PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 5 April 1967 - 1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 5 April 1967

Hari ini telah diadakan sidang rutin Ampera, yang dipimpin oleh Ketua Presidium Kabinet/Pejabat Presiden Jenderal Soeharto. Dalam sidang ini telah dibahas lebih lanjut usaha-usaha yang dapat memperlancar pelaksanaan rehabilisasi perekonomian. Pada akhir sidang, kabinet memutuskan untuk menurunkan suku bunga kredit dari 6-9 persen menjadi 4-7 persen per bulan.

Pemerintah telah pula mengambil langkah-langkah lain, baik pada tingkat daerah maupun nasional, dalam usaha memperlancar program stabilitas dan rehabilitasi perekonomian. Pada tingkat daerah, para gubernur/KDH Tingkat I seluruh Indonesia diinstruksikan untuk memanfaatkan sebagian dari premi ekspor daerah yang diperoleh masing-masing Daerah Tingkat I seluruh Indonesia diinstruksikan untuk perbaikan/pemeliharaan jalan di daerah-daerah tersebut. Kebijaksanaan resebut tercermin dalam Instruksi Kabinet Ampera No.`17/EK/IN/2/1967. Sementera itu, pembenahan pada tingkat nasional adalah pada tingkat nasional adalah berupa pembentukan panitia koordinasi kerjasama tehknik luar negeri. dasar pertimbangan bagi pendirian panitia ini ialah bahwa kerjasama teknik liar negeri perlu dikoordinasikan dengan efisien dan efisien, sehingga bermanfaat untuk menyukseskan program pemerintah pada umumnya. Demikian keputusan presidium kabinet ampera No. 81/U/KEP/4/1967 yang mulai berlaku hari ini.

Sabtu, 5 April 1969

Pagi ini Presiden Soeharto menerima Duta Besar Prancis di Indonesia, Claude Cheysson. Disamping berpamitan karena akan cuti di Prancis, dalam pertemuan itu telah pula dibicarakan mengenai kunjungan Presiden Soeharto ke Perancis pada akhir Mey yang akan datang. Selain itu dibahas beberapa masalah bileteral. Presiden Soeharto juga menyampaikan pesan pribadinya untuk Presiden de Gaulle.

Rabu, 5 April 1972

Presiden Soeharto hari ini menerima kunjungan anggota-anggota Dewan Pers di Istana Merdeka. Kepada mereka Presiden menyampaikan harapannya agar dalam tulisan-tulisan dan kritik-kritik, Pers Indonesia harus “tepo sliro” (tenggang rasa). Hal ini karena menurut Presiden, tusukan prajurit-prajurit pena tidak kalah tajamnya dari tusukan prajurit-prajurit berbayonet.  Lebih jauh Presiden mengatakan bahwa kalau prajurit pena serampangan dan tidak pandai-pandai dalam tulisan-tulisannya maka mereka bukan sja akan menusuk kulit, tetapi juga hati yang bersangkutan.

Sabtu, 5 April 1975

Sore ini Presiden Soeharto dan rombongan tiba kembali di tanah air. Dari Australia Kepala Negara tidak langsung terbang ke Jakarta, melainkan singgah di Denpasar, Bali, untuk menemui Presiden Khmer, Lon Nol, yang telah berada di Bali sebelum Presiden Soeharto berangkat ke Australia. Dalam pertemuan dengan Presiden Lon Nol sore ini di Istana Tampak Siring, telah dibahas perkembangan yang terjadi di Khemr. Kepada Presiden Soeharto, Presiden Lon Nol telah menyampaikan harapannya kepada Indonesia agar bersama-sama negara-negara ASEAN lainnya dapat mengambil langkah-langkah untuk menciptakan perdamaian di Khmer. Lon Nol menyatakan keyakinannya kepada Presiden Soeharto bahwa pasukan pemerintah Khmer akan mempertahankan tanah air mereka dari serangan Khemr Merah.


