayasan Bhakti Nusantara Indah, yang dipimpin oleh Nyonya Siti Hardiyanti Indra Rukmana, ketika mereka menghadapnya di Bina Graha pagi ini.

Hari ini pemerintah mengeluarkan Daftar Bidang Usaha yang tertutup bagi Penanaman Modal (DNI, Daftar Nefative Investment) sebagai Pengganti Daftar Skala Prioritas (DSP). DNI ini disusun lebih ringkas dan sederhana dibanding dengan DSP, sebab didalam DNI hanya dimuat bidang usaha yang tertutup saja. Salah satu ketentuan dalam DNI adalah batas minimum investasi PMA yang selama ini adalah US$1 juta menjadi US$250.000,-. Disamping itu juga prosentase penyertaan saham koperasi dalam rangka PMA yang sebelumnya sebesar 20% kini menjadi hanya 5% saja.



SENIN, 11 MEI 1992

Presiden dan Ibu Soeharto hari ini meresmikan Terminal II Bandar Udara Soekarno-Hatta di Cengkareng, Jakarta. terminal II ini merupakan terminal khusus penumpang untuk tujuan luar negeri. Fasilitas-fasilitas yang dibangin dengan bantuan Prancis ini merupakan peningkatan daripada fasilitas yang ada di Terminal I. Di Terminal II ini terdapat lebih banyak “gerbang belalai” (avio-bridge), disamping tersedia pula ban berjalan.

Dalam amanatnya Presiden antara lain mengatakan bahwa peralatan canggih dan sarana-sarana penunjang yang serba lengkap, belumlah cukup. Kita harus menunjukkan kemampuan sebagai bangsa yang dapat melayani kepentingan umum. Untuk itu kepada seluruh mereka yang bekerja di bandar udara ini diminta untuk dapat menunjukkan keramahan, memberi pelayanan yang mudah dan cepat, menjamin keamanan barang-barang bawaan. Dikatakan oleh Kepala Negara bahwa semua itu akan sangat mempengaruhi kesan dan tanggapan orang luar terhadap bangsa kita.



Penyusun Intarti, S.Pd