PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 25 Maret 1966 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Jumat, 25 Maret 1966

Majelis Nasional Gabungan Serikat-serikat Buruh Islam Indonesia (Gasbiindo), dalam sidangnya memutuskan untuk: Pertama, membantu Menpangad Letjen. Soeharto. Keduam mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah-langkah untuk mensahkan Undang-undang Anti Korupsi. Ketiga, mengusulkan kepada pemerintah agar segera membuat undang-undang yang melarang WNA untuk berdagang atau menjadi perantara perdagangan sembilan bahan pokok kebutuhan rakyat.

Menurut berita AFP dari Tokyo, pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan bantuan ekonomi kepada pemerintah Indonesia. Bantuan tersebut dibagi atas dua tingkatan: Pertama, bantuan yang bersifat mendesak. Kedua, bantuan yang diberikan sesudah diselenggarakannya konferensi dari negara-negara yang akan memberikan kredit kepada Indonesia; konfernsi itu antara lain akan dihadiri oleh Jerman Barat dan Belanda.

Sabtu, 25 Maret 1967

Pers Jerman Barat mempunyai pandangan atau gambaran tersendiri tentang Pejabat Presiden Soeharto. Umpamanya, surat kabar Handlesbadlt yang terbit di Dusseldorf mengatakan Jenderal Soeharto sebagai jenderal yang selalu tersenyum, terlalu jawa, tidak suka kekerasan dan berjalan terus pantang mundur. Sedangkan surat kabar terbitan Hamburg yang independen dan berpengaruh luas Die Welt menilai ada dua ciri Pejabat Presiden Soeharto yang membedakannya dari bekas Presiden Soekarno, yaitu suka damai dan musyawarah serta jujur.


Senin, 25 Maret 1974

Menteri Luar Negeri Khmer, Keuky Lim, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Ia mengunjungi Presiden untuk menyampaikan pesan Presiden Lon Nol mengenai keadaan dalam negeri Khmer dewasa ini. Selesai menghadap, Menteri Luar Negeri Keuky Lim mengatakan bahwa ia telah mendapat nasihat-nasihat yang sangat berharga dari Presiden Soeharto.

Kamis, 25 Maret 1976

Di Istana Merdeka pagi ini, Presiden Soeharto menerima Menteri PAN/Wakil Ketua Bappenas, Sumarlin, Menteri Keuangan, Ali Wardhana dan Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri, Suprapto dan Asisten Intel/Hankam, Mayjen. Benny Murdani. Dalam pertemuan itu telah dibahas lebih lanjut pelaksanaan proyek-proyek Inpres sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kepala Negara beberapa hari yang lalu. Kepada pejabat-pejabat tersebut Presiden menegaskan bahwa proyek-proyek Inpres memerlukan pengaturan yang baik, sehingga dapat diciptakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi.

Ditempat yang sama, kemudian Presiden Soeharto selama setengah jam menerima Direktur GIA, Wiweko Supono SE. Ia menghadap Kepala Negara untuk melaporkan tentang dua pesawat DC-10 yang baru saja dibeli oleh perusahaan yang dipimpinnya itu. Pesawat yang masing-masingnya bernilai US$30 juta dan diberi nama “Irian Jaya” dan Jawa Dwipa” itu akan menerbangi jalur eropa.
Siang ini, juga di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima para peserta Rapim ABRI. Dalam amanatnya kepada 229 peserta Rapim tersebut, Kepala Negara telah menekankan pada pentingnya peranan ABRI didalam pengamanan pemilihan umum yang akan datang.


Selasa, 25 Maret 1980

Jam 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Federal Jerman, Dr.  Hans Joachim Hallier. Pada kesempatan itu, dalam menyambut pidato Duta Besar Hallier, Presiden Soeharto mengemukakan bahwa hubungan persahabatan dan saling pengertian antara kedua negara selama ini telah berjalan dengan memuaskan, sehingga memperlancar kerjasama antara kedua negara dalam bentuk yang bermanfaat bagi kedua dipererat dimasa-masa mendatang.
Bupati Tangerang hari menyerahkan sumbangan Presiden Soeharto untuk sarana pendidikan agama di daerah Tanggerang. Sumbangan tersebut berjumlah Rp7 juta, yang dibagikan kepada Tsanawiyah Dandelir, di Balaraja, dan Pesantren Tarbiyah Balendung, Batuceper, yang masing-masing menerima Rp2,5 juta. Sedangkan Pesantren Al Falahiyah menerima sumbangan sebesar Rp2juta. Sumbangan tersebut diterima langsung oleh masing-masing pimpinan pesantren.

