PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1968 - 1985

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 27 Maret 1968

Sidang umum V MPRS secara bulat memilih dan mengangkat Jenderal Soeharto mejadi Presiden RI. Pemgangkatan yang dilakukan oleh Ketua MPRS, Jenderal  Nasution, malam ini, termaktub didalam Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/1966 sebagai Presiden RI, yang juga menetapkan bahwa masa jabatan kepresidenan ini adalah lima tahun, dari tahun 1968 sampai 1973, sesuai dengan UUD 1945.

Dalam hubungan ini, tepat jam 22.00, Jenderal Soeharto diambil sumpahnya sebagai Presiden RI. Dalam pidato sambutannya, Jenderal Soeharto berjanji akan melaksanakan segala keputusan MPRS. Presiden Soeharto juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk membantunya dan bersama-sama melaksanakan ketetapan-ketetapan MPRS.

Sebagai Presiden, Jenderal Soeharto tidak didampingi oleh seorang “Wakil Presiden” ataupun dilengkapi dengan “Garis-garis Besar Haluan Negara’ (GBHN) sebagaiman diamanatkan oleh UUD 1945. Mengenai Wakil Presiden sudah menjadi konsensus dari seluruh kekuatan Orde Baru untuk meniadakan jabatan tersebut dalam masa transisi ini. Oleh sebab itulah MPRS tidak mengangkat seorang Wakil Presiden mengikuti pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai Presiden.
Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, sebenarnya MPRS telah membuat semacam GBHN yang disusun oleh beberapa orang berdasarkan pidato-pidato Presiden Soekarno. Hal ini dengan sendirinya tidak mencerminkan kemauan rakyat, padahal konstitusi menentukan bahwa GBHN disusun oleh rakyat melalui wakil-wakilnya dalam MPR yang kemudian menyerahkannya kepada Presiden/Mandataris MPR untuk dilaksanakan dalam masa jabatannya yang lima tahunitu. Oleh karena itu pula MPRS tidak menyerahkan suatu GBHN  kepada Mandatarisnya ketika Jenderal Soeharto malam ini dilantik sebagai Presiden RI.

Jumat, 27 Maret 1970

Malam ini Presiden Soeharto menerima Pangeran Bernhard yang datang di Istana Merdeka untuk berpamitan. Pada kesempatan itu, Pangeran Bernhard menyampaikan undangan kepada Presiden Soeharto untuk berkunjung ke Negeri Belanda.

Senin, 27 Maret 1972

Dalam amanatnya di depan para rektor dankepala perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang baru saja mengikuti rapat kerja, Presiden mengatakan ada kekhawatiran di sementara kalangan bahwa perekonomian kita akan dikuasai oleh swasta non-pribumi atau apa yang disebut kasno (bekas Cino). Menurut Presiden, kekhawatiran itu dapat dimengerti, tetapi apabila kita khawatir terhadap hal-hal demikian, tidak mungkin kita akan berkembang. Untuk menghilangkan kekhawatiran itu, selama perusahaan-perusahaan pribumi belum berkembang seperti yang diharapkan, maka terhadap perusahaan-perusahaan non-pribumi nanti akan kita adakan peraturan dan kewajiban untuk melepaskan kira-kira 50% saham perusahaan mereka untuk dibeli pemerintah. Pemerintah selanjutnya akan menjual saham tersebut kepada pengusaha-pengusaha swasta pribumi. Presiden yakin bahwa dengan usaha itu akan hilang kekhawatiran perekonomian Indonesia akan dikuasai oleh swasta non-pribumi.

Selasa, 27 Maret 1973

malam ini Presiden Soeharto mengumumkan susunan Kabinet Pembangunan II. diumumkan pula bahwa para menteri kabinet ini akan dilantik esok hari. adapun program kabinet yang dinamakn Sapta Krida Kabinet Pembangunan II, adalah sebagai berikut:
1. meningkatkan dan memelihara stabilitas politik dengan pelaksanaan politik dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan GBHN.
2. meningkatkan dan memelihara stabilitas ekonomi.
3. meningkatkan dan memelihara stabilitas keamanan.
4. meneruskan pelaksanaan tahun kelima Repelita I serta merencakan dan melaksanakan Repelita II
5. meningkatkan kesejahteraan rakyat sepadan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh pelaksanaan Repelita
6. meneruskan pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan aparatur negara di segala bidang dan tingkatan
7. melaksanakan pemilihan umum selambat-lambatnya pada akhir tahun1977

mengenai susunan Kabinet Pembangunan II dapat dilihat dalam Lampiran


Senin, 27 Maret 1974

Ketua Dewan Direaksi Texaco, Maurice E Granville, dari Amerika Serikat mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini. Kepada Pimpinan Taxco itu, Kepala Negara antara lain menyampaikan harapannya agar perusahaan – perusahaan asing yang beroprasi di Indonesia bersedia berkerja sama dengan masyrakat, karena penanaman modal disini dimaksudkan untuk mengaitkan kesejahtraan seluruh rakyat.

