PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 17 April 1970 - 1985

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Jumat, 17 April 1970

Pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan pimpinan DPR-GR, pimpinan partai politik dan Golkar bertempat di Istana Negara. dalam pertemuan tersebut Presiden memberi penjelasan atas kebijaksanaan baru pemerintah di bidang ekonomi dan keuangan yang bertujuan untuk merangsang kegiatan ekspor.

Selain itu Presiden mengumumkan juga tentang penyederhanaan kurs valuta asing daripada yang selama ini berlaku. Sekarang ini hanya ada dua macam bentuk kurs. Pertama “kurs devisa kredit”. Yang dipakai pemerintah untuk mengimpor barang-barang kebutuhan pemerintah dalam rangka pembangunan, barang modal dan bahan baku untuk industri dalam negeri, serta bahan-bahan esensial lainnya dan bahan pokok kebutuhan rakyat sehari-hari. Kedua ialah “kurs devisa umum”, yang digunakan untuk mengimpor barang dan bahan-bahan yang tidak diimpor dengan devisa kredit. Dengan berlakunya kedua macam kurs ini, maka kurs-kurs lain, seperti BE, DP, BE Umum dan BE Kredit tidak berlaku lagi. Demikian antara lain dikemukakan Presiden Soeharto.


Sabtu, 17 April 1971

Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi di Bina Graha pagi ini, Presiden Soeharto telah menginstruksikan kepada Menteri Pertambangan agar lebih mengusahakan kelancaran distribusi minyak dan bensin di daerah-daerah Indonesia Timur.


Rabu, 17 April 1974 

Tiga orang duta besar baru dilantik pagi ini oleh Presiden Soeharto di Istana Negara. Ketiga duta besar itu adalah Mayjen. Sarwo Edhi Wibowo untuk Korea Selatan, Letjen. Sutopo Yuwono untuk Kerajaan Belanda, dan RM Abikusno untuk Pakistan. Dalam amanat pelantikannya, Kepala Negara telah menggambarkan dengan jelas tugas yang dipikulkan kepda seorang duta besar. Dikatakannya bahwa seorang duta besar tidak hanya mewakili bangsa, melainkan menerjahkan kepribadian Indonesia, menggambarkan cita-cita dan aspirasi rakyat Indonesia, sehingga dikenal dan dipahami oleh rakyat dan negara dimana ia ditempatkan.


Kamis, 17 April 1975

Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina beserta Kepala Staf Kopkamtib Laksamana Sudomo, Gubernur Bank Sentral Rachmat Saleh, dan Menteri Penerangan Mashuri, pukul 19.30 malam ini menghadap Kepala Negaraertambangan Sadli, Menteri Negara Ekuin Widjojo Nitisasro, Menteri Keuangan Ali Wardhana, Menteri Perindustrian M Jusuf, dan Menteri Hankam/Pangab, Jenderal Panggabean. 


Senin, 17 April 1978

Pukul 09.30 pagi ini, Presiden Soeharto bertindak selaku Inspektur Upacara pada acara serah terima jabatan Menhankam/Pangab dan Wapangab yang berlangsung di Parkir Timur Senayan. Dalam amanatnya Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa tugas-tugas ABRI sebagai alat keamanan dan ketertiban serta tanggungjawab ABRI sebagai kekuatan sosial masih akan diuji untuk kesekian kalinya. Sebagai stabilisator dan dinamisator, kesanggupan ABRI masih harus dibuktikan lagi dalam tahun-tahun menentukan yang akan datang.

Menurut Presiden, dalam tahun-tahun mendatang kita dihadapkan pada tantangan sosial dan panggilan hati nurani yang mendesak-desak, yaitu makin terasanya arah menuju keadilan sosial. Kita juga harus mampu memecahkan secara lebih efektif dan lebih mendasar berbagai masalah sosial yang masih besar lainnya, seperti perluasan kesempatan kerja, pendidikan, perumahan rakyat, dan kesehatan. Kita pasti akan melampaui saat-saat sulit, sebab semuanya itu berjalan serentak dengan waktu pergantian generasi, yang selamanya sulit dan rawan.

Dikatakannya pula bahwa dengan selesainya sidang umum MPR, tugas ABRI bukannya semakin ringan. ABRI harus ikut mengamankan, bahkan harus menjadi pelopor pelaksanaan segala keputusan MPR. Dan pada pelaksanaan keputusan lembaga negara tertinggi kita itu, sesungguhnya terletak ukuran berhasil atau gagalnya tugas kita, tugas rakyat yang diputuskan oleh rakyat untuk kepentingan rakyat. Hal ini lebih-lebih harus disadari oleh ABRI, justru tugas itu melekat pada sifat dan wujud Dwifungsi ABRI. Demikian Presiden Soeharto.


Selasa, 17 April 1979

Pada jam 10.30 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima kunjungan Duta Besar Mesir untuk Indonesia, Aly Khashaba. Duta Besar Khashaba mengunjungi Presiden untuk menyampaikan pesan khusus dari Presiden Mesir, Anwar Sadat. Selesai bertemu Presiden Soeharto, ia menolak menjelaskan isi pesan khusus itu. Kepada pers ia mengatakan bahwa dalam pertemuan dengn Presiden Soeharto, ia lebih banyak mendengarkan penjelasan Presiden tentang posisi Indonesia dalam gerakan Non Blok.