Senin, 25 Maret 1985

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto membuka rapat kerja tahunan BPKM. Dalam amanatnya, Kepala Negara telah menggariskan secara menyeluruh kebijaksanaan dan arah penanaman modal, yaitu sebagai berikut. Pertama, penanaman modal, bahan baku, dan bahan penolong. Kedua, penanaman modal diproritaskan pada kegiatan yang memanfaatkan sumber daya dalam negeri baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, sehingga industri berakar dengan kuat dan memiliki daya saing yang handal. Ketiga, penanaman modal yang menghasilkan barang-barang ekspor harus didorong. Juga diberi bantuan dan kemudahan yang wajar. Keempat, penanaman modal harus diarahkan untuk menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin, serta meningkatkan mutu dan kemampuan tenaga kerja Indonesia. Kelima, penanaman modal harus juga menjadi wahana pengembangan teknologi, dalam usaha yang harus kita lakukan untuk modernisasi seluruh kehidupan masyarakat kita yang tetap berkepribadian sendiri. Keenam, penanaman modal harus didorong agar menyebar ke daerah-daerah di luar pulau jawa, terutama untuk membuka pusat-pusat kegiatan perekonomian yang baru, menggali sumber daya alam yang masih terpendam dan sejauh mungkin berkait dengan program transmigrasi. Ketujuh, penanaman modal harus ikut menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup di satu pihak, dan mencegah pencemaran lingkungan di lain pihak.

Selasa, 25 Maret 1986

Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha menerima Menteri Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas, Prof JB Sumarlin, yang datang menghadap bersama dengan Menteri Keuangan, Radius Prawiro.Usai pertemuan itu, Sumarlin mengatakan bahwa mereka telah menyampaikan bahan-bahan keterangan pemerintah tentang penyempurnaan APBN Tambahan dan Perubahan tahun anggaran 1985/1986 ini kepada Kepala Negara. Diungkapkannya pula bahwa proyek-proyek pembangunan yang sudah dicantumkan dalam APBN 1986/1987 sampai sekarang belum ada yang dinyatakan akan ditunda pelaksanaannya akibat merosotnya harga minyak belakangan ini.
Sebagaimana diketahui APBN 1986/1987 yang telah disetujui oleh DPR pada akhir februari adalah berimbang jumlah Rp21.421,6 miliar, ini berarti turun sekitar 7% dibandingkan dengan APBN tahun sebelumnya. Dalam tahun anggaran mendatang pemerintah memperkirakan penerimaan dari sektor migas berjumlah Rp9,7 triliun dengan asumsi harga minyak sebesar US$25,- per barrel.

Rabu, 25 maret 1987

Hari ini, secara serentak di seluruh ibukota provinsi, para menteri menyamaikan DIP kepada para gubernur atas nama Presiden Soeharto. Dalam amanatnya tertulis, Kepala Negara mengingatkan bahwa bangsa Indonesia memasuki pelaksanaan tahun keempat Repelita IV pada tanggal 1 April yang akan datang. Ini berarti bahwa kita mempunyai waktu dua tahun lagi untuk merampungkan Repelita IV yang diharakan dapat menjadi kerangka landasan masyarakat adil dan makmur yang akan diperkuat lagi dalam Repelita V, agar dalam Repelita VI nanti pembangunan kita dapat memasuki taha tinggal landas.

Dikatakannya bahwa selama hampir dua dasawarsa melaksanakan pembangunan ini kita telah mampu meraij pertumbuhan ekonomi yang memadai, sehingga mampu meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan rakyat, baik lahir maupun batin. Pertumbuhan dan pemerataan itu dapat menjamin kelancaran pembangunan dan dapat menciptakan suasana tenteram dan menggairahkan pembangunan di kalangan masyarakat.


Jumat, 25 maret 1988

Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik dua pejabat setingkat enteri, yaitu SukartonMarmosudjono SH dan Dr Adrianus Mooy. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 65/M/1988 tertanggal 21 maret 1988, Sukarton diangkat sebagai Jaksa Agung menggantikan Hari Suharto SH. Sementara itu Adrianus diangkat sebagai Gubernur Bank Sentral menggantikan Dr Arifin Siregar, yang baru diangkat menjadi Menteri Perdagangan, berdasarkan Keputusan Presiden No. 66/M/1988 tertanggal 21 maret 1988.