Selasa, 5 April 1977

Pagi ini Presiden Soeharto tiba di Penang, Malaysia, untuk melakukan pembicaraan tidak resmi dengan PM Malaysia, Hussein Onn. Dalam pertemuan yang berlangsung di Wisma Persekutuan yang terletak di tepi pantai pulau Penang, dibicarakan hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan KTT ASEAN yang akan datang. KTT ASEAN tersebut akan diadakan pada bulan Agustus nanti di Kuala Lumpur, bertepatan dengan peringatan sepuluh tahun usia ASEAN.

Pada pertemuan itu juga telah disinggung masalah kerjasama antar ASEAN dan masalah-masalah ASIA Pasifik, serta dunia pada umumnya. Pembicaraan antara Presiden Soeharto dengan Perdana Menteri Hussein Onn itu berlangsung secara tersendiri. Setelah pertemuan terpisah itu, diadakan pula pertemuan lengkap dimana kedua kepala pemerintahan didampingi oleh para pejabat masing-masing negara.

Rabu, 5 April 1978

Bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto pagi ini mengambil sumpah Bank Gubernur Bank Indonesia/Bank Sentral, Drs. Rachmat Saleh dan Wakil Panglima ABRI/Panglima Kopkamtib, Laksamana Sudomo. Upacara pelantikan berlangsung selama satu jam dan tanpa amanat Kepala Negara.

Usai upacara pelantikan tersebut, dengan didampingi Wakil Presiden Adam Malik, Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet pembangunan III. Sidang yang berlangsung di Gedung Utama Sekretariat Negara itu diawali dengan penyampaian perkiraan keadaan tahun 1968 yang disampaikan oleh Kepala Bakin.

Dalam amanatnya, Kepala Negara menggariskan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai pedoman kerja bagi seluruh kabinet dan setiap departemen/lembaga pemerintah non-departemen. Sebagai pedoman kerja, Presiden antara lain telah memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas dan mekanisme kerja.

Petunjuk pelaksanaan tugas yang diberikan Presiden itu mencakup delapan aspek. Pertama, pelaksanaan tahun terakhir Repelita II, dimana ecara jelas terurai masalah-masalah penerimaan dan pengluaran negara, kredit luar negeri serta pembinaan perusahaan-perusahaan milik negara. kedua, penyusunan Repelita III dan pelaksanaannya. Ketiga, pembinaan stabilitas nasional, khususnya stabilitas politik dan keamanan.

Keempat, pengawasan pelaksanaan pembangunan, yang untuk peningkatan dan pengefektifannya Presiden dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan hidup. Kelima, penciptaan aparatur negara yang makin bersih dan berwibawa. Keenam, pelaksanaan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Ketujuh, pelaksanaan pemilihan umum dalam tahun 1982. Kedelapan, usaha-usaha pokok didalam pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif yang berorientasi kepada kepentingan nasional.

Kamis, 5 April 1979

Presiden Soeharto pagi ini menerima pimpinan kontraktor-kontraktor pertamina. Mereka yang menghadap adalah MB Morris dan HV Ward, keduanya Presiden Continental Oil Company (Conoco), J Takamizawa, Presiden Inpex, PE Carlton, Wakil Presiden Getty Oil Company, serta GB Scarborough, Wakil Presiden Gulf Oil Company. Direktur Utama Pertamina, Piet Haryono mendampingi mereka dalam kunjungan tersebut.

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM yang mulai berlaku pada hari ini. Kenaikan harga ini meliputi semua jenis BBM, kecuali minyak tanah (kerosin).

Sabtu, 5 April 1980

Presiden Soeharto pagi ini menginstruksikan kepada Kapolri, Letjen. (Pol.) Awaludin Djamin, untuk terus membenahi tubuh kepolisian yang telah dilaksanakan sejak tahun lalu. Demikian penjelasan Kapolri selesai menghadap Presiden di Istana Merdeka untuk melaporkan pelaksanaan tugasnya sejak menjabat sebagai Kapolri selama setahun lebih.

