PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 12 April 1967 - 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 12 April 1967

Mengutama Hankam/Pejabat Presiden Jenderal Soeharto hari ini mebuka rapat dinas ALRI tahun 1967 di Cipulir, Jakarta. Dalam amanatnya, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa ada pemisah antara kekuatan Orde Baru dan Orde Lama. Pemisahan itu terletak pada sikapnya terhadap Pancasila dan UUD 1945, demikian Jenderal Soeharto.

Berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.90/U/KEP/4/1967, pemerintah telah mengadakan penyempurnaan organisasi Team Penerbitan Keuangan Negara dibentuk dengan Keputusan Waperdam Bidang Hankam No. Kep. 1/4/1966. Dengan penyempurnaan ini berarti kedudukan team tersebut telah ditingkatkan, dari semula sebagai organ Waperdam Hankam menjadi lembaga yang langsung berada di bawah Presidium Kabinet.

Sabtu, 12 April 1969

Siang ini di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima 52 dalang wayang purwa dari seluruh Indonesia. Pada pertemuan itu Presiden mengharapkan agar para dalang, melalui lakon-lakon yang dibawakan dalam wayang itu, dapat turut membina partisipasi rakyat dalam menyukseskan Pelita. Menurut Presiden, dalang mempunyai fungsi penting, sebab setiap perkataannya yang masuk ke telinga penonton langsung meresap ke sanubari. Oleh karena itu kalau hal ini dapat menggerakkan semangat rakyat ke arah tahap perjuangan kita sekarang ini, alangkah baiknya. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto kepada para dalang tersebut.

Di kediaman jalan Cendana, Presiden Soeharto malam ini menerima kunjungan kehormatan Menteri Keuangan Jepang, Takeo Fukuda, dalam rangka kunjungan tidak resminya di Indonesia. Kepada Presiden Soeharto, Fukuda menjanjikan untuk bekerjasama dengan Indonesia di bidang pembangunan. Kesungguhan Jepang dalam hal ini, menurut Fukuda, karena Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara yang penting bagi kestabilan di Asia dan bagi perdamaian dunia. Fukuda tidak memberitahukan berapa besar bantuan yang akan diberikan Jepang, ia hanya menjelaskan bahwa persetujuan tentang pinjaman itu telah dicapai dan telah dicapai dan telah “memuaskan“ kedua belah pihak.

Senin, 12 April 1971

Jam 7.00 pagi ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta rombongan berangkat ke Palu, Sulawesi Tengah, untuk memulai  kunjungan kerja di Indonesia Timur selama satu minggu. Dalam kunjungan ini Presiden akan melihat dari dekat proyek-proyek pembangunan yang ada di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Maluku.

Setiba di Palu, Presiden Soeharto disambut oleh masyarakat setempat dalam suatu rapat umum. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto antara lain mengharapkan agar rakyat Sulawesi Tengah mempergunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum yang akan datang. Diingatkannya bahwa pemilihan umum memberikan tugas berat bagi rakyat, sebab apabila dalam mempergunakan haknya secara bebas dan rahasia rakyat memilih pimpinan dan wakil-wakilnya yang menyalahgunakan kepercayaan rakyat, maka akibatnya akan dirasakan oleh rakyat sendiri. Kepada partai politik dan Golkar Presiden meminta untuk melakukan kampanye yang mengarahkan orientasi kepada pelaksanaan pembangunan di segala bidang dengan menyampaikan program pembangunan kepada rakyat.

Sabtu, 12 April 1975
 
Menteri Negara Ekuin/Ketua Bappenas, Widjojo Nitisastro, Menteri Keuangan, Ali Wardhana, Menteri Perdagangan, Radius Prawiro, dan Gubernur Bank Sentral, Rachmat Saleh, menghadap Kepala Negara di Cendana jam 09.00 pagi ini. Dalam pertemuan yang berlangsung lebih kurang satu jam itu telah dibahas persiapan-persiapan lanjutan delegasi Indonesia menjelang berlangsungnya sidang IGGI di Negeri Belanda, dan masalah yang berkenan dengan pembangunan proyek listrik tenaga air di Asahan, Sumatera Utara.