Kamis, 27 Maret 1975

Setiba di Jambi hari ini, Presiden Soeharto dan rombongan meninjau proyek pasang surut di Rantau Rasau. Di proyek transmigrasi ini Presiden telah menyerahkan sejumlah hadiah kepada para transmigran. Hadiah tersebut berupa bibit Kedelai jenis Orba, bibit pada varitas unggul, Itik Alabio, seperangkat mesin huller, dan alat – alat untuk keperluan keluarga berencana. Pada kesempatan itu Kepala Negara menyatakan bahwa proyek transmigrasi pasang surut ini sangat baik dan mempunyai prospek yang bagus, meskipun masih menghadapi banyak tantangan didalam usaha untuk mengembangkannya.

Selanjutnya Kepala Negara meminta kepada para transmigran untuk menggarap tanah secara semestinya, sehingga tidak hanya dapat mencukupi kebutuhan mereka sendiri, melainkan juga dapat memberikan sumbangan pada pengadaan pangan bangsa Indonesia, sehingga kita tidak perlu lagi mengimpor beras. Juga disampaikan agar para petani di daerah ini meninggalkan cara bertani terpisah – pisah. Disampaikannya pula agar petani disamping melakukan usaha pertanian, menanam palawaji, jagung dan lainnya, juga berternak sehingga bila panen gagal, merka masih mempunyai cadangan untuk kehidupan sehari – hari. 

Sabtu, 27 Maret 1976

Enam Duta Besar baru saja dilantik oleh Kepala Negara pukul 09.00 pagi ini di Istana Merdeka. Keenam duta besar itu adalah duta besar Adlinsyah Jenie untuk Sri Lanka, duta besar Utoyo Sutoto untu Sariname, duta besar Hardi, SH untuk Republik Demokrasi Vietnam, duta besar Kusumasmoro MA untuk Argentina, duta besar Djanamar Adjam untuk Kerajaan Saudi Arabia, dan Ras Hardojo untuk Ethiopia.

Dalam pidatonya, Presiden mengatakan bahwa ASEAN tidak ditujukan untuk kelompok lain yang manapun. Ditegaskannya bahwa kerjasama ASEAN bertujuan agar bangsa – bangsa yang tergabung didalamnya agar segera dapat menikmati kemajuan, dan merasakan kesejahteraan dan hidup dalam suasana damai. Akan tetapi diingatkan bahwa sikap ASEAN yang sedimikian janganlah di pandang sebagai kelemahan atau sikap minta belas kasihan. Demikian antara lain dikemukakan Presiden.

Kamis, 27 Maret 1980

Setelah mengadakan pertemuan konsultasi dengan Perdana Menteri Malaysia, di Kuantan, Malaysia, Presiden Soeharto siang ini lansung menuju Pekanbaru, Riau, untuk membuka Rapim ABRI 1980. Setibanya di Gedung Dang Mardu, tempat ddi selenggarakannya Rapim ABRI, Kepala Negara menerima laporan dari Menhankam/Pangab mengenai penyelenggaraan Rapim ABRI tahun ini.
Memberikan sambutan dalam acara pembukaan Rapim ABRI itu, Presiden Soeharto bahwa tugas dan tantangan nasional dewasa ini adalah menegakkan demokrasi politik dan demokrasi Ekonomi dengan Pancasila yang harus dilaksanakan di segala bidang dengan terencana, bertahap dan berkesinambungan. Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa ABRI sebagau suatu kekuatan sosial harus menggunakan cara – cara yang demokratis dan konstitusional seperti yang di wajibkan dalam Pancasila dan UUD 1945 itu sendiri, tidak dengan kekerasan, paksaan apalagi dengan Senjata.
Di lain bagian pidatonya, Kepala Negara bahwa berlangsungnya Rapim ABRI di daerah – dearah akan memperkuat hubungan batin antara ABRI dan rakyat, baik sebagai unsur hankam maupun sebagai kekuatan sosial. Dikatakannya bahwa walaupun seorang ABRI telah memasuki masa pensiun, namun perjuangannya dalam mempertahankan dan menjalakan Pancasila tetap dilanjutkan.
Setelah membuka Rapim ABRI, Presiden beserta rombongan siang ini kembali bertolak ke Jakarta.

Selasa, 27 Maret 1984

Bertempat di Istana Merdeka, pagi ini Presiden Soeharto membuka Temu Karya Pengrajin Indonesia tingkat Nasional. Temu karya yang dipimpin oleh Ibu Umar Wirahadikusumah, selaku Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional, diikuti oleh kurang lebih 500 peserta.

Pada kesempatan itu, Presiden antara lain meminta agar para pengrajin memperhatikan empat hal berikut. Pertama, industri kerajinan supaya dikembangkan pada seluruh aspeknya. Kedua, industri kerajinan harus dapat digunakan sebagai alat untuk memeratakan pembangunan dan hasil – hasil pembangunan. Ketiga, perkembangan industri kerajinan juga harus dapat memberi kesempatan usaha yang layak. Keempat untuk mencapai kesemuanya itu, peranan koperasi agar lebih ditingkatkan lagi. Sebab, koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk mengangkat kemampuan yang lemah, sehingga pemerataan dan keadilan dapat semkin kita wujudkan.

Rabu, 27 Maret 1985

Menteri Negara Perumahan Rakyat, Cosmas Batubara, menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Setelah melapor, ia menjelaskan kepada para wartawan bahwa pemerintah akan mengembangkan sistem tabungan perumahan sebagai usaha untuk menghimpun dana dari masyrakat untuk dari pembangunan pembangunan perumahan di masa mendatang.

Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.