Bertempat di Istana Merdeka, pagi ini Presiden Soeharto menerima penyerahan surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Yunani untuk Indonesia, Dimitri Manolatos. Dalam pidato balasannya Presiden mengatakan bahwa bangsa Indonesia dan bangsa Yunani memiliki berbagai persamaan, seperti berpegang teguh pada penghargaan luhur terhadap kemerdekaan nasional, penolakan campur tangan urusan dalam negeri masing-masing dan mengutamakan dialog dalam menyelesaikan permasalahan bilateral. Kedua negara juga memiliki kesamaan kepentingan dalam usaha perjuangan selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam rangka ini kiranya kedua negara dapat mempelajari lebih lanjut kemungkinan peningkatan kerjasama yang saling menguntungkan kedua rakyatnya di berbagai bidang.

Selasa, 5 April 1988

Bertempat di Istana Negara, pada jam 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Musyawarah Nasional ke-3 Dharma Wanita. Dalam amanatnya Kepala Negara kembali mengingatkan bahwa tahun-tahun yang akan datang tetap akan merupakan tahun-tahun yang sulit dan berat. Akan tetapi ia menyatakan keyakinannya bahwa jika seluruh lapisan dan golongan masyarakat dapat terus meingkatkan kemampuan dan kemauan, mempererat persatuan dan kesatuan dalam memikul tanggungjawab pembangunan, maka kita pasti akan dapat mengatasi tahun-tahun yang sulit dan berat dihadapan kita itu. Dalam hubungan inilah kita mengharapkan agar tekad yang demikian menjadi semangat musyawarah nasional Dharma Wanita sekarang ini.

Ditegaskan oleh Presiden bahwa dalam mengemban tugas-tugas pembangunan yang berat itu, kaum wanita Indonesia jelas harus terus iktu memberikan sumbangannya. Sebab, demikian Kepala Negara, kaum wanita jelas merupakan kekuatan pembangunan yang sangat besar. Kia potensi yang sangat bsar ini sampai tidak ikutserta dalam pembagunan, maka tidak mustahil pembangunan akan mengalami hambatan. Karena itu Presiden mengharapkan agar Dharma Wanita siap untuk terjun makin aktif dalam melanjutkan pembangunan bersama-sama organisasi-organisasi masyarakat lainnya.

Rabu, 5 April 1989 

Sidang terbatas bidang Ekuin berlangsung di Bina Graha pagi ini dibawah pimpinan Presiden Soeharto. Didalam sidang hari ini Kepala Negara menyerukan kepada pedagang besar atau eksportir swasta untuk menjalin kerjasama dengan KUD dan para petani kecil. Namun Presiden mengingatkan agar kerjasama itu menguntungkan kedua pihak, dan diarahkan pada usaha melindungi koperasi serta para petani. Ditegaskannya bahwa semua instansi harus ikut mendorong kerjasama antara swasta dan KUD, tetapi harus dihindari adanya kerjasama yang menekan kehidupan para petani.

Sidang yang berlangsung selama lebih kurang tiga jam itu juga membahas persiapan-persiapan menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Dalam hubungan ini Presiden menggariskan agar berbagai keperluan masyarakat, termasuk angkutan, harus dapat dicukupi.

Didalam sidang dilaporkan bahwa jumlah uang beredar pada bulan Januari 1989 sebesar Rp13,57 triliun. Sementara itu laju inflasi selama bulam Maret tahun anggaran sebelumnya yang tercatat sebesar 8,29%. Dengan demikian laju inflasi untuk tahun anggaran 1988/1989 menjadi 6,55%.
Dilaporkan pula bahwa ekspor Indonesia selama bulan Januari 1989, berdasarkan angka sementara, mencapai US$1,6 miliar atau naik 6,6% dibanding dengan nilai pada periode yang sama tahun lampau. Sementara itu impor mencapai US$1,2 miliar, sehingga neraca perdagangan Indonesia untuk Januari 1989 surplus sebesar US$402,9 juta.

Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.