Sabtu, 25 Maret 1989

Pukul 09.00 pagi ini bertempat di Istana Negara  Presiden Soeharto melantik Laksamana Madya Muhammad Arifin menjadi KSAL baru, menggantikan Laksamana TNI R Kasenda. Pengangkatan ini berdasarkan pada Keputusan Presiden No. 15/ABRI/1989
Setelah pelantikan KSAL, di tempat yang sama, Presiden melantik 12 duta besar baru RI . para duta besar itu adalah Prof Dr DA Tisna Amidjaja untuk Prancis, Soekasah Somawidjaja untuk arab saudi merangkap Oman dan Republik Arab Yaman. Drs H Dalindra Aman untuk Kenya merangkap Seychelles, Drs Maringun Hartdjotanojo untuk Denmark, Drs Hidayat Soemo untuk Tanzania merangkap Zambia, Mauritius, Rwanda, Burundi dan Comoros, Drs Janwar Marah Djani untuk Uni Soviet merangkap Mongolia, H Sukarno SH untuk Nigeria merangkap Ghana dan Liberia, Trenggono untuk Colombia. Prof Dr Ida Bagus Mantra untuk India, Laksdya. Gatot Suwardi untuk Thailand, Mayjend. BP Makada untuk Birma dan Petronella M Luhulima SH untuk Swedia.

Rabu, 25 maret 1992

Pemerintah Indonesia pagi ini, waktu Negeri Belanda, meminta kepada pemerintah Belanda untuk menghentikan pencairan semua bantuan Belanda juga diminta tidak lagi menyiapkan bantuan baru untuk Indonesia, disampaikan pemerintah Indonesia melalui surat IGGI. Permintaan itu disampaikan pemerintah Indonesia melalui surat Menko Ekuin Radius Prawiro kepada Perdana Menteri Belanda. Surat tersebut disampaikan oleh Duta Besar Bintoro Tjokroamiadjojo pagi ini.
Malam ini di Jakarta, pemerintah mengumukan bahwa didalam surat Menko Ekuin itu ditegaskan bahwa Indonesia akan tetap membayar kembali pinjaman Belanda bunganya secara penuh dan tepat waktu. Dikatakan pula bahwa pemerntah Indonesia menghargai, mengingat, serta berterimakasih atas peranan Belanda sebagai Ketua IGGI serta bantuan Belanda selaa 24 tahun terakhir. Akan tetap hubungan antar kedua bangsa akhir-akhir ini merosot tajam akibat digunakannya bantuan sebagai alat intimidasi atau alat untuk mengancam Indonesia.
Didalam surat itu diingatkan bahwa kedua bangsa telah menggalang usaha luar biasa untuk membangun hubungan diatas puing-puing peninggalan sejarah yang sangat menyakitkan sebagai penindasan penjajahan diluar batas kemanusiaan selama berabad-abad maupun sebagai akibat kekejaman yang biadab yang dilakukan oleh angkatan perang penjajah pada waktu perang kemerdekaan kurang lebih 50 tahun yang lalu.
Dikatakan pula bahwa pemerintah Indonesia tidak ingin ikut mengakibatkan hubungan antara kedua bangsa merosot sampai hancur sepenuhnya. Pemerintah Indonesia juga tidak ingin melihat pemerintah Belanda berkali-kali ditempatkan pada keadaan yang suliit karena tidak mampu mengendalikan dengan efekif hasrat yang berlebihan untuk memakai bantuan sebagai alat untuk mengancam Indonesia. Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang masih tersedia untuk menghindarkan semakin merosotnya hubungan antar kedua bangsa menjadi lebih baik.
Sehubungan dengan diberhentikannya penyelenggaraan sidang IGGI,  pemerintah Indonesia telah meminta Bank Dunia untuk menyelenggarakan suatu forum konsultasi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara lain serta badan-badan internasional yang menyediakan bantuan bagi Indonesia. “Consultative Group for indonesia” (CGI) itu diketuai oleh Bank Dunia.

Penyusun Intarti, Publikasi Lita,SH.