PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 14 April 1966 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Kamis, 14 April 1966

Waperdam Hankam a.i. Letjen. Soeharto menegaskan bahwa TNI/ABRI lahir bersama-sama perjuangan rakyat Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Ia lahir, tumbuh serta berkembang dari bentuk-bentuk perjuangan konkrit rakyat Indonesia dalam membela proklamasinya. Karena itulah TNI/ABRI lazim pula disebut anak kandung atau anak sulung revolusi Indonesia.
Komando Aksi Pengganyangan Gestapu/PKI Front Pancasila Sulawesi Selatan mengulang kembali tuntutan keras rakyat Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatic dengan RRC yang selama ini memusuhi Negara dan rakyat Indonesia. Selain itu kesatuan ini juga menuntut dibubarkannya Partindo dan PNI Ali Surachman.

Senin, 14 April 1969

Siang ini Presiden Soeharto menerima Dr. Roeder yang diantar oleh Mas Agung. Keduanya datang untuk menyerahkan buku biografi Presiden Soeharto, hasil karya penulis Jerman Barat itu. Buku tersebut berjudul : the smiling general.

Rabu, 14 April 1971

Setelah meninjau beberapa proyek pembangunan, sore ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat se-Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam dialog ini Presiden mengatakan bahwa pemindahan penduduk bukan berarti pemindahan kemiskinan; transmigrasi perlu diadakan dalam rangka pemanfaatan sumber-sumber alam. Pemindahan penduduk tidak hanya dilakukan di Provinsi Sulawesi Tenggara, tetapi juga di daerah-daerah lain. Pada akhir pertemuan, Presiden Soeharto menyerahkan sumbangan sebesar Rp50 juta kepada para tkoh agama setempat untuk digunakan dalam pembangunan bidang spiritual.

Sabtu, 14 April 1973

Brigjen. Bustanil Arifin, Deputi Kepala Bulog, siang ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Dalam pertemuan selama lebih kurang setengah jam itu Presiden telah membahas dan memberikan petunjuk kepada Bulog menyangkut persiapan-persiapan pengadaan beras di dalam negeri melalui pembelian-pembelian kepada para petani. Pembelian ini diperlukan mengingat mulai tibanya musim panen.

Senin, 14 April 1975
Presiden Soeharto memangi Letjen. A Kosasih untuk menghadapnya pagi ini pukul 10.45. Dalam pertemuan yang berlangsung di Bina Graha itu, Presiden telah menanyakan tentang perkembangan dan jalannya pembangunan proyek Pulau Batam. Setelah menghadap Kepala Negara, Kosasih menjelaskan kepada pers bahwa pembangunan proyek Pulau Batam berjalan dengan baik sesuai dengan rencana. Ia tidak memperinci masalah apa yang ditanyakan oleh Kepala Negara menyangkut pembangunan Pulau Batam itu.


Rabu, 14 April 1976
Menteri Pertambangan Mohammad Sadli pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Usai menghadap‎, Menteri Sadli mengatakan bahwa pemerintah memberi batas waktu sampai besok pagi perundingan antara pemerintah dengan perusahaan minyak asing, Caltex dan Stanvac. Masalah yang dibahas dalam perundingan itu adalah tuntutan pemerintah agar kedua perusahaan tersebut membayar US$1 dari setiap barel minyak yang mereka ekspor.


Senin, 14 April 1980

Hari ini Presiden Soeharto menginstruksikan Panglima Kopkamtib, Laksamana Sudomo, dan kepala staf kopkamtib, Mayjen Yoga Sugama, untuk secepatnya menyelesaikan kerusuhan yang terjadi di Ujung Pandang agar tidak meluas ke kota-kota lainnya. Demikian dijelaskan oleh Mayjen Yoga Sugama mengenai pertemuan yang mereka lakukan dengan Presiden di Istana Negara hari ini. Mengenai kerusuhan itu sendiri, Yoga mengatakan tidak terjadi usaha-usaha perampokan, sehingga tidak merugikan harta benda yang besar.
Dalam suatu upacara di Istana Negara, hari ini Presiden Soeharto melantik Letjen. Poniman sebagai zkassad, menggantikan Jenderal Widodo. Pelantikan ini adalah sesuai dengan Keputusan Presiden No. 15/ABRI/1980 tertanggal 3 april 1980. Dalam upacara tersebut hadir pula Ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden dan Ibu Adam Malik, Menteri Hankam/Pangab, Jenderal M Jusuf, dan para pejabat tinggi Negara lainnya.