Setengah jam kemudian, di tempat yang sama, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden Adam Malik. Dalam pertemuan selama 40 menit itu, Wakil Presiden melaporkan hasil kunjungannya ke Irak dan Turki yang berlangsung dari tanggal 8 sampai dengan 16 April kemarin.
Setelah menemui Presiden Soeharto, Adam Malik mengatakan bahwa Pemerintah belum menetapkan susunan delegasi Indonesia ke KTT Non Blok di Havana. Ia mengatakan bahwa sbelum mengambil sesuatu keputusan, Indonesia akan terus mengikuti persiapan-persipan yang dilakukan Kuba untuk menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi itu.

Setelah menghadap Presiden di Bina Graha siang ini, Menteri Perhubungan a.i. Radius Prawiro, mengatakan bahwa ia telah melaporkan tentang keadaan perusahaan bis kota yang tidak mampu lagi meningkatkan operasinya, sehingga pemerintah mengambil alih pengelolaan perusahaan-perusahaan itu. Perusahaan-perusahaan angkutan kota yang diambil alih oleh Pemerintah itu adalah PT Saudaranta, PT Arion, PT Marantama, PT Muri Asih, PT Solo Bone Agung, PT Medal Sekarwangi, PT Jakarta Transport, dan PT Ajiwirja. 


Kamis, 17 April 1980

Hari ini Menteri Negara PPLH, Emil Salim, menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia datang untuk melaporkan hasil kunjungannya ke beberapa derah Maluku dan Irian Jaya baru-baru ini. Dalam kesempatan itu, Presiden Soeharto mengemukakan agar para pejabat dapat memegang teguh ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan keputusan Presiden. selain itu, ia menghimbau pihak perbankan agar dapat mendorong dan mengembangkan sarana dan prasarana perbankan di daerah Irian Jaya dengan semangat perintis, yaitu dengan tidak mengutamakan persyaratan-persyaratan teknis perbankan. Hal ini mengingat kondisi daerah itu berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Kepala Negara juga menghendaki agar bahan lokal yang ada di daerah itu dikembangkan, sehingga bilamana terdapat kesulitan, seperti semen, makan dapat dimanfaatkan bahan-bahan lokal itu.

Hari ini Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 14A Tahun 1980 yang merupakan penyempurnaan daripada Keppres No. 14 Tahun 1979, Keppres 14A Tahun 1980 ini memperbesar peluang bagi pengusaha barang dan jasa golongan ekonomi lemah untuk ikut serta dalam kegiatan pembelian/pemborongan yang dilakukan oleh instansi atau proyek-proyek pemerintah. Dengan Keppres yang baru ini juga diadakan pelimpahan beberapa kewenangan (yang semula dipegang Kantor Perbendaraan Negara) kepada pimpinan proyek, sehingga memperlancar prosedur pembiayaan pembangunan.

Selain itu, Keppres No. 14A Tahun 1980 ini menaikkan batas tertinggi nilai borongan atau pembelian pemerintah dari pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah. Juga ditetapkan bahw nilai pembelian/borongan diatas Rp100 juta sampai Rp200 juta diadakan pelelangan antara pemborong/rekanan setempat dan boleh diikuti oleh golongan ekonomi lemah setempat. Digariskan pula bhawa dalam pembelian mengutamakan hasil produksi dalam negeri, yang meliputi barang jadi, setengah jadi, suku cadang, bahan-bahan dan jasa yang dihasilkan perusahaan Indonesia. Dengan ketentuan ini maka diharapkan para produsen kita akan terdorong untuk mencantumkan secara jelas label “made in Indonesia” pada setiap produknya.



Rabu, 17 April 1985

Bertempat di Bina Graha, selama satu jam pagi ini, residen Soeharto menerima Jenderal Van Tien Dung, Menteri Pertahanan dan Keamanan/Pangab Vietnam yang didampingi Panglima ABRI, Jenderal LB Murdani. Kunjungan pejabat tinggi kemiliteran Vietnam ini adalah dalam rangka hubungan bilateral serta kunjungan balasan ke Indonesia.

Dalam pertemuan itu, Presiden menekankan peranan yang sangat penting dari stabilitas nasional dan regional dalam pembangunan bangsa. Dalam hal ini, menurut Presiden, Indonesia berpegang pada Dasasila Bandung, yaitu tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara. pada kesempatan itu pula disinggung masalah Kamboja.

Malam ini, Presiden Soeharto menghadiri Peringatan Israk dan Mikraj Nabi Muhammad SAW yang diadakan di Masjid Istiqlal, Jakarta. memberikan amanatnya pada pringatan ini, Presiden Soeharto mengatakan bahwa pembangunan kehidupan beragama, pertama-tama tentu saja merupakan tugas umat beragama itu sendiri. Peranan Pemerintah terutama lebih bersifat mendukung segala usaha umat beragama untuk meningkatkan dan mengembangkan perikehidupan beragama bangsa kita. Ini tidak berarti bahwa Pemerintah bersifat pasif apalagi lepas tangan.

Dikatakannya, bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional kita, Pemerintah bukan hanya 
membangun tempat-tempat beribadah dan sarana-sarana kehidupan beragama bangsa kita. Karena itu masih adanya anggapan bahwa Pemerintah berusaha mengurangi peranan agama atau memojokkan umat beragama, sama sekali tidak beralasan. Demikian Presiden.

Penyusun Intarti, S.Pd