Sementara itu, dalam pertemuan dengan Kepala Staf Kopkamtib, Laksamana Sudomo, di tempat yang sama pada pukul 10.30 pagi ini, Kepala Negara telah membahas masalah selebaran gelap yang akhir-akhir ini banyak beredar di Jakarta dan daerah-daerah di Jawa Barat. Menurut Laksamana Sudomo, dalam keterangannya kepada pers seusai menghadap Presiden, selebaran-selebaran tersebut berisi adu domba antar agama dan memfitnah pemerintah.
 Senin, 12 April 1976

Menteri Perhubungan Emil Salim pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Dalam pertemuan ini telah dibahas usaha-usaha pemerintah untuk menurunkan tarif pelabuhan dalam rangka mendorong ekspor. Kepada Menteri Emil Salim, Presiden memberikan pengarahan agar penurunan tarif pelabuhan itu  tidak memberikan dampak negatif terhadap penghasilan buruh, malah sebaliknya harus meningkatkan kesejahteraan mereka.

Partai politik dan Golongan Karya bukan hanya mempunyai  hak hidup dalam Demokrasi Pancasila, malah merupakan kebutuhan yang mutlak sebagai wadah penyaluran aspirasi rakyat dan sarana pembinaan kesadaran politik rakyat. Demikian dikatakan Presiden Soeharto dalam amanat tertulis yang dibacakan oleh Prof. Usep Ranawidjaja dihadapan peserta Kongres PDI hari ini di Senayan, Jakarta. Sejalan dengan kedudukan sebagai penyalur aspirasi rakyat itu, maka Presiden mengharapkan agar partai politik dan Golongan Karya dapat manunggal dengan suka duka rakyat, peka terhadap perasaan dan keinginan rakyat. Partai politik dan Golongan Karya juga diharapkannya dapat menunjukkan konsep dan jalan keluar terhadap masalah-masalh kemasyarakatan. Dengan demikian, mereka akan menjadi kuat, karena memperoleh simpati, dukungan dan kepercayaan rakyat.

Selasa, 12 April 1977

Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina Graha. Dalam sidang Nasional itu telah didengar laporan mengenai laju inflasi yang diper-hitungkan dari harga 62 bahan pokok kebutuhan rakyat selama bulan Maret. Diperkirakan bahwa kenaikan hanya sebesar 0,06%. Dengan gejala baik sekarang ini, sidang berpendapat bahwa pegawai negeri bias memanfaatkan kenaikan gajinya.

Dalam sidang ini Kepala Negara telah memberikan petunjuk agar harga beras dijaga dan dipertahankan kestabilannya. Bahan-bahan pokok lainnya juga perlu mendapatkan perhatian, misalnya minyak goreng dan barang-barang lain yang menggunakan bahan minyak goreng, seperti sabun.

Sementara itu Menteri Perdagangan telah melaporkan kepada sidang tentang terjadinya peningkatan permintaan dari luar negeri terhadap bahan-bahan pertanian seperti karet, kopi, dan kayu. Untuk itu Presiden Soeharto menginstruksikan agar Departemen Pertanian secepatnya menyiapkan program kongkrit untuk meningkatkan tanaman dan produksi kopi, dengan jalan mengusahakan penanamannya  oleh rakyat dan tidak hanya untuk perkebunan. Ditekankan pula agar penanaman tersebut juga dilakukan oleh para transmigran dengan jalan menanam kopi di pekarangan rumahnya.

Presiden Soeharto juga mengistruksikan kepada Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi untuk menyediakan segala sesuatu yang perlu guna menghadapi delegasi Iran. Delegasi Iran itu akan datang untuk membicarakan permintaan tenaga kerja di bidang tekstil, listrik dan keramik.



Kamis, 12 April 1979

Didampingi Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Industri dan Baja Kuba, Lester Rodrigues Perez, menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Ia dating dalam kapasitasnya sebagai Utusan Khusus Presiden Fidel Castro untuk menyampaikan surat pribadi Kepala Negara Kuba itu kepada Presiden Soeharto. Ikut mendampinginya dalam pertemuan tersebut adalah Duta Besar Kuba untuk Malaysia dan Jepang, Jose A Guera, dan Direktur Jenderal Asia dan Pasifik Departemen Luar Negeri Kuba, Rolando Lopez.

Tidak diungkapkan oleh Utusan Khusus itu mengenai isi pesan pribadi Presiden Castro kepada Presiden Soeharto. Kapada pers ia hanya mengatakan bahwa Indonesia dan Kuba mempunyai pandangan sama mengenai isu-isu politik internasional yang akan dibahas dalam KTT Non Blok VI yang akan berlangsung di Havana, ibukota Kuba, pada bulan Oktober yang akan datang.