Rabu, 14 April 1982

Kepala Negara berpesan agar rakyat Indonesia lebih meningkatkan persatuan dan disiplin serta lebih mematuhi ketentuan permainan untuk mencapai masyarakat adil makmur, sesuai garis-garis yang sudah ditetapkan dalam Repelita III. Demikian dikatakan Menteri Hankam/Pangab, Jenderal M Jusuf, setelah menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Cendana, dikatakannya bahwa dalam pertemuan dengan Kepala Negara yang berlangsung tentang pelbagai aspek keamanan, dan maslah-masalah yang menyangkut kelanjutan pertumbuhan kehidupan demokrasi di Indonesia.

Sabtu, 14 April 1984

Setiba di Kupang, hari ini Presiden dan Ibu Soeharto meresmikan pabrik semen PT Semen Kupang yang terletak di desa Osmo. Pabrik semen yang diresmikan ini hanya mempunyai kapasitas produksi sebesar 120.000 ton semen Portland per tahun, tetapi merupakan pabrik yang penting, karena memperlancar pengadaan semen untuk daerah NTT. Selain pabrik semen, hari ini kompleks Sekolah Peternakan Menengah Atas, dan jembatan Sungai Benenain.
Dalam amanatnya, Presiden mengatakan bahwa pembangunan di daerah ini masih akan terus berjalan di waktu-waktu yang akan datang. Ini berarti kebutuhan semen juga terus meningkat.  Karena itu, demikian Kepala Negara, dengan adanya pabrik semen ini kita semua berharap pembangunan di daerah ini akan dapat dipercepat, karena pengadaan semen tidak lagi bergantung dari daerah-daerah lain. Dengan makin cepatnya gerak pembangunan di NTT, maka daerah ini akan mengalami penrtumbuhan yang makin cepat pula. Demikian Kepala Negara.

Senin, 14 April 1986

Bertempat di Istana Negara, jam 09.00 pagi ini Presiden Soeharto, membuka Kongres Produktivitas Dunia ke-5. Dalam kata sambutannya, Presiden antara lain mengatakan bahwa Indonesia meletakkan masalah produktivitas dalam kerangka pemikiran pembangunan nasionalnya. Meletakkan masalah prodiktivitas diluar konteks masyarakat tampaknya keliru dan mungkin menimbulkan masalah-masalah yang justru menggagalkan usaha-usaha mencapai tujuan-tujuan mencapai tujuan-tujuan bersama. Pokok persoalannya adalah bagaimana menerapkan dasar-dasar produktivitas secara tepat dalam konteks masyarakat, khususnya masyarakat yang sedang membangun.
Kepala Negara mengatakan bahwa produktivitas sebagai kekuatan penggerak pembangunan dapat memacu berbagai sektor penting. Pertama, memacu kualitas kegiatan dan pelayanan pemerintahan beserta aparaturnya, karena di Negara-negara yang sedang membangun peranan pemerintah dalam pembangunan sangatlah besar. Kedua, memacu dunia usaha swasta dan para wiraswasta dalam meningkatkan efisiensi serta mutu barang dan jasa yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ketiga, memacu pengelola lembaga-lembaga internasional untuk memantau dan mengevaluasi produk-produk pada tingkat dunia maupun pada tingkat regional. Dan keempat, memacu para pekerja untuk menigkatkan produktivitas kerjanya.
Akhirnya Kepala Negara berharap agar kerjasama antar bangsa dalam meningkatkan produktivitas inibenar-benar dapat menjadi kenyataan, tanpa terhalang oleh perbedaan ideology, sistim politik maupun system sosial yang dianut masing-masing bangsa. Hanya dengan cara demikian masyarakat-masyarakat dunia dapat saling membangun untuk memajukan dirinya masing-masing dan bersama-sama memajukan seluruh masyarakat dunia.

Kamis, 14 April 1988

Pada jam 09.00 pagi ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto menerima kunjungan perpisahan Presiden Venezuela di Istana Merdeka. Setelah beramahtamah sebentar, Presiden Soeharto kemudian secara resmi melepaskan keberangkatan Presiden Lusinchi dalam upacara kebesaran militer di halaman Istana Merdeka. Dari Jakarta, Presiden Venezuela itu meneruskan lawatannya ke Bangkok, Thailand.

Selasa, 14 April 1992

Pukul 09.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Perhubungan Azwar Anas di Cendana. Dalam pertemuan itu Kepala Negara menginstruksikan Menteri Azwar Anas untuk segera melakukan pembicaraan dengan pihak Bank Dunia atau lembaga keuangan internasional lainnya mengenai dana pengganti bagi kelanjutan proyek-proyek sektor perhubungan yang sebelumnya dibiayai dengan bantuan pemerintah Belanda. Proyek-proyek Departemen Perhubungan yang dibangun dengan bantuan pemerintah Belanda itu seluruhnya bernilai 203 juta Gulden.


Penyusun Intarti, Publikasi Lita,SH.