PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,

Wasiat Kebangsaan Presiden Soeharto (4): ABRI
Dihimpun Kembali Oleh: Abdul Rohman 

Tradisi keprajuritan kita bukanlah tradisi perang, bukan tradisi militer. Citra keprajuritan kita lebih luhur dari citra militer. Tradisi keprajuritan kita adalah tradisi patriotisme, tradisi kebangsaan, tradisi cinta tanah air. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 510

***

Tradisi keprajuritan yang kita pupuk bukanlah tradisi militerisme. Bangsa Indonesia tidak mengenal suatu kelas militer yang berdiri terpisah dari rakyat, apalagi berada di atas rakyat. Militer Indonesia adalah pejuang, yang bersama­sama seluruh pejuang bangsa di bidang lainnya berdampingan bahu­membahu mencapai tujuan bangsa yang luhur —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 510

***

Watak khas ABRI ialah perjuangan yang tidak mengenal menyerah dalam membela Pancasila sebagai ideologi negara. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 511

***

Kita (harus) secara terus­-menerus meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan nasional yang didasarkan atas kesadaran bela negara oleh setiap warganegara kita, kesatuan dan persatuan nasional, kemanunggalan ABRI dengan rakyat, ketangguhan dan kemampuan ABRI sendiri sebagai inti kekuatan dalam pertahanan negara. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 458

***

Secara konstitusional peranan ABRI (sebagai stabilisator dan dinamisator pembangunan) ditempatkan sebagai Modal Dasar Pembangunan Nasional oleh MPR (Presiden Soeharto, Pelantikan AKABRI 22 Februari 1983)

***

Selama bangsa kita tetap hidup berdasarkan ketahanan nasional, berdasarkan stabilitas nasional, maka dwifungsi ABRI itu akan tetap ada. Dwifungsi ABRI itu adalah stabilisator dan dinamisator untuk menjamin stabilitas, untuk memperkuat ketahanan nasional. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 462

***

Dengan memainkan peranan sebagai stabilisator dan dinamisator dengan penuh kesadaran dan kebijaksanaan, maka ABRI telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi terwujudnya stabilitas nasional —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 459

***

ABRI bukan semata-mata Angkatan Bersenjata bayaran —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 461

***

Tidak perlu timbul kekhawatiran akan adanya militerisme di Indonesia, karena peran dan kedudukan ABRI tunduk kepada peraturan yang berlaku —Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya

***

Militerisme atau bukan militerisme hendaknya diukur dengan tertib hukum yang berlaku. Jangan cuma diukur dengan banyaknya “baju ABRI” —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 461

***

Suatu faktor yang dapat merupakan jaminan peranan ABRI tidak akan mengarah kepada militerisme atau diktatur, adalah adanya landasan doktrin ABRI, yakni Sapta Marga —tujuh pegangan hidup— yang antara lain mengatakan bahwa ABRI adalah warganegara kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila; pendukung serta pembela ideologi negara; yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 462

***

ABRI tidak akan tergelincir kepada militerisme, otoriterisme, dan totaliterisme karena semuanya itu lurus bertolak belakang dengan Demokrasi Pancasila —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 459

***

Besar kecilnya peranan ABRI bergantung pada intensitas bahaya yang mengancam keselamatan Pancasila dan UUD ’45; bergantung pada intensitas bahaya yang membahayakan keselamatan rakyat, kesatuan dan persatuan bangsa; mengancam kelangsungan hidup negara, baik bahaya itu datang dari luar maupun dari dalam. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 460-461

***

Sekarang, nanti, dan kapan pun juga, ABRI (harus) terus siap-siaga mempertahankan Pancasila dan UUD ’45 dan menentang penyelewengan-penyelewengan (Pancasila dan UUD ’45) —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 461-

***

Pada waktu-waktu yang akan datang, tugas ABRI sebagai pejuang dan sebagai prajurit harus ditempatkan dalam rangka kelanjutan dari pembangunan kita, untuk memberi isi kepada kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 463

***

Kemanunggalan ABRI dengan rakyat harus terus-menerus diperdalam karena di situlah letak kekuatan kita di masa lampau dan di masa datang —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 463

***

Kemanunggalan ABRI dengan rakyat telah ditegaskan Panglima Besar Soedirman; yang sejak semula mengingatkan kita bahwa: “Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu kasta yang berdiri di atas masyarakat. Tentara tidak lain dan tidak lebih adalah suatu bagian dari masyarakat dengan kewajiban tertentu”. Kepada generasi penerus dalam tubuh ABRI saya minta agar mencamkan baik-baik kata-kata Panglima Besar Soedirman tadi. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 463

***

ABRI (harus) tetap menyatu dengan dinamika perjuangan bangsa kita dalam mewujudkan cita-cita membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Presiden Soeharto, Rapim ABRI, 29 Maret 1996)

***

Semangat yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 merupakan sumber kekuatan moral ABRI. Sebagai sumber kekuatan moralnya, maka seluruh jajaran ABRI —terutama para perwiranya— harus benar-benar menghayati semangat tadi (Presiden Soeharto, Hari ABRI, 5 Oktober 1995)

***

ABRI harus selalu waspada terhadap benih yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa (Presiden Soeharto, Rapim ABRI, 29 Maret 1996)

***

ABRI didirikan tanggal 5 Oktober ’45 tidak untuk dirinya sendiri. ABRI didirikan dan kemudian dikembangkan dengan satu tujuan, yaitu untuk membela NKRI yang berdasarkan Pancasila, yang diproklamirkan 17 Agustus ’45 (Presiden Soeharto, Hari ABRI, 5 Oktober 1995)

***

ABRI harus timbul tenggelam bersama-sama Pancasila, ABRI harus timbul tenggelam bersama-sama rakyat yang berjiwa Pancasila (Presiden Soeharto, Hari ABRI, 5 Oktober 1984)