Sabtu, 12 April 1980

Presiden Soeharto pagi ini di Istana Negara menerima para peserta Kongres Nasional ke-1 FBSI. Dalam kesempatan itu Presiden antara lain mengatakan bahwa mengembangkan hubungan perburuhan berdasarkan Pacasila, yang merupakan tugas penting FBSI dan pimpinannya, jelas merupakan tugas yang tidak ringan. Selanjutnya dikatakan oleh Kepala Negara bahwa dalam masyarakat yang sedang membangun, kewajiban organisasi buruh bersifat ganda, yaitu di satu pihak memperjuangkan dan membela nasib kaum buruh, dan di pihak lain, mengarahkan dan membekali kaum buruh dengan penambahan pengetahuan dan keterampilan sebagai kekuatan pembangunan masyarakat.

Presiden hari ini membahas penyempurnaan Keppres No. 14 Tahun 1979 dengan Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, Menteri PAN, Sumarlin, dan Menko Ekuin, Widjojo Nitisastro, di Istana Merdeka. Penyempurnaan terhadap Keppres yang berkenaan dengan pelaksanaan anggaran belanja itu merupakan tindak-lanjut usaha memperlancar pelaksanaan anggaran belanja, baik rutin maupun pembangunan. Yang menjadi pokok utama dalam keputusan tersebut ialah bagaimana memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan menghidupkan usaha di daerah dalam rangka pemerataan. Demikian dikatakan oleh Menteri/Sekretaris Negara.

Minggu, 12 April 1981

Malam ini, bertempat di Cendana, Presiden Soeharto telah menerima kunjungan 32 orang alim ulama dan pendekar silat dari Banten, Jawa Barat. Dalam kunjungan yang didampingi oleh Menteri Koordinator bidang Kesra itu, mereka dijamu makan malam oleh Presiden dan Ibu Soeharto.

Dalam ramah tamah dengan mereka, Presiden Soeharto telah memberikan wejangan menyangkut pembangunan dalam bidang spiritual. Kesempatan itu juga dipergunakan oleh para alim ulama dan pendekar silat Banten untuk menyatakan terima kasih kepada Presiden Soeharto dan pemerintah yang telah memberikan bantuan dan melancarkan pembangunan dalam bidang keagamaan, khususnya di daerah Banten.

Senin, 12 April 1982

Selama lebih kurang empat jam, pagi ini Presiden Soeharto meninjau dari udara Gunung Galunggung yang sedang meletus dan daerah-daerah yang terkena bencana. Selesai melakukan peninjauan dari udara itu, pesawat helikopter yang membawanya mendarat di alun-alun desa Mangunreja. Disini Kepala Negara menerima laporan dari Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi, mengenai perkembangan terakhir di daerah itu. Presiden juga mengambil kesempatan untuk meninjau sendiri keadaan para pengungsi korban letusan Gunung Galunggung.
Kepada para pejabat Jawa Barat, Presiden mengatakan bahwa Pemerintah Pusat akan memberikan perhatian pada rehabilitasi daerah yang rusak. Dalam kesempatan itu Presiden menyerahkan sumbangan Rp10 juta kepada para korban, melalui Gubernur Kunaefi.

Kamis, 12 April 1984

Pukul 09.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Rapat Kerja Nasional Perbaikan Gizi, bertempat di Istana Negara. Di hadapan lebih kurang 250 orang peserta rapat kerja dan undagan lainnya, Kepala Negara mengatakan bahwa masalah gizi memerlukan penanganan dengan lebih sungguh-sungguh dan lebih terpadu. Dijelaskannya bahwa penanganan itu tidak saja terpadu antar sektor dan antar program pemerintah, tetapi juga terpadu antara usaha-usaha pemerintah dan peranserta yang aktif dari masyarakat.

Untuk lebih meningkatkan keterpaduan dalam upaya perbaikan gizi rakyat di tingkat daerah, Presiden meminta agar para gubernur/kepala daerah di seluruh Indonesia mengambil langkah-langkah yang diperlukan, antara lain dengan mengaktifkan fungsi Badan Perbaikan Gizi Daerah (BPGD). Dikatakannya bahwa proyek-proyek perbaikan gizi terpadu, terutama Usaha Perbaikan Gizi Keluarga pada tingkat perencanaan dan pengawasan operasionalnya di daerah perlu selalu dikoordinasikan oleh BPGD dan Bappeda.

Selama tahun 1983/1984, sebanyak 215 karyawan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja telah ditindak; mereka telah terbukti melakukan tindak korupsi, penyalahgunaan wewenang, pelanggaran disiplin, atau terlibat G-30-S/PKI. Kerugian yang diderita oleh negara karena tindakan tersebut hamper mencapai Rp.2 miliar. Diantara mereka terdapat 28 orang yang ditindak karena terlibat G-30-S/PKI golongan B-2. Demikian diungkapkan oleh Menteri Tenaga Kerja, Sudomo, setelah melapor kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini.

