PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 11 April 1968 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis, 11 April 1968 

Presiden Soeharto malam ini di kediaman Jalan Cendana telah menerima ketua delegasi perdagangan Yugoslavia, Gerlickov, yang didampingi oleh Dutabesar Yugoslavia di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Soeharto telah menjelaskan tentang keadaan ekonomi dan masalah-masalah yang dihadapi Indonesia dewasa ini. Dijelaskan oleh Presiden bahwa karena tindakan-tindakan pada masa lalu, Indonesia kini perlu merehabilitasi ekonominya dengan mengalami banyak kesulitan. Presiden Soeharto juga mengemukakan bahwa pemerintah sekarang bertekad untuk mengatasi kesulitan-kesulitan itu dan mengembalikan kestabilan ekonomi serta melancarkan pembangunan lima tahun.

Selasa, 11 April 1972 

Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi hari ini di Bina Graha, Presiden Soeharto meminta kepada Menteri Pertanian untuk meninjau kembali target produksi beras yang akhir Pelita I ditetapkan akan mencapai sebesar 15,4 juta ton. Menutrut Presiden, penurunan target produksi diperlukan mengingat bahwa kalau target tersebut tercapai, maka akan terjadi over supplay produksi beras. Bila hal ini terjadi dikhawatirkan akan mengakibatkan turunya harga beras, sehingga merugikan petani.

Rabu, 11 April 1973

Dalam sidang paripurna Kabinet Pembangunan II yang berlangsung pagi ini di Bina Graha, Presiden memberikan petunjuk kepada semua menteri untuk menyusun kebijaksanaan dan rencana kerja. Dengan demikian akan dapat dicapai koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS) dalam tugas setiap departemen dan non-departemen.
Sidang paripurna yang pertama ini telah memutuskan untuk mengalokasikan 65% kredit investasi kepada golongan ekonomi lemah, sedangkan sisanya diberikan kepada golongan ekonomi kuat. Untuk menjamin kelncaran kegiatan ekonomi dan pembangunan, kabinet juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga kredit, deposito dan Tabanas yang akan berlaku mulai besok.
Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan Telkomsel.

Senin, 11 April 1977

Prof. Dr. Habibie dalam kedudukannya sbagai Penasehat bidang teknologi Presiden, siang hari ini di jalan Cendana, Jakarta, tlah melaporkan kepada Presiden Soeharto mengenai perkembangan teknologi di indonesia. Dalam pertemuan yang memakan waktu satu setengah jam itu, Habibie melaporkan bahwa perkembangan bahwa perkembangan teknologi di indonesia akhir-akhir ini sangat meningkat. Laporan-laporan seperti ini biasanya dilakukan Habibie secara rutin dan periodik. Dalam kesempatan itu, Presiden Soeharto juga memberikan pengarahan-pengarahan kepadanya.
Presiden Soeharto hari inijuga telah menerima Gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh, yang didampingi oleh Menteri PAN Sumarlin. Kedua pejabat itu dipanggil Presiden untuk menghadap di kediaman di Jalan Cendana. Setelah menjumpai Presiden Soeharto, Rachmat Saleh menjelaskan kepada pers bahwa kedatangannya hanyalah untuk melaporkan jalannya sidang IGGI. ia mengatakan bahwa Presiden Soeharto merasa gembira dan puas atas hasil sidang IGGI yang baru berlangsung di Amsterdam, Negeri Belanda.

Rabu, 11 April 1979   

Presiden Soeharto menginstruksikan agar jalan negara yang menghubungkan Banda Aceh dengan perbatasan Sumatera Utara sepanjang 489,4 kilometer dapat segera diselesaikan  pembangunannya. Demikian diungkapkan Meteri Pekerjaan Umum, Purnomosidi  Hadjisarosa, hari ini keteika ia menginspeksi proyek penanggulangan banjir di daerah Geumpang , Kabupaten Aceh Pidie. Menurut Menteri Punomosidi, pembangunan jalan dengan konstruksi aspal beton tersebut akan dapat diselesaikan dalam waktu dua tahun.

Dikemukakannya pula bahwa Presiden telah menetapkan adanya sebuah dana Inpres baru. Inpres ini khusus untuk meningkatkan jalan-jalan yang dinilai besar manfaatnya bagi pengembangan suatu daerah kritis, seperti jalan kabupaten.