Selasa, 12 April 1988

Bertempat di Istana Negara, pada jam 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto menerima para peserta Rapat Kerja Paripurna Departemen Penerangan. Dalam amanatnya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa untuk membangkitkan kemauan membangun dan mengatasi  tantangan-tantangan yang dihadapi itulah peranan penerangan sangat penting. Melalui penerangan yang sehat, demikian Kepala Negara, rakyat harus mengetahui dengan jelas tujuan dan arah pembangunan yang akan kita laksanakan. Disamping itu rakyat juga harus mengetahui masalah-masalah apa yang dihadapi dan cara-cara bagaimana untuk mengatasi tantangan-tantangan itu agar pembangunan berhasil dengan baik. Dalam hubungan ini ia meminta agar segenap aparat penerangan dapat mendorong bangkitnya kegairahan, partisipasi dan tanggungjawab masyarakat dalam pembangunan nasional.
Lebih jauh dikatakannya bahwa agar tugas-tugas penerangan itu berhasil, aparatur penerangan harus terus meningkatkan pengabdian dan tanggungjawab profesionalnya, mengembangkan pendayagunaan prasarana dan sarana yang dimilikinya. Demikian harapan dan pesan-pesan Presiden.

Rabu, 12 April 1989

Pukul 09.00 pagi ini, dalam suatu upacara di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar baru Brunei Darussalam, Dato Paduka Awang Haji Yahya bin Haji  Harris. Dalam pidato balasan atas pidato penyerahan surat kepercayaan oleh Duta Besar Brunei itu, Kepala Negara mengharapkan Brunei Darussalam dapat terus memainkan peranannya demi terwujudnya Asia Tenggara yang stabil dan damai. Dikatakan oleh Presiden bahwa Brunei Darussalam selama ini telah berperan akatif dalam ASEAN. Kepemimpinan Brunei Darussalam sebagai Ketua Panitia Tetap ASEAN merupakan sumbangan yang besar bagi terwujudnya tujuan dan meningkatnya kerjasama antara sesame anggota ASEAN.

Pagi ini, di tempat yang sama, Kepala Negara juga menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Prancis yang baru, Patrick O’Comesse. Menerima surat kepercayaan tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa pembangunan nasional yang dilaksanakan Indonesia hanya akan berjalan lancar jika didukung oleh situasi dunia yang damai. Karena itu, demikian Presiden, Indonesia berusaha sekuat tenaga untuk memberikan sumbangan bagi terwujudnya perdamaian dunia. Dalam kaitan ini Kepala Negara mengharapkan agar persamaan-persamaan yang dimiliki kedua negara dalam berbagai aspek hubungan internasional juga dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya dunia yang damai.

Lebih jauh dikemukakannya bahwa dalam rangka mewujudkan dunia yang damai, adil dan sejahtera itu pula Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN lainnya membantu mencari penyelesaian masalah Kamboja. Dalam hubungan ini Presiden berharap agar usaha-usaha yang juga dilakukan oleh Prancis dapat saling mengisi sehingga akan mempercepat berakhirnya penderitaan rakyat Kamboja.
Presiden Soeharto telah mnerima telegram dari pemimpin Kambodja, Pangeran Sihanouk, yang meminta agar Jakarta dapat dijadikan tempat pertemuan Sihanouk dengan Perdana Menteri Negara Kamboja, Hun Sen. Menurut rencana, pertemuan itu akan dilaksanakan pada awal bulan depan. Demikian diungkapkan oleh Menteri/Sekretaris Negara, Moerdiono, hari ini. Dikatakannya pula bahwa Presiden dengan gembira menyetujui Jakarta menjadi tempat pertemuan itu.

Kamis, 12 April 1990

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima kunjungan Kunio Anzai, Presiden Tokyo Gas, yaitu perusahaan penyaluran gas terbesar di Jepang. Dalam kunjungan itu, pimpinan perusahaan Jepang tersebut didampingi oleh Direktur Utama Pertamina, Faisal Abda’oe. Pada kesempatan itu Kunio Anzai mengemukakan keinginan perusahaan yang dipimpinnya untuk untuk membeli LNG yang dihasilkan Train F lapangan gas di Bontang, Kalimantan Timur.

Permintaan itu disambut baik oleh Kepala Negara. Tetapi ia mengingatkan bahwa tidak begitu mudah bagi Indonesia untuk merealisasikan permintaan itu, karena realisasinya akan memakan waktu yang cukup panjang.


Penyusun Intarti, Publikasi Lita,SH.