Saptu,  11 April 1981
 
Pagi ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Colombia, Dr. Virgilio Olano. Menyambut surat kepercayaan tersebut, Presiden antara lain mengatakan bahwa dewasa ini Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang, baik fisik material maupun rohani spiritual. Pembangunan ini merupakan perjuangan Indonesia jangka panjang untuk mewujudkan masyarakat yang maju, sejahtera dan berkeadilan sosial  berdasarkan Pancasila. Untuk itu disamping mengerahkan segala kemampuan sendiri, Indonesia pun mengembangkan  kerjasama dengan bangsa-bangsa lain, terutama dengan tetangga-tetangganya di kawasan ini. Demikian Presiden.
Di Istana Negara, pagi ini Presiden Soeharto melantik delapan orang duta besar baru. Para duta besar itu adalah Dra. Sukadiah untuk Denmark, A Kobir Sastradirdja untuk Italia, H. Asnawi Mangkualam untuk Birma (merangkap Nepal), Irawan Darsa untuk Jenewa (PBB), Fauzi Abdul Rani untuk Pakistan, Abdul Azis Bustam untuk Papua Nugini, Drs. Gunawan Darmaputra untuk Suriah, dan Usodo Notodirdjo untuk Norwegia.

Dalam amanatnya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa keadaan dunia sekarang memang telah jauh berbeda dengan keadaan dan kebutuhan perjuangan sewaktu kita menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan dahulu. Namun politik luar negeri kita yang bebas dan aktif, yang digariskan pada masa awal kemerdekaan, sama sekali tidak akan kita tinggalkan, malahan harus makin kita lakukan selurus-lurusnya. Politik luar negeri yang bebas dan aktif itulah yang akan membimbing kita untuk memantapkan kemerdekaan nasional kita, yaitu : merdeka di lapangan politik dan merdeka di lapangan ekonomi.

Presiden Soeharto menyerukan agar didalam mengatasi perselisihan, para pengusaha dan buruh perlu melalui jalan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal Presiden menasihatkan agar para pengusaha jangan cepat-cepat mem-PHK-kan buruhnya, dan buruh juga jangan cepat-cepat memakai “senjata” demonstrasi  untuk tidak bekerja. Sebab hal jika hal tersebut terjadi, maka produksi  akan terhenti dan perusahaan akan rugi.

Kamis, 11 April 1985

Presiden Soeharto hari ini di Istana Merdeka menerima delegasi AIPO (Parlemen ASEAN), yang diantar oleh Ketua DPR Amirmachmud.  Seusai pertemuan itu, Amirmachmud  mengatakan bahwa Presiden Soeharto menilai penting jalinan hidup berdampingan antara pihak eksekutif dengan legislative dinegara-negara ASEAN. Hal ini diperlukan untuk memperkuat ketahanan nasional masing-0masing anggota.

Sementara itu, setelah menemui Presiden Soeharto bersama-sama Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin, Menteri Perdagangan Rachmat Saleh, Menteri Keuangan Radius Prawiro, dan Menteri PAN Saleh Afif siang ini di Istana Merdeka, Menteri Koordinator bidang Ekuin, Ali Wardhana, mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan 29 jenis keputusan, baik dalam bentuk peraturan, keputusan menteri, surat keputusan bersama, kepuatusan Presiden maupun Inpres, sebagai kelanjutan dari Inpres No. 4 tahun 1985. Sebagaimana diketahui Inpres No. 4 Tahun 1985 itu dimaksudkan untuk memperlancar kegiatan ekspor impor dan lalulintas devisa.

Presiden dan Ibu Soeharto sore ini di pelabuhan udara Halim Perdanakusuma melepas keberangkatan PM Margaret Thatcher beserta rombongan dengan upacara kebesaran militer. Dari Jakarta, pemimpin yang dijuluki “wanita besi” itu akan menuju ke Sri Lanka.

Kamis, 11 April 1986

Pukul 08.30 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Federasi Yugoslavia yang baru, Dr. Jakovljevic. Dalam pidato balasannya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa perjuangan Gerakan Non-Blok memang mengalami pasang naik dan pasang surut. Namun makin lama makin terasa bahwa prinsip-prinsip Non-Blok berlaku universal dan merupakan sendi-sendi pokok bagi terwujudnya dunia yang damai, aman, dan sejahtera. Karena itu Indonesia dan Yugoslavia yang sama-sama menjadi pendiri gerakan ini, bersama-sama dengan negara-negara anggota Gerakan Non-Blok lainnya, wajib tetap memelihara dasar-dasar dan tujuan-tujuan Gerakan Non-Blok yang murni, terutama dalam sidang KTT Non-Blok yang akan diselenggarakan di Harare tahun ini. 

Di tempat yang sama, pagi ini Presiden Soeharto juga menerima surat kepercayaan Duta Besar Amerika Serikat yang baru untuk Indonesia, Paul D Wolfowitz. Dalam pidatonya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa ia percaya bahwa dengan pengetahuan Duta Besar Wolfowitz yang luas dan dalam mengenai Indonesia, serta perhatian yang besar yang diberikannya bersama keluarganya terhadap Indonesia, tentu akan merupakan sumbangan yang berarti bagi keberhasilan upaya meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama yang sudah terjalin antara kedua bangsa dan Negara selama ini.

Selanjutnya dikemukakan oleh Presiden bahwa bangsa Indonesia merasa prihatin menyaksikan situasi dunia dewasa ini yang masih terus diliputi oleh berbagai masalah yang dapat mengganggu usaha-usaha untuk memelihara perdamaian. Padahal, demikian Kepala Negara, perdamaian itu merupakan syarat mutlak bagi negara-negara yang sedang membangun untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.

Kesempatan menerima surat kepercayaan Duta Besar AS itu dipergunakan pula oleh Presiden untuk sekali lagi menyampaikan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan negara adikuasa itu untuk kelancaran pembangunan Indonesia. Juga dikatakannya bahwa ia mengharapkan dengan sungguh-sungguh bahwa kunjungan Presiden Reagen ke Indonesia pada akhir bulan ini akan menambah kuatnya hubungan persahabatan, memperdalam saling pengertian, dan memperluas kerjasama yang saling member manfaat antara kedua bangsa dan negara.

Presiden Soeharto di Istana Negara hari ini melantik Laksamana Madya Rudolf Kasenda dan Marsekal Madya Oetomo, masing-masing sebagai KSAL dan KSAU. Dengan pengangkatan ini Laksamana Kasenda menggantikan Laksmana M Romly, sedangkan Marsekal Oetomo menggantikan Marsekal Sukardi. Adapun penggantian pimpinan Angkatan Laut dan Angkatan Udara itu adalah berdasarkan  Keputusan Presiden No. 21/ABRI/1986.

Saptu, 11 April 1987

Menteri Agama Brunei Darussalam, Haji Mohammad Zain bin Haji Seruddin melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto pagi ini di Cendana. Dalam pertemuan itu telah dibahas mengenai kerjasama antara kedua negara dalam bidang keagamaan. Dalam hubungan ini Presiden menyetujui untuk membantu Brunei dalam pengembangan dan pendidikan agama Islam. Pada kesempatan ini, Kepala Negara juga telah menjelaskan pula keadaan di Indonesia, termasuk kehidupan beragama.

Senin, 11 April 1988

Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto membuka Sidang ke-44 Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik PBB (ESCAP) yang berlangsung di Balai Sidang, Jakarta. Pertemuan ini merupakan sidang kedua yang pernah diselenggarakan oleh lembaga internasional itu di Indonesia.

Dalam kata sambutannya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa setelah mencapai kemajuan-kemajuan awal dalam pelaksanaan pembangunan Repelita I sampai Repelita IV sekarang ini, maka dalam Repelita V dan Repelita-repelita selanjutnya Indonesia bertekad untuk meningkatkan secara terus menerus kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia. Tekad itu sejalan dengan pengembangan sumber daya insani yang menjadi tema dari pertemuan ESCAP kali ini. Oleh karena itu Indonesia menaruh perhatian yang besar dan berkepentingan secara langsung terhadap sidang ini.

Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa ekonomi dunia dewasa ini masih saja ada dalam keadaan pancaroba yang acapkali berubah secara mendadak dan tetap saja tidak menentu. Dalam keadaan yang demikian, kesulitan bertambah lagi karena merosotnya harga komoditi primer, berubah-ubahnya nilai tukar mata uang beberapa negara industri utama dan tetap tingginya tingkat bunga. Perdagangan negara-negara berkembang masih mengalami kesulitan karena kebijaksanaan proteksionisme sejumlah negara industri maju yang sangat menghambat pertumbuhan ekonomi negara-negara yang sedang membangun. Kesulitan sejumlah negara berkembang ditambah lagi dengan masalah pembayaran kembali pinjaman luar negeri.

Dalam hubungan ini Kepala Negara menegaskan bahwa usaha untuk menggairahkan kembali perekonomian dunia menuntut adanya langkah-langkah nyata kearah pembentukan tata ekonomi dunia baru yang telah disepakati pada permulaan 1970an. Untuk itu harus ada kemauan politik semua negara untuk menempuh langkah-langkah seperti yang tercantum dalam Strategi Pembangunan Internasional untuk Dasawarsa Pembangunan PBB Ketiga.

Karena itu, demikian Presiden, kerjasama multilateral tetap memegang peranan penting dalam hubungan antar negara dan antar bangsa. Dalam hubungan inilah kita mendukung usaha-usaha untuk lebih melonggarkan perdagangan hasil-hasil tropis dan pertanian yang sedang dilakukan delam kerangka Persetujuan Umum tentang Bea Masuk dan Perdagangan (GATT). Demikian pula kita menyambut baik hasil Sidang Konferensi tentang Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) yang diadakan pada bulan Juli tahun lampau di bidang komoditi primer, serta prospek bahwa Dana Bersama akan dapat beroperasi dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Kemajuan-kemajuan ini menyangkut kepentingan banyak negara anggota ESCAP sebagai penghasil dan pengekspor hasil-hasil pertanian dan komoditi primer lainnya, demikian ditandaskan Presiden.

Rabu, 11 April 1990

Pada jam 09.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Koperasi/Kepala Bulog Bustanil Arifin di Bina Graha. Menteri Bustanil menghadap Kepala Negara untuk melaporkan hasil pertemuannya dengan para pedagang besar dalam rangka pengalihan saham kepada koperasi. Dalam pertemuan itu, Presiden menganjurkan kepada karyawan perusahaan swasta yang belum memiliki koperasi supaya segera membentuknya sebagai persiapan menerima pengalihan sebagian saham jika keadaannya memungkinkan.

Kamis, 11 April 1991

Pemerintah RI dan Presiden Soeharto pribadi sama sekali tidak mempunyai niat untuk menelantarkan kehidupan seniman serta mematikan kreativitas mereka. Demikian dikemukakan oleh Menteri/Sekretaris Negara Moerdiono siang ini  dalam pertemuan antara Mensesneg  dengan dua orang utusan para seniman Yogyakarta sehubungan dengan rencana pembongkaran gedung kesenian Senisono.

Menurut Menteri Moerdiono, rencana pembongkaran gedung kesenian Senisono itu merupakan program pemerintah DI Yogyakarta sekitar lima belas tahun yang lalu dalam rangka pembenahan kota itu. Pemerintah pusat pada prinsipnya tidak keberatan dengan program tersebut, hanya memesankan agar sebelum gedung kesenian Senisono dibongkar, dipikirkan penggantinya yang lebih baik dan memadai. Dikatakannya bahwa Presiden Soeharto secara pribadi telah memesankan pembongkaran gedung Senisono jangan menyebabkan matinya kreativitas dan kehidupan pada seniman.

Saptu, 11 April 1992

Presiden Soeharto hari ini melakukan kunjungan kerja selama satu hari di NTB dalam meresmikan Bendungan Mamak. Acara peresmian bendungan terbesar di NTB itu berlangsung di desa Brora, Sumbawa. Setelah upacara peresmian, dengan didampingi oleh Gubernur NTB, Warsito, Kepala Negara menaburkan 500.000 benih ikan ke dalam Waduk Mamak. Pada kesempatan itu Presiden juga menyerahkan bantuan 5.801 ekor sapi bibit senilai Rp1,19 miliar untuk 1901 petani/peternak NTB. Disamping itu Presiden menyerahkan pula sertifikat tanah/sawah sebanyak 713 persil kepada para petani setempat, serta menyerahkan 63 sertifikat KUD Mandiri seluruh NTB.